PENDAHULUAN

            Untuk dapat menentukan mutu atau membuat evaluasi terhadap mutu bahan-bahan tekstil, maka diperlukan berbagai macam ilmu pengetahuan seperti: pengetahuan tentang bahan-bahan tekstil, pengetahuan tentang cara-cara pengujian bahan-bahan tekstil serta peralatan pengujian yang diperlukan, pengetahuan tentang standarisasi tekstil, pengetahuan pengolahan data dan interpretasi data yang mempunyai dasar ilmu statistik, dan pengetahuan dasar ilmu teknik (engineering) dan kimia.
            Pengetahuan tentang evaluasi bahan-bahan tekstil mempunyai peranan yang sangat penting dalam industri maupun perdagangan tekstil. Banyak keputusan-keputusan penting dan besar, baik dalam proses produksi tekstil maupun dalam perdagangan harus didasarkan atas pengetahuan evaluasi bahan tekstil bersangkutan.
            Dengan demikian pengetahuan evaluasi tekstil sangat diperlukan baik oleh pembeli/konsumen maupun oleh produsen/penjual.
Tidak pandang apakah ini menyangkut party barang tekstil yang besar sekali atau kalau orang sekedar mau membeli bahan untuk membuat bajunya sendiri.
            Pengetahuan evaluasi diperlukan sebelum proses permulaan, sewaktu proses produksi berjalan dan setelah proses selesai. Bahkan ia masih diperlukan setelah bahan tekstil itu diperdagangkan.
            Bagi mereka yang bersangkutan dengan produksi, distribusi dan konsumsi bahan-bahan tekstil, pengetahuan evaluasi tekstil dapat menjadi pembantu dan alat yang sangat berhatga apabila peralatan dan tekniknya dipergunakan secara efektif. Apabila telah dilakukan pengujian, maka hasil pengujian harus dipelajari secara teliti sehingga tindakan-tindakan yang diperlukan dapat diambil.
Alat-alat pengujian tidak dapat mengambil suatu keputusan, dan pada akhir suatu pengujian seseorang harus dapat menginterpretasi data-data pengujian yang diperoleh dan mengeluarkan intruksi-intruksi yang diperlukan untuk tindakan yang akan dijalankan. Jadi untuk dapat memberikan evaluasi terhadap bahan tekstil diperlukan pengujian bahan-bahan itu secara teliti dan kemudian data-data yang diperoleh dari pengujian tersebut perlu diinterpretasikan dan dari interpretasi tersebut dapat diperoleh evaluasi dari bahan tekstil tersebut. Apabila hal ini dilakukan dalam rangka pengendalian mutu maka masih diperlukan instruksi-instruksi tindakan apa yang perlu diambil. Maka dari itu orang yang diserahi tanggung jawab untuk memimpin suatu laboratorium evaluasi tekstil harus dapat bertindak sebagai scientist, sebagai ahli statistik, sebagai teknokrat dan diplomat.
            Jenis alat-alat pengujian untuk mengevaluasi bahan tekstil jumlahnya sangat banyak. Dari yang paling sederhana prinsip dan cara-cara penggunaannya dan telah dipergunakan lama sekali dalam industri tekstil, sampai kepada alat-alat elektronis yang rumit dan penggunaannya baru saja dikembangkan tahun terakhir. Pemilihan peralatan dan teknik evaluasi yang dibutuhkan untuk melakukan evaluasi terhadap bahan tekstil, sangat tergantung dari informasi yang dikehendaki dan tingkat ketelitian dan detail yang seharusnya dicapai.

Maksud dan tujuan dari evaluasi tekstil
Dibidang Penelitian
            Dibidang penelitian, evaluasi bahan-bahan tekstil merupakan alat yang sangat penting. Hasil evaluasi akan membantu para scientist untuk menentukan arah penelitian selanjutnya. Apa yang kelihatan betul dalam teori, seringkali disanggah oleh eksperimen-eksperimen yang nyata, sehingga harus dicari pemecahannya dalam eksperimen-eksperimen selanjutnya.
Seleksi Bahan Baku
            Dibidang proses produksi, bahan baku yang dipergunakan merupakan satu diantara faktor-faktor terpenting untuk menentukan baik produk yang dihasilkan. Karena evaluasi terhadap mutu bahan baku sebelum diproses mutlak diperlukan. Pada umumnya serat-serat alam memerlukan evaluasi yang lebih seksama daripada serat-serat buatan karena serat buatan pada umumnya pembuatannya telah disesuaikan speksifikasinya dengan syarat-syarat processing yang diperlukan.
Speksifikasi Bahan-bahan Tekstil
            Pada tahun-tahun terakhir permintaan untuk memproduksi bahan-bahan tekstil menurut speksifikasi yang telah ditetapkan bertambah besar. Keuntungan untuk menggunakan speksifikasi dalam pemesanan bahan tekstil adalah pencegahan penggunaan bahan baku yang bermutu rendah oleh para produsen, produksi dari bahan-bahan tekstil yang telah diketahui mutunya, dan kesempatan bagi produsen untuk membuat produksinya tepat seperti apa yang dikehendaki oleh pemesannya. Dengan demikian speksifikasi dapat ditentukan dan disetujui bersama dan kemudian hasilnya dapat diuji untuk membuktikan apakah mutu barang-barang itu berada pada limit toleransi yang dikehendaki dalam speksifikasi.
            Apabila spesifikasinya berupa contoh kecil dari bahan tekstil yang disertai pesanan ”untuk direproduksi tepat seperti contoh”, maka diperlukan teknik analisa dan pengujiannya yang tepat dengan memperhatikan faktor-faktor yang terkait.
Standarisasi Tekstil
            Standarisasi tekstil mempunyai tempat yang khusus dalam teknologi evaluasi dan bahan-bahan tekstil pada umumnya.
            Untuk dapat melaksanakan evaluasi tekstil seringkali kita membutuhkan tersedianya standar mutu atau standard performance dan standar cara-cara pengujiannya, standar cara-cara pengambilan contohnya, standar pengolahan data-datanya dan lain-lainnya.
Jadi jelas masalah evaluasi bahan-bahan tekstil tidak dapat dipisahkan dari aktifitas standarisasi. Didalam rangka labeling bahan-bahan tekstil yang akan diperdagangkan dipasaran, diperlukan standar mutu maupun standar cara-cara pengujiannya. Untuk setiap bahan tekstil yang diperdagangkan lazimnya kita sedikitnya harus mencantumkan dari bahan serat apa bahan tekstil itu terbuat, misalnya campuran polyester dan kapas.
            Maka, untuk dapat melaksanakan peraturan labeling tersebut, sudah barang tentu dibutuhkan standard-standard definisi dari bahan-bahan serat tersebut dan standard-standard cara identifikasi dari serat yang bersangkutan. Apabila didalam label dicantumkan kata-kata resin finished dan sanforized, dan lain-lainnya maka diperlukan standard cara-cara evaluasi macam-macam hal tersebut.
            Demikianlah penggunaan evaluasi tekstil dalam berbagai bidang.













BAB V EVALUASI BENANG
            Kehalusan Benang
-          Pengujian nomor benang
-          Standard cara pengujian nomor benang
Kekuatan Benang
-          Faktor – factor yang mempengaruhi kekuatan
-          Masalah pengujian kekuatan benang
-          Mesin – mesin penguji kekuatan tarik
-          Analisa pengukuran – pengukuran kekuatan
Kekakuan (Stiffness)
-          Toughness
-          Elastisitas
-          Resilience
Kenampakan dan Grade Benang
-          Benang Kapas
-          Benang Filamen
Pengujian Twist
-          Arah twist
-          Jumlah twist
-          Pengaruh twist terhadap benang
-          Pengukuran twist
-          Pengaruh kontraksi pada jumlah twist per inch
Kerataan Benang
-          Klasifikasi variasi
-          Faktor – factor yang mempengaruhi kerataan
-          Pengujian kerataan benang
-          Evaluasi dan interpretasi pengukuran kerataan
Tahan Gosok Benang
-          Proses penggesekan
-          Pengaruh twist tehadap proses penggesekan




BAB V
EVALUASI BENANG

            Sifat – sifat penting benang yang sering dievaluasi sebagai sifat yang menentukan mutu benang tersebut adalah nomor, kekuatan, twist, kenampakan (appearance) dan ketidakrataannya.
Kemudian timbul cara – cara pengujian yang bukan saja dipakai untuk mengevaluasi sifat – sifat benang guna menentukan mutu, akan tetapi juga sekaligus dapat untuk mengevaluasi bagaimana keadaan atau kerusakan peralatan pemintalan yang dipakai untuk memproses benang tersebut. Sifat benang itu dikenal sebagai “periodesity” benang.
            Banyak lagi sifat – sifat benang yang pernah dievaluasi orang seperti tahan lekukan, jumlah putus benang setiap satuan panjang dengan kecepatan penggulungan tertentu, tahan gosok benang dan lain – lain. Tetapi sifat – sifat tersebut jarang diuji orang dan belum perlu untuk dibicarakan disini. Hanya sifat tahan gosok yang perlu dikemukakan karena sifat ini tampaknya penting dalam hubungannya dengan kemampuan benang untuk ditenun.

  1. KEHALUSAN BENANG
Banyak sistem yang dapat dipakai untuk penomoran benang. Begitu banyaknya sistem penomoran yang dipakai orang dan juga kadang – kadang menggunakan satuan – satuan yang sukar – sukar sehingga daam pemakaian banyak dari system penomoran benang tersebut yang tidak menguntungkan. Ada usaha – usaha untuk menyeragamkan system dengan menggunakan sistem metrik atau tex. Akan tetapi penyeragaman ini tentu memakan waktu lama terutama bagi masyarakat umum yang sudah terbiasa dengan sistem yang dipakainya. Namun dikalangan ilmiahwan dilembaga – lembaga riset umumnya sudah menggunakan sistem tex ini dalam penulisan – penulisannya.
Pengujian nomor benang
Meskipun sistem penomoran benang begitu banyaknya, akan tetapi secara garis besar ada dua macam yaitu penomoran yang menunjukan panjang benang setiap berat tertentu dan satu lagi kebalikannya, penomoran yang menunjukan berat benang seriap panang tertentu. Keduanya memiliki dasar yang sama yaitu sama – sama perbandingan antara panjang dan berat. Dengan demikian jelas pula apabila disebutkan bahwa prinsip menentukan nomor benang adalah pengukur panjang dan berat benang.
Macam – macam cara dapat dipakai untuk mengukur panjang dan berat benang, namun yang menjadi masalah adalah bagaimana keadaan benang sewaktu diukur panjang dan beratnya. Itulah sebabnya dalam melakukan pengujian nomor benang perlu memperhatikan faktor – faktor yang berhubungan dengan ketegangan benang dan juga regain benang.
Pengukuran panjang biasanya dilakukan setiap panjang 120 yard (1 lea) dengan menggunakan kincir atau skein reel yang sekali putar dapat mengukur 1 ½ yard. Salah satu bentuk alat ini tampak seperti gambar dibawah ini.
Untuk mengukur berat dapat dipakai necara analitis yang tampak seperti pada gambar dibawah ini
Setelah diketahui panjang dan beratnya dapat diperhitungkan nomor benangnya sesuai dengan sistem nomor yang dikehendaki.




Secara singkat berikut ini diberikan prinsip tiap – tiap sistem penomoran:
  1. Sistem Metrik dengan simbul Nm
Penomoran ini menunjukan berapa meter panjang benang setiap berat 1 gram; dipakai untuk segala macam benang terutama benang – benang hasil pintalan (Spun Yarn).
  1. Sistem Inggris untuk kapas dengan simbul Ne1
Penomoran ini menunjukan berapa hank panjang benang (1 hank = 840 yard) untuk tiap berat satu poundnya.
Sampai saat ini sistem ini paling banyak dipakai orang terutama di pabrik – pabrik dan dalam perdagangan benang kapas.
  1. Sistem penomoran Woolen cut dengan simbul Ne2
Penomoran ini menunjukan berapa hank panjang benang (1 hank = 300 yard) untuk tiap berat satu poundnya
  1. Sistem penomoran untuk Worsted dengan simbul Ne3
Penomoran ini menunjukan berapa hank panjang benang (1 hank = 560 yard) untuk tiap berat satu poundnya
  1. Sistem penomoran untuk Woolen dengan simbul Ne4
Penomoran ini menunjukan berapa hank panjang benang (1 hank = 256 yard) untuk tiap berat satu poundnya
  1. Sistem penomoran Woolen run
Penomoran ini menunjukan berapa hank panjang benang (1 hank = 160 yard) untuk tiap berat satu poundnya
  1. Sistem Typp
Penomoran ini menunjukan berapa hank panjang benang (dengan unit 1000 yard) untuk tiap berat satu poundnya
  1. Sistem Denier dengan simbul Td
Penomoran ini menunjukan berapa gram berat benang setiap panjang 9000 meter.
Sistem ini umumnya dipakai untuk penomoran serat – serat untuk filamen.
Ada lagi penomoran sistem grex yaitu penomoran yang menunjukan berapa gram berat benang setiap panjang 10.000 meter. Umumnya sistem ini jarang dipakai oleh orang – orang.


  1. Sistem Tex
Penomoran ini menunjukan berapa gram berat benang setiap panjang 1000 meter.
Sistem ini merupakan sistem metrik dan berkarakter desimal. Sistem ini disarankan sebagai sistem yang universal dan dapat dipakai untuk penomoran lap sampai kepada penomoran serat – serat. Sebagai misal kalau untuk lapnya dipakai penomoran sistem Tex dan seratnya juga memakai sistem Tex, maka dapat dengan mudah dilihat perbandingannya. Bandingkan dengan sistem yang kebanyakan dipakai sekarang pada serat kapas, lap, sliver dan benang.
Pada serat biasanya dipakai “microgram per inch” , pada lap dipakai ounce per yard, pada sliver grain per yard dan pada benang adalah hank per pound. Alangkah macam – macamnya sistem penomoran itu dan alangkah sulitnya untuk membayangkan perbandingan besarnya bahan satu dengan yang lain.

            STANDAR CARA PENGUJIAN NOMER BENANG KAPAS
a.    Ruang lingkup
                      i. Cara pengujian ini berlaku dan digunakan untuk benang kapas tunggal atau gintir, benang garu (carded yarn) maupun benang sisir (combed yarn).
                     ii. Cara pengujian ini dapat dipergunakan untuk tujuan perdagangan ataupun untuk pengendalian mutu.
b.    Definisi
Nomer benang cara tex ialah jumlah gram setiap seribu meter dan nomer benang cara inggris/Ne1 ialah jumlah hank setiap satu pound.
c.    Prinsip pengujian
Benang digulung dalam bentuk untaian dengan panjang tertentu dan kemudian ditimbang. Dengan mengetahui panjang dan berat benang tersebut maka nomornya dapat dihitung.
d.    Penggunaan dan batas-batasnya
                              i.    Nomor benang ditentukan oleh panjang dan beratnya. Karena nomer benang tidak persis rata pada seluruh panjangnya maka adalah sangat perlu untuk mengambil suatu jumlah dan panjang benang yang cukup besar untuk ditimbang, yaitu dengan menggulung benang tadi hingga merupakan untaian. Pada waktu penggulungan benang ini sangat perlu diperhatikan agar cukup tegang tetapi jangan sampai mulur.
                             ii.    Faktor kondisi ruangan dimana benang tersebut digulung dan ditimbang sangat perlu pula mendapatkan perhatian mengingat bahwa hal ini akan sangat besar pengaruhnya pada penimbangan, yang artinya juga pada nomor benang itu sendiri.
                            iii.    Cara pengujian ini menghasilkan harga rata-rata dari nomor benang, Apabila coefficient of variation diperlukan maka dibutuhkan pengujian jumlah untaian yang cukup banyak, dimana masing-masing ditimbang satu persatu.
                           iv.    Dalam hal variasi nomor benang tidak kita perlukan maka penimbangan sekaligus seluruh untaian contoh pengujian akan memberikan ketelitian perhitungan nomor benang yang lebih baik.
e.    Peralatan
                              i.    Kincir penggulung benang dengan kapasitas penggulungan 1 meter atau 1 ½  yard tiap putaran serta dilengkapi:
1.    alat pencatat panjang benang/jumlah putaran
2.    pengatur tegangan
3.    alat pengatur kedudukan benang (traverse)
                             ii.    Sebuah neraca analitik dengan ketelitian penimbangan 0,1 % dan skala baca dalam gram atau grain.
f.     Persiapan contoh pengujian
Persiapan contoh uji dilakukan sebagai berikut:
1) Benang – benang yang berasal dari cones, cheese atau bobbin mula-mula lapisan luarnya dibuang sebanyak beberapa lapisan
2) Benang kemudian ditarik dari pengikalan,dilakukan pada pengatur tegangan, traverse dan akhirnya dikaitkan pada kincir.
3) Penarikan benang dan putaran kincir tergantung pada bentuk tempat asal benang yang ditentukan sebagai berikut:
- dari ujung kones atau bobbin, dengan kecepatan kincir 100 sampai  300 rpm
- dari samping cheese, dengan kecepatan kincir 20 – 30 rpm.
- dari kincir dengan kecepatan kincir 100 rpm
4) Setelah panjang untaian cukup, maka ujung awal benang disambung/diikatkan dengan ujung akhir benang.

5) Panjang benang setiap untaian adalah:
a) Satu untaian benang tunggal :
      Satu untaian = 80 putaran = 120 yard (jika skein 1½ yard per putaran)
b) Untuk benang gintir tergantung pada nomer equivalentnya yaitu:
No. Equivalent benang
Jumlah putaran tiap untaian
Panjang benang tiap untaian
Dibawah Ne1 3
8 - 16 putaran
12 - 24 yard
Ne1 3 – Ne1 20
16 - 40 putaran
24 - 60 yard
Ne1 20 keatas
40 - 80 putaran
60 - 120 yard
Catatan:
Sebagai contoh pengujian dapat juga diambil benang- benang yang merupakan contoh pengujian pada pengujian kekuatan tarik per untai yang telah tidak terpakai (sudah diuji, jadi berarti sudah putus), mengingat baha benang – benang tersebut panjangnya dibuat tertentu (120 yard) serta persiapannya juga sama dengan diatas
g.    Cara  pengujian
Pelaksanaan pengujian adalah sebagai berikut:
1)    Masing – masing contoh pengujian yang telah memenuhi standar kondisi ditimbang pada neraca analitis
2)    Dari hasil penimbangan, nomer benang dapat dihitung
3)    Jumlah pengujian 25 kali

Quadrant balance
      Cara – cara pengujian nomor benang seperti yang diuraikan diatas untuk pengujian rutin dapat memakan waktu lama, karena itu orang berusaha untuk menciptakan alat yang dapat dipakai untuk mengukur nomor benang dengan mudah dan cepat.
      Quadrant balance adalah salah satu alat yang dimaksudkan untuk itu, yang dengan mudah orang membaca langsung nomor yang dimaksud apabila 1 lea benang  tersebut digantungkan pada lengan quadrant itu.
     



Salah satu jenis alat tersebut tampak seperti gambar dibawah ini:
Alat  semacam ini juga bisa dipakai untuk mengukur nomor sliver atau roving dengan menggunakan skala – skala yang sesuai yaitu berdasarkan panjang sliver atau roving masing – masing.
Cara kalibrasi dan penggunaan alat
  1. Pada waktu keaadaan kosong jarum penunjuk harus berada pada titik nol.
  2. Gantungkanlah beban penera masing – masing untuk nomor benang atau nomor sliver atau nomor roving yang dimaksud. Berat benang tersebut diperhitungkan dari berat benang 1 lea untuk nomor yang bersangkutan. Jadi misalnya untuk menera nomor Ne1 10, maka berat beban yang harus dipakai dapat dihitung sebagai berikut\:
10 hank beratnya 1 pound, maka 1 lea
            Beratnya 
                       
                             = 6,48 gram
  1. Beberapa nomor dicek, kalau jarum tidak menunjuk pada skala nomor yang bersangkutan usahakan disetel dengan menggeser pemberat.
  2. Gantungkan 1 lea (120 yard) benang yang diuji, dan biarkan sampai jarum diam.
  3. Bacalah nomor yang ditunjukan oleh jarum penunjuk.



  1. KEKUATAN BENANG
Telah lama disepakati orang bahwa kekuatan merupakan salah satu karakter benang yang sangat penting. Kekuatan benang bersama dengan kenampakan (appearance) benang selalu ditonjolkan dalam evaluasi benang baik di pabrik maupun di pasaran. Kenampakan benang merupakan hal yang mengandung unsur pertimbangan sedangkan untuk kekuatan tidak demikian, karena kekuatan merupakan sifat benang yang dapat diukur. Sifat demikian bisa dievaluasi, digambarkan dan dinilai.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kekuatan
Untuk benang – benang hasil pintal dari serat – serat staple, baik serat kapas maupun serat sintetis, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan benang tersebut, faktor tersebut antara lain ialah:
1.    Panjang staple
Makin panjang staple serat kapas, makin tinggi kekuatan benangnya. Untuk serat sintetis yang panjang staplenya bisa jauh lebih panjang dari panjang staple serat kapas, kenaikan kekuatannya terbatas sampai panjang optimum.
2.    Kehalusan serat
Serat yang lebih halus akan menghasilkan benang yang lebih kuat daripada serat ang kasar, sebab serat yang lebih halus menyebabkan jumlah friksi yang lebih banyak, karena jumlah serat dalam setiap penampang benang sama besarnya akan lebih banyak.
3.    Kekuatan serat
Mudah dimengerti kalau serat yang lebih kuat akan menghasilkan benang yang lebih kuat daripada serat yang lemah.
4.    Twist
Untuk setiap benang tunggal hasil pintal selalu mempunyai twist yang memberikan kekuatan maximum. Kalau jumlah twist kurang atau lebih dari twist optimum ini maka kekuatannya akan menurun. Jumlah twist pada kekuatan maximum ada hubungannya dengan sudut twist dan pada umumnya sudut twist pada kekuatan yang maksimum itu boleh dikatakan konstan.
Twist yang tidak rata menghasilkan kekuatan yang tidak rata pula dan variasi kekuatan ini lebih tampak pada kekuatan benang per helai dari pada kekuatan per lea.
Pada benang gintir yang distribusi twistnya tidak rata menyebabkan tegangan yang terjadi pada benang secara individu tidak rata, akan menghasilkan benang “corkscrew”, dan kekuatan benang semacam ini selalu lebih rendah daripada kekuatan benang yang normal dengan ukuran yang sama.
Jelaslah bahwa peranan twist sangat penting baik untuk benang tunggal maupun benang gintir.
5.    Kerataan
Makin rata suatu benang makin kuat benang tersebut dan sebaliknya makin tidak rata makin rendah kekuatannya. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan baik antara kerataan dengan kekuatan benang. Kekuatan benang ini sendiri memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan kerataan benang, hal ini dikarenakan benang yang memiliki kerataan yang lebih baik akan mengalami distribusi gaya yang seragam pada tiap daerah benangnya ketika mengalami penarikan, namun sebaliknya dengan benang yang tidak rata karena benang tersebut akan cenderung mengalami putus benang ketika benang tersebut ditarik pada daerah benang yang lemah (daerah tipis).
6.    Distribusi panjang serat
Variasi distribusi panjang serat menyebabkan variasi dalam kekuatan benang, makin besar presentase serat pendek ,alom rendah kekuatannya. Jadi mungkin, dua contoh serat yang sama panjang rata – ratanya menghasilkan benang yang berbeda kekuatannya karena presentase serat pendek yang satu lebih besar dibandingkan yang lainnya.
7.    Pengerjaan finish serat
Macam dan jumlah pengerjaan finish secara kimia terhadap serat, terutama serat – serat buatan sangat berpengaruh pada kekuatan benang.
8.    Faktor – faktor lain
Tidak diragukan beberapa faktor lain mempengaruhi kekuatan benang. Pengerjaan kimia terhadap benang dapat mempengaruhi kekuatan benang. Juga regain benang dapat mempengaruhi kekuatan benang. Hasil penyelidikan juga menunjukan bahwa letak serat dan mulur serat individu dapat mempengaruhi kekuatan benang.
Sebagai contoh kalau dua serat yang sama kuatnya ditwist bersama yang satu kendor dan yang lain tegang maka serat yang tegang menahan beban. Dan kekuatan pasangan serat adalah hanya kekuatan serat yang menahan saja. Demikian pula serat yang berbeda mulurnya bila dicampurkan, maka serat yang mulurnya rendah akan putus terlebih dahulu, maka kebanyakan benang yang dipintal dari campuran serat yang sangat jauh berbeda mulurnya memiliki kekuatan yang lebih rendah daripada benang yang dibuat dari masing-masing serat itu sendiri.

Masalah Pengujian Kekuatan Benang
Pada garis besarnya ada dua macam pengujian kekuatan benang, yang pertama adalah pengujian kekuatan per berkas yang biasanya dilakukan per lea dan yang kedua adalah pengujian kekuatan per helai.
      Pengujian per lea telah bertahun – tahun digunakan secara internasional untuk menentukan kekuatan benang kapas, dilakukan dengan cara penarikan benang yang panjangnya 1 lea (120 yard), hasil penggulungan pada kincir sebanyak 80 kali (tiap putaran = 1½ yard). Dalam penyelenggaraan pengujian, untaian benang itu diterapkan pada dua buah pemegang (spool) dari mesin penguji kekuatan tarik, dengan jarak dari kedua spool itu sekitar 27 inch
Karena penggulungan 80 kali, maka jumlah benang yang mendapatkan tarikan adalah 160 helai.
      Pada cara pengujian kekuatan per helai, tiap helai benang diklem pada dua buah klem yang berjarak 10 inch sampai 20 inch. Hasil pengujian per lea biasanya kekuatannya dilaporkan dalam satuan pound, sedang hasil pengujian per helai dalam pound, ounce, atau gram.
      Meskipun pada pengujian per lea ada 160 helai benang yang mendapat tarikan bersama, akan tetapi tidak berarti kekuatan yang diperoleh sama dengan 160 helai lebih besar dari hasil kekuatan dengan pengujian per helai. Kekuatan per lea selalu akan lebih rendah daripada kekuatan yang diperoleh dengan cara pengujian per helai, alasannya dapat diterangkan sebagai berikut:
      Pada pengujian per lea sewaktu diberikan beban akan ada helai-helai benang yang putus terlebih dahulu karena ketidakrataan benang atau karena tegangan yang diderita benang tidaklah sama. Jika satu helai putus tinggal 159 helai lagi yang masih ada, maka inipun tidak semuanya akan menahan beban, karena dua helai berikutnya akan slip, sehingga yang menahan beban hanya 157 helai. Demikian selanjutnya setiap putus helai benang berikutnya.
      Beberapa variabel seperti twist, nomor benang, dan kerataan mempengaruhi hubungan antara kekuatan per lea dengan kekuatan per helai.
Untuk benang tunggal, jika kekuatan benang per helai dikalikan dengan suatu angka diantara 90 (minimun) dan 130 (maksimum) akan menghasilkan kekuatan (perkiraan) per lea. Untuk benang gintir, angka itu agak lebih besar, yaitu kira – kira 115 sampai 145. Hal ini disebabkan karena pada benang gintir jumlah bagian benang yang lemahnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan benang tunggal.
      Pengujian per berkas lain yang kadang – kadang dipakai di laboratorium adalah pengujian Seriplane. Pada pengujian ini contoh benang yang akan diuji digulung pada kincir sebanyak benang yang diperlukan. Hasil gulungan benang tidak diambil dari kincir, tetapi direkat pada dua pita yang biasanya jarak antara dua pita 10 inch. Contoh benang dipotong kemudian contoh yang telah direkat itu diterapkan pada klem dari mesin penguji kekuatan seperti yang dipakai untuk pengujian kekuatan kain.
Dibandingkan dengan pengujian kekuatan per helai dengan cara diatas akan menghasilkan kekuatan yang variasinya lebih kecil. Akan tetapi cara ini memakan waktu lama untuk membuat persiapan contoh, karena itu cara ini jarang dipakai untuk pengujian yang rutin.
Singkatnya, pengujian per lea adalah cara yang mudah dan cepat yang sekaligus dapat menentukan nomor benang. Dibandingkan dalam ketelitian, pengujian per helai lebih memakan waktu dan lebih mahal jika kita menggunakan mesin yang otomatis. Akan tetapi kekuatan per helai menunjukan kekuatan benang yang sebenarnya dan dalam waktu yang sama memberikan beberapa petunjuk juga titik-titik yang paling lemah pada benang. Karena hasil pengujian per helai menunjukan variasi kekuatan benang, maka datanya akan mempunyai variasi yang lebih besar daripada kekuatan per lea seperti terlihat pada tabel 16.
Ini berarti lebih banyak pengamatan yang dilakukan pada kekuatan per kelai daripada kekuatan per lea untuk benang yang sama dengan hasil rata – rata yang sama.
Tabel 16
PERKIRAAN PERSEN KOEFISIEN VARIASI KEKUATAN
DAN MULUR BENANG
Pengujian
Staple sintetis
Kapas
Filament
Tunggal
Gintir
Tunggal
Kering
Basah
Kekuatan / Lea
5 – 10
4 - 7
10
1.5
-
Kekuatan / Helai
14 – 19
8 - 13
15
1.5 – 3
1.5 – 3
Mulur (%)
10 - 14
5 - 10
-
2 – 6
2 – 5
Sumber : Grover dan Hamby

MESIN – MESIN PENGUJI KEKUATAN TARIK
      Pada semua mesin penguji kekuatan tarik selalu akan mempunyai (1) peralatan untuk menghasilkan beban, (2) peralatan untuk memegang bahan contoh dan (3) peralatan untuk mencatat atau menunjukan hasil pengujian.
Pada dasarnya ada tiga macam mesin penguji kekuatan tarik.
  1. Mesin – mesin dengan kecepatan penarikan yang tetap (constant rate of Traverse), termasuk mesin ini adalah jenis pendulum.
  2. Mesin – mesin dengan kecepatan pembebanan yang tetap (constant rate of loading), termasuk mesin ini adalah jenis : Incline Plane Tester.
  3. Mesin – mesin dengan mulur yang tetap (constant rate of elongation), termasuk mesin ini adalah jenis strain gauge.
Mesin – mesin jenis Pendulum
      Mesin ini mungkin merupakan mesin yang mula – mula dipakai orang. Salah satu alat pemegang (klem) dari alat ini digerakan dengan kecepatan yang tetap untuk menghasilkan beban tarik pada contoh pengujian. Klem kedua yang memegang contoh yang lain bekerja menggerakan pendulum.
Karena gerakan klem dengan kecepatan tetap, maka contoh pengujian mendapat mulur yang tetap pula, kecuali pengaruh gerakan yang kecil dari klem kedua yang bekerja pada pendulum.
Kecepatan pembebanan tergantung pada perpanjangan contoh pengujian, sehingga dalam pengaruh pada kecepatan pembebanan tidak tetap, berbeda menurut bahan yang diuji.
Gambar Pendulung Tester (El Mendorf)


      Mesin jenis pendulum ini bisa dipakai untuk pengujian serat, benang, kain dan bahan tekstil lainnya, untuk kekuatan per lea atau per helai benang.
      Mesin – mesin jenis pendulum biasanya dibuat untuk pengujian benang yang mulurnya normal, karena itu untuk benang sintetis yang mulurnya amat besar, mesin harus dimodifikasi untuk pengujian benang tersebut.
Mesin ini dapat dibuat dengan macam – macam kapasitas, karena itu mampu melayani pengujian kekuatan yang besar. Akan tetapi pada mesin ini terdapat beberapa error yang mempengaruhi ketelitian. Sebagai misal, inertia dari peralatan pendulum. Terlihat karena gaya momentum friksi dan pada umumnya ketepatan pembebanan peralatan itu sendiri dapat menyebabkan error.
      Kendati adanya error, mesin jenis pendulum ini tetap masih populer dalam industri tekstil karena harganya murah, biaya operasionalnya relatif murah dan ketelitiannya cukup untuk pekerjaan – pekerjaan rutin.
Prinsip bekerjanya mesin
      Contoh yang akan diuji ditempatkan diantara dua pemegang. Untuk kekuatan tarik per lea, untaian benang diterapkan pada spool yang dipasang pada pemegang – pemegang itu. Untuk kekuatan tarik kain atau untuk kekuatan benang per helai, bahan diklem pada klem yang dipasang pada pemegang.
      Pemegang yang dibawah digerakan dengan kecepatan yang tetap. Gerakan pemegang bawah diteruskan oleh contoh bahan yang diuji ke pemegang atas, sehingga gaya yang timbul juga diteruskan bahan ke pemegang atas, selanjutnya kebagian atas mesin melalui rantai dan peralatan pendulum, seperti terlihat pada skema gambar 42.
      Gaya yang ditimbulkan dapat diterangkan sebagai berikut:
      W         = Berat pendulum dengan lengan, maka
      Pz        = WR
      R         = L Sin θ, maka
      Pr        = WL Sin θ
Karena r, W dan L tetap, maka P berubah menurut perubahan Sin θ atau P = k sin θ.
Kalau bahan yang tidak mulur diuji, maka beban akan bertambah sebesar k sin θ. Sudut yang dipakai antara 9o dan 45o. Hasil pengujian diluar sudut tersebut, dibawah 9o atau diatas 45o dianggap tidak teliti lagi.
      Dalam batas tersebut pembebanan akan tetap kalau bahan yang ditarik tidak mengalami mulur. Kalau bahan mengalami mulur maka pembebanan tidak lagi tetap. Karena itu pada pengujian bahan tekstil kecepatan pemegang atas tidak akan sama dengan kecepatan pemegang bawah, dan karena itu pada alat pendulum tidak bisa disebut mempunyai kecepatan pembebanan yang tetap.
Gambar 42
Skema Alat Pendulum

Pada alat ini juga bisa dipasang peralatan yang dapat mencatat mulur. Pada dasarnya peralatan pencatat mulur dibuat dengan titik 0 bersumber pada pemegang atas, sedang ujung panjang yang lain bersumber pada gerakan pemegang bawah.
Peneraan alat penguji pendulum
      Sebelum alat penguji dipakai sebaiknya diadakan peneraan terlebih dahulu. Persiapan sebelum mengadakan peneraan antara lain harus menyediakan beberapa pemberat yang sudah diketahui beratnya dengan betul, yakin pula kalau alat – alat dalam pemasangan yang betul, kebersihan dan sebagainya.
      Mula – mula mesin dibiarkan dalam keadaan balance, pendulum dibiarkan berayun sampai pada titik habisnya, dalam keadaan demikian, setel penunjuk pada titik 0. Kemudian perlahan – lahan beban diturunkan sampai mencapai keadaan seimbang lagi. Lebih baik kecepatan penurunan itu sesuai dengan kecepatan pada waktu kerja. Waktu berhenti, penunjuk haruslah tepat menunjuk angka yang sama dengan beban.
      Kalau penunjukan lebih tinggi, ada beberapa penyebabnya antara lain (1) Pada mesin model kuno biasanya pendulum dipegang dengan menggunakan skrup, sehingga ada kemungkinan pemasangan pendulum agak terlalu keatas mendekati titik tumpu. (2) Ada bahan yang hilang dari pendulum. (3) Beban pendulum dilepas dan pemasangan kembali lagi tidak pada tempatnya.
      Biasanya error yang didapat pada waktu kalibrasi adalah penunjukan yang pada nilai hasil yang lebih rendah, dan umumnya disebabkan karena friksi. Kalau terjadi demikian harus dicek bearing pada poros atas. Karena bagian ini diminyaki dengan grease khusus, maka setelah bertahun-tahun kotoran akan menempel pada bagian tersebut. Untuk membersihkan, lepaskan bearing dam cucilah dengan gasoline atau solvent lainnya. Setelah dibersihkan, bearing diminyaki dengan sedikit vaseline putih.
      Sebab lain terjadinya penunjukan yang lebih rendah adalah gigi – gigi penunjuk yang kotor, maka harus dibersihkan dan diberi minyak pelumas sedikit pada poros dan gigi – gigi dari roda giginya.
      Kotoran – kotoran pada rantai, pada drum, bisa menyebabkan error, sehingga harus dibersihkan. Juga kotoran – kotoran pada gigi – gigi quadrant harus dibersihkan.
      Jika usaha memperbaiki sudah dilakukan tetapi masih juga terdapat penunjukan yang berbeda, hal ini dapat ditanggulangi dengan membuat angka konversi atau angka koreksi.
      Error yang lain bisa disebabkan oleh jepitan yang tidak baik pada klem. Permukaan jepitan harus datar dan sejajar. Cara menceknya dengan menggunakan selembar kertas putih dan kertas karbon yang dijepit dengan klem. Jika berkas karbon tidak merata pada kertas putih, maka akan ada tanda noda bercak hitam pada kertas putih yang diberikan oleh kertas karbon karena jepitan yang tidak rata.
Cara – cara pengujian kekuatan tarik secara terperinci disajikan berikut ini:
Cara pengujian kekuatan tarik benang kapas
    1. Ruang lingkup
1.    Cara pengujian ini berlaku dan digunakan untuk benang kapas tunggal atau gintir, benang garu (carded yarn) maupun benang sisir (combed yarn)
2.    Cara pengujian ini dapat digunakan untuk tujuan perdagangan atau untuk tujuan pengendalian mutu.
3.    Cara pengujian ini meliputi pengujian kekuatan tarik per helai dan pengujian kekuatan tarik per untai.
    1. Definisi
1.    Kekuatan tarik per helai ialah besarnya gaya yang dibutuhkan untuk memutuskan satu helai contoh pengujian, yang dinyatakan dalam satuan gram.
2.    Kekuatan tarik per untai ialah beasrnya gaya yang dibutuhkan untuk memutuskan satu untaian contoh pengujian, yang dinyatakan dalam satuan kilogram atau pound.
    1. Prinsip pengujian
1.    Untuk kekuatan tarik per helai
Sehelai benang dijepit salah satu ujungnya sedang ujung lainnya diberi benang atau ditarik oleh suatu beban atau gaya. Besarnya beban atau gaya yang maksimal dapat ditahan oleh benang tersebut, menunjukan kekuatan tarik per helainya.
2.    Untuk kekuatan tarik per untai
Satu untaian benang yang digulung dengan cara – cara tertentu ditarik dengan suatu beban atau gaya diatas alat khusus.
Besarnya beban atau gaya yang makasimal dapat ditahan oleh untaian benang tersebut menunjukan kekuatan tarik per untaiannya.
    1. Penggunaan dan batas-batasnya
Untuk kekuatan tarik per helai
1.    Kekuatan tarik per helai dari benang sangat banyak menentukan dalam proses-proses selanjutnya, baik dalam prosesnya sendiri maupun hasil – hasil lainnya
2.    Kekuatan tarik per helai lebih banyak memberikan keterangan – keterangan baik mengenai ketelitian pengukuran kekuatan sendiri, maupun mulur benang serta coefficient of variation dari kekuatannya, daripada kekuatan tarik per untai.
Untuk kekuatan tarik per untai
Pengukuran kekuatan tarik per untai lebih banyak digunakan untuk tujuan pengendalian mutu benang.
    1. Peralatan
Untuk kekuatan tarik per helai
1.    Alat penguji kekuatan tarik per helai:
Jenis                            : pendulum
Penggerak                  : motor atau tangan
Kecepatan tarik           : 12 + ½ inch per menit
Waktu putus                : 20 + 3 detik sejak benang mulai ditarik
Alat ini dilengkapi dengan peralatan pencatat beban dan mulur yang dapat dibaca pada skala bacanya.
Untuk kekuatan tarik per untai
1.    Kincir penggulung benang dengan kapasitas penggulungan 1 meter atau 1 yard setiap putaran yang dilengkapi dengan
a.    Alat pencatat panjang atau jumlah putaran kincir penggulung
b.    Alat pengatur kedudukan benang (traverse)
2.    Alat penguji kekuatan tarik benang per untai:
Jenis                            : pendulum
Penggerak                  : motor atau tangan
Kecepatan tarik           :12 + ½ inch per menit
Waktu putus                : 20 + 3 detik sejak benang mulai ditarik
Alat ini dilengkapi dengan peralatan pencatat beban dan mulur yang dapat dibaca pada skala bacanya.
    1. Persiapan contoh pengujian
Persiapan contoh pengujian dilakukan sebagai berikut:
Untuk pengujian kekuatan tarik per helai
1.    Benang – benang yang berasal dari kones, cheese atau bobbin mula – mula lapisan luarnya dibuang sebanyak beberapa lapisan.
2.    Benang – benang kemudian ditarik dari samping untuk menghindari perubahan antihan dan siap untuk diuji diatas alat penguji kekuatan tarik per helai.
Untuk pengujian kekuatan tarik per untai
1.    Benang – benang yang berasal dari kones, cheese atau bobbin mula – mula lapisan luarnya dibuang sebanyak beberapa lapisan.
2.    Benang ditarik dari pengikalan dilalukan pada pengatur tegangan, traverse dan akhirnya dikaitkan pada kincir penggulung.
3.    Penarikan benang dan putaran kincir tergantung pada bentuk tempat asal benang yang ditentukan sebagai berikut:
-          dari ujung kones atau bobbin, dengan kecepatan kincir 100 sampai  300 rpm
-          dari samping cheese, dengan kecepatan kincir 20 – 30 rpm.
-          dari kincir dengan kecepatan kincir 100 rpm
4.    Setelah panjang untaian cukup, maka ujung awal benang disambung/diikatkan dengan ujung akhir benang.
5.    Panjang benang untuk setiap untaian ialah 120 yard (80 putaran)
    1. Cara pengujian
Cara pengujian dilakukan sebagai berikut:
Untuk pengujian kekuatan tarik per helai:
1.    Ujung benang dijepit pada penjepit pertama dari mesin.
Lalu benang ditarik dan dipasang pada penjepit kedua. Sebelum penjepit kedua dikeraskan maka terlebih dahulu harus diberi tegangan awal. Setelah itu barulah penjepit kedua ini dikeraskan. Jarak antara kedua titik jepit adalah 20 cm.
2.    Alat kemudian dijalankan sehingga benang mendapatkan tegangan / tarikan dan akhirnya putus.
3.    Kemudian alat diberhentikan dan pada skala baca, kita baca berapa besarnya beban / gaya yang dicapai dan mulur benang.
4.    Apabila pada penarikan terjadi slip atau benang putus pada penjepit maka pengamatan tersebut batal dan harus diulangi lagi.
5.    Jumlah pengujian adalah 40 kali.
Untuk pengujian kekuatan tarik per Untai:
1.    Untaian benang yang telah disiapkan diatur serata mungkin pada permukaan spool dari alat penguji.
2.    Alat penguji dijalankan sehingga spool yang satu menjauhi spool lainnya yang mengakibatkan untaian benang tertarik hingga akhirnya sebagian benang dalam untaian putus.
3.    Bila jarum penunjuk beban tidak bergerak lagi maka alat penguji diberhentikan dan besarnya beban serta mulur dibaca pada skala baca alat penguji.
4.    Jumlah pengujian adalah 25 kali

Mesin penguji Incline Tester
      Dasar kedua mesin penguji kekuatan tarik benang adalah incline plane tester, yang terutama banyak dipakai untuk pengujian kekuatan per helai benang dalam industri yang mengolah serat sintetis.
Gambaran umum mengenai mesin ini tertera pada gambar 43
      Pada mesin ini gaya diperoleh dengan cara menambah besar sudut yang dibentuk oleh rel pada mana gerobak beroda sebagai beban diletakan. Gaya dan mulur langsung dapat dibaca pada kertas grafik. Arah vertikal menunjukan beban dalam satuan berat (gram) dan arah horizontal menunjukan mulur dengan satuan panjang (cm).
      Mesin jenis ini dipakai untuk pengujian benang tunggal, benang gintir, benang cable, benang cord, benang filament dan penggunaan lainnya dimana kekuatan sesungguhnya diperlukan.
      Pada umumnya mesin jenis ini lebih mahal dari jenis mesin pendulum, tetapi lebih teliti dan menunjukan titik kelemahan dari benang yang diuji. Jarak titik jepit dipakai 10 inch (di USA) dapat juga divariasi misalnya 50 cm, 10 cm dan lainnya. Sudah tentu makin panjang jarak titik jepitnya makin rendah hasil kekuatan rata – ratanya. Hasil pencatatan pada kertas grafik menunjukan kurva Stress – Strain yang dapat dianalisa.
Gambar 43
Incline Plane Tester
Prinsip bekerjanya mesin
      Prinsip bekerjanya mesin Incline Plane Tester terlihat pada gambar 44. Pada waktu track (rel) pada kedudukan mula (balance), maka tidak ada gaya atau strain yang terjadi pada contoh.
Gambar 44
Skema Mesin Incline Plane Tester
Akan tetapi jika track digerakan sehingga membentuk sudut θ dan friksi diabaikan, maka gaya yang mengenai beban contoh akan berubah sesuai dengan perubahan sinus sudut θ. Karena alasan ini maka mesin Incline Plane Tester disebut sebagai mesin dengan kecepatan pembebanan tetap (constant rate of loading). Akan tetapi, untuk kebanyakan beban mesin inipun tidak betul – betul merupakan alat kecepatan pembebanan yang tetap. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kebanyakan bahan tesktil selama pengujian tidak mengikuti hukum hook (strain yang dihasilkan akan sebanding dengan intensitas stress apabila stress masih dibawah elastic limit).
Incline Plane Tester mempunyai sejumlah kecil inertia friksi yang membentuk penyimpangan pada waktu pencatatan mula – mula sekali. Akan tetapi biasanya dapat dihindari dengan kotak pertama pada grafik, dan karena itu tidak besar pengaruhnya pada hasil pengujian. Gaya yang dikenakan pada benang dapat diperhitungkan sebagai berikut:
      Gaya pada benang = (Berat gerobak) x (Sin θ), dimana θ adalah sudut yang dibentuk oleh track dimana gerobak meluncur.
Sebagai contoh, jika berat gerobak 591,5 gram dan bergerak pada sudut 20o, maka gaya yang bekerja pada benang sebagai berikut:
      Gaya pada benang     = (591,5) x (sin 20o)
                                          = (591,5) x (0,34202) = 202,3 gram
Peneraan (Kalibrasi)
      Langkah pertama dalam peneraan alat Incline Plane Tester adalah menimbang semua bahan gerobak dengan segala macam perlengkapannya termasuk pena. Lalu ada lagi kembang – kembang yang dipasangkan pada gerobak, dan pada masing – masing beban terdapat petunjuk kapasitas alat maksimum.
      Pada mesin Scot Tester, model IP-2 gerakan gerobak maksimum adalah pada sudut 25o. Karena itu gaya maksimum sama dengan berat gerobak dikalikan dengan sin 25o.
Pada tabel menunjukan hubungan kapasitas mesin IP-2 dengan berat gerobak masing- masing.
Tabel 17
Berat gerobak dan kapasitas mesin
Kapasitas (gram)
Berat gerobak (gram)
250
591,5
500
1183,1
1000
2366,2
2000
4732,4

Pada model IP-4 penunjukan maksimum gaya pada sudut 30o.
      Setelah berat gerobak dicek dan betul, kemudian lihat roda – roda dan rel apakah bersih dan bisa meluncur dengan mudah.
Pasanglah gerobak pada rel yang horizontal, apabila gerobak dapat berjalan dalam keadaan ini berarti relnya belum horizontal betul dan harus diusahakan sampai gerobak tidak berjalan sendiri apabila dihentikan. Biasanya dapat dilihat juga dengan alat kesetimbangan (waterpass).

Mesin penguji Strain Gauge
      Dasar ketiga alat penguji kekuatan tarik adalah menggunakan kecepatan mulur yang tetap untuk mengukur jumlah gaya yang diderita oleh contoh. Prinsip bekerja Strain Gauge Tester tertera pada gambar 45.
Gambar 45
Prinsip Strain Gauge
      Suatu per atau batang dipasang sebagai ganti lever. Pemegang atas J1 digantungkan pada ujung batang, pemegang bawah J2 dapat digerakan kearah tegak dan menggunakan skrup secara mekanis. Dengan bergerak J2 kebawah, gaya tarik akan timbul dalam contoh yang menyebabkan ujung batang bergerak kebawah.
Pengaruh dari perubahan letak itu dipakai untuk mengukur gaya yang sedang dikenakan pada bahan. Kalau permukaan atas batang AB bertambah panjang, dan permukaan batang CD berkurang, maka perubahan panjang ini dapat dibanding dengan gaya yang dikenakan. Diantara kedua permukaan itu terdapat bidang NL yang panjangnya tidak berubah.
      Jika sehelai kawat tahanan ditarik maka tahanan listriknya bertambah, dan sebaliknya kalau kawat itu mengkerut tahanan listriknya berkurang. Selanjutnya perubahan nilai tahanan itu sebanding dengan dengan perubahan panjang.
      Katakanlah kawat tahanan R diikat dengan perekat pada permukaan AB sehingga mulur dari AB menghasilkan mulur R. Jadi, beban yang dikenakan pada ujung BC menyebabkan perubahan panjang kawat tahanan dan perubahan nilai tahanan adalah sebanding dengan gaya yang diberikan. Lalu, perubahan nilai tahanan tersebut harus diubah ke pencatatan gaya secara visual. Pemindahan ini biasanya dicapai dengan alat yang disebut Wheatstone Bridge.
      Jika empat tahanan dibuat pada sistem pembebanan, dua dipermukaan atas dan dua lainnya dipermukaan bawah, maka tahanan – tahanan itu dihubungkan ke dalam bentuk Wheatstone Bridge seperti pada gambar 46.
Gambar 46
Wheatstone Bridge dengan empat tahanan dalam Lood Cell
      Pada waktu batang tidak berubah, tidak ada voltage akan terbentuk diantara CD apabila suatu voltage diberikan diantara AB. Dalam keadaan ini bridge dikatakan “Balanced”. Apabila suatu gaya dikenakan pada batang, penyimpangan menyebabkan perubahan nilai tahanan dan voltage dihasilkan antara CD, dan nilainya sebanding dengan gaya tersebut.
Hasil voltage dimasukan ke sirkuit elektronis yang akhirnya menggunakan pen untuk mencatat.
Keuntungan – keuntungan menggunakan alat Strain Gauge
  1. tidak terdapat error inertia dan friksi
  2. Perubahan ujung batang sangat kecil, karena itu pengetesannya dengan “constant rate of extension”.
  3. Dapat dipakai untuk macam – macam kemungkinan pengujian
Kerugian menggunakan alat strain gauge
  1. Perlu pelayanan teknisi yang asli untuk perawatan dan perbaikan
  2. Perlu pengecekan yang tetap terhadap counter “drift” dalam sirkuitnya
  3. Pembiayaan tinggi

Instron Tester
      Instron tester yang dibuat oleh Instron Engineering Corporated adalah salah satu alat yang menggunakan sistem diatas.
Gambaran umum dari alat tersebut adalah seperti pada gambar 47 berikut ini:
Gambar 47
Instron Tester (Table Model)

      Kapasitas mesin dapat dirubah, sesuai dengan bahan yang diuji, dengan mengganti load cell yang berisi Strain Gauge. Skalanya adalah 2 gram sampai 100 kg. Kecepatan dari crosshead dapat divariasi juga dari standard kecepatan 0,2 sampai 50 inch per menit dengan 8 beda kecepatan atau untuk yang kecepatan rendah (model lain) dari 0,02 sampai 5,0 inch per menit.
      Table model relatif lebih murah maka bisa dipakai pada pengendalian mutu dan hasil tanpa kehilangan efektifnya untuk pekerjaan – pekerjaan riset. Ada lagi Instron Tester yang floor model lebih baik untuk keperluan riset daripada untuk pengujian rutin dan pengendalian mutu.
Instron floor model juga menggunakan macam – macam load cell sebagai berikut: 10 – 50 gram, 100 – 200 gram, 1 – 50 pound dan 10 – 1000 pound. Tambahan load cell lain yang dipakai untuk model tertentu dengan skala 100 – 5.000 pound.
      Jarak titik jepit juga dapat diatur. Kecepatan pemegang dapat diatur dari 0,2 sampai 20 inch per menit, dapat dikembalikan dengan cepat ke pemegang bawah kalau perlu. Mesin dapat distel supaya pengujian berulang untuk mendapatkan hysteresis dan pengukuran kembalinya bentuk asal bahan diantara mulur bahan yang ditetapkan. Mesin dapat juga dapat distel untuk menghasilkan mulur minimum dan maksimum atau gaya minimum dan maksimum atau kombinasinya. Mesin dapat dipergunakan untuk pengujian dengan skala yang luas seperti misalnya beda gauge length, beda gaya, sobek, tekukan (flexing) dan pengulangan memberi gaya dan tanpa gaya pada setiap skala sebelum putus. Mesin dapat juga menghasilkan grafik kurva Stress – Strain seperti pada IP-2.
      Tersedia pada macam – macam alat pemegang (klem) tergantung keperluannya. Klem dibuat dari yang untuk unit berat misalnya untuk kain, sampai yang paling ringan dengan kapasitas 50 gram untuk menguji sejumlah serat, kawat dan sebagainya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi sifat – sifat kekuatan tarik bahan tekstil dan hasil yang diperoleh dari alat penguji kekuatan:
Panjang specimen (contoh pengujian)
      Makin panjang suatu contoh pengujian benang makin banyak kemungkinan terdapatnya bagian yang lemah pada benang tersebut. Pada waktu benang mendapat gaya tarik maka bagian yang lemah ini akan putus, sehingga hasil kekuatan tarik pada contoh yang lebih panjang cenderung akan lebih kecil daripada hasil kekuatan tarik pada contoh pengujian yang pendek.
Berikut ini merupakan gambaran berupa grafik mengenai hubungan antara panjang contoh pengujian dengan nilai kekuatan hasil pengujian.

(a)
(b)
Gambar 48
Gambaran pengaruh bagian yang lemah pada
Benang dan Panjang benang
      Apabila panjang contoh pengujian yang ditarik adalah AB maka kekuatan yang akan tercatat adalah kekuatan pada bagian yang paling lemah yaitu K1. Akan tetapi kalau pengujian dilakukan terhadap setengahnya panjang AB yaitu masing – masing AC dan BC maka kekuatan yang akan tercatat masing – masing K2 dan K1.
Rata – rata dari K1 dan K2 masih akan lebih tinggi daripada K1. Jadi pengujian terhadap contoh pengujian yang lebih pendek akan menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi. Dengan meningkatnya ketidakrataan benang tersebut maka pengaruh ini semakin besar pula.
      Pada gambar 48 (b) suatu misal benang A tidak rata dan benang B lebih rata. Pada pengujian dengan contoh pengujian yang pendek akan diperoleh hasil rata – rata kekuatan benang A lebih tinggi dari pada hasil rata – rata kekuatan benang B. Akan tetapi dengan contoh pengujian yang panjang bisa jadi rata – rata kekuatan yang diperoleh benang A akan lebih rendah dari benang B. Lebih – lebih dalam proses pemintalannya yang ketegangan diberikan pada benang – benang yang panjang maka akan terjadi bahwa benang A lebih banyak mengalami putus (end breakage) dari pada benang B (K2 < K1).
Kecepatan pembebanan dan lama waktu untuk putus
      Pengujian yang cepat akan menghasilkan breaking stress yang lebih besar dari pada pengujian yang lambat. Hal ini dialami pada pengujian benang pintalan karena pengujian yang lambat memberikan kesempatan benang membuka twistnya dan memungkinkan serat – serat yang seharusnya putus karena turut menahan juga menjadi slip.
      Karena itu dalam standar – standar pengujian biasa ditetapkan kecepatan penarikan (12 inch per menit) dan juga waktu untuk putus pada pengujian kekuatan benang tunggal adalah selama 20 detik.
Kapasitas mesin
Benang yang ditarik dengan mesin yang berkapasitas tinggi akan memberikan kekuatan yang lebih besar karena waktu untuk memutuskan menjadi cepat sekali.
Mulur benang
Suatu benang yang mulurnya besar akan memerlukan waktu yang lama untuk putus, Karena itu hasil pengujian cenderung akan lebih rendah.














ANALISA PENGUKURAN – PENGUKURAN KEKUATAN
Cara – cara menyatakan kekuatan
      Didalam praktek dibidang pertekstilan ada beberapa cara untuk menyatakan kekuatan tarik

Tensile Strength
      Tensile strength adalah tenaga (force) atau beban yang diperlukan untuk memutuskan (to rupture) bahan per unit luas penampang. Jika F adalah tenaga atau beban pemutus, sedang A adalah luas penampang bahan yang dikenai beban, maka Tensile Strength:
 



      Dengan mempergunakan satuan – satuan inggris untuk kekuatan serat biasanya dinyatakan dalam pound/inch2 atau satuan metrik dalam kg/mm2. Hasil pengujian dalam pressley tester biasanya diperhitungkan kedalam satuan pound/inch2.
Untuk serat kapas misalnya, dengan tensile strength 80.000 pound/inch2 termasuk kekuatan yang cukup (average).
      Kadang – kadang kekuatan serat kapas dapat dinyatakan pula dalam “Pressley Index” dari mana dapat diperhitungkan pound/inch2. Akhir – akhir ini terdapat pula istilah strength index yang dipakai untuk menyatakan tingkat kekuatan serat, dimana index 100 merupakan tingkat kekuatan yang cukup (average).

Skein Strength (lea strength)
      Skein strength atau kekuatan per lea (diterjemahkan juga ke kekuatan per untai) adalah kekuatan yang diperoleh dari kekuatan skein dimana skein itu dibuat dari 80 putaran benang atau 120 yard. Biasanya dinyatakan dalam lbs per lea (satuan inggris) atau bisa juga dalam kg per lea.
      Baik benang kapas maupun benang pintal serat sintetis (spun synthetic yarn) dapat dinyatakan kekuatannya dalam unit tersebut.

Count Strength Product (CSP)
      Bisa juga skein strength diganti dengan CSP agar lebih teliti dalam membandingkan diameter kekuatan benang.
CSP adalah hasil perkalian antara nomor benang (Ne1) dengan kekuatan benang (pound/lea).
      Dalam skala nomer benang yang dekat CSP benang – benang tersebut boleh dikatakan tetap. Dalam skala nomor yang jauh CSP tersebut harus diberi koreksi.

Single Strand Strength (Kekuatan per helai)
      Kekuatan per helai dari benang atau serat yang dinyatakan dalam lbs, ounce atau gram per helai. Pernyataan kekuatan per helai ini harus selalu disertai nomor benang yang bersangkutan.

Tenacity
      Tenacity adalah tenaga atau beban yang dikenakan pada bahan setiap unit kehalusan. Tenacity merupakan dasar yang paling baik untuk membandingkan kekuatan dari macam – macam bahan.

Breaking Length (Panjang memutus = BL)
      Kebanyakan dipakai di negara – negara eropa, dan dikenal juga dibeberapa negara lainnya. Breaking length adalah panjang benang yang beratnya sama dengan breaking strength benang tersebut, unitnya bisa meter ataupun kilometer.
CSP sebenarnya juga BL, hanya CSP adalah panjang benang (dengan unit hank) yang beratnya sama dengan kekuatan per lea, atau:
 




Perbandingan antara hasil pengujian per lea dan per helai
      Pernyataan yang sering timbul dari hasil pengujian tersebut adalah bagaimana perbandingan antara kekuatan per lea dan kekuatan per helai. Sayang tidak ada jawaban yang pasti untuk pertanyaan tersebut. Kalau ideal tidak ada faktor – faktor yang mempengaruhi dapatlah dikatakan bahwa hasil pengujian per lea akan sama dengan rata – rata 160 kali hasil pengujian per helai.
      Seperti diuraikan terdahulu banyak faktor yang mempengaruhi seperti twist, ketidak-seragaman, persiapan contoh dan lain – lain. Maka berlaku ketentuan bahwa hasil pengujian per lea selalu lebih rendah dari pada 160 kali hasil pengujian per helai.
      Hasil suatu studi menunjukan hubungan antara kedua hasil pengujian itu dengan tidak membedakan nomor benang, panjang staple, twist, ketidakseragaman, dan faktor – faktor lainnya.
Karena itu hasil studi ini semata – mata hanya menyajikan petujuk rata – rata apa yang bisa diharapkan.
Rumus hubungan yang dimaksud sebagai berikut:
      Untuk benang carded :
                                          Kl = - 6 + 119,5 Kh
      Untuk benang combed :
                                          Kl = - 6 + 132,1 Kh
      Dimana :         Kl         = kekuatan per lea (pound)
                              Kh        = kekuatan per helai (pound)
Hasil – hasil pengujian dan banyak kali dilakukan dengan jangka waktu yang lama didapat hubungan sebagai berikut:
      Untuk benang tunggal:
                                          Kl = (100 sampai 125) Kh
      Untuk benang gintir:
                                          Kl = (120 sampai 140) Kh

Pengaruh nomor pada kekuatan benang
      Sudah dikemukakan terdahulu bahwa untuk benang – benang yang nomornya sangat dekat bisa dianggap sama CSPnya. Tetapi untuk benang – benang yang berbeda jauh nomornya haruslah ada faktor koreksi.
Hubungan dapat diwujudkan sebagai berikut:
 



Dimana:    N1 = Nomor benang (sistem inggris)
                  N2 = Nomor menurut spesifikasinya
                  K1 = Kekuatan benang per lea hasil pengujian
                  K2 = Kekuatan benang per lea yang dikoreksi
                  F = Faktor koreksi.
Dari data pengujian per lea yang banyak terkumpul dapat diketahui bahwa koreksi faktor F itu bervariasi menurut panjang staple serat kapas.
E.B Grover dan D.S Hamby menunjukan rata – rata koreksi faktor F yang diperoleh Compbele = 21,7

                              Atau,

      Sebagai contoh, kalau CSP untuk benang Ne1 20/1 adalah 2000, maka Count Strength Product benang Ne1 21/1 adalah:
 


dan Count Strength Product benang Ne1 19/1 adalah:
 


Kekuatan per lea yang dikoreksi sebagai berikut:


ASTM menyarankan koreksi faktor sebesar 18,3 dan ada yang lainnya lagi 17,64.
Bisa terjadi perbedaan koreksi faktor ini karena beberapa alasan antara lain karena beda cara proses, beda varietas kapas dan lain – lain.

Analisa kurva Stress – Strain
      Sifat – sifat bahan yang ada hubungannya dengan keadaan dibawah pengaruh gaya yaitu sifat – sifat  mekanik dinyatakan dengan beberapa besaran mutu yang terdiri dari kekuatan (strength), kekakuan (stiffness), elastisitas (elasticity), resilience dan toughness.
      Terdapat pengetahuan yang luas tentang keadaan suatu bahan yang ada hubungannya dengan kelima besaran mutu yang penting itu, mencakup pengetahuan tentang keadaan yang ditimbulkan karena tiga macam gaya yaitu gaya tarikan (tensile), gaya tekanan (compresive) dan gaya shearing dan juga pengetahuan tentang pengaruh pada sifat – sifat mekanik itu yaitu pengaruh waktu, temperatur dan dalam hal benda – benda yang menyerap air seperti halnya serat tekstil pada umumnya termasuk juga kandungan air.
      Bending menghasilkan tarikan (tensile) dan tekanan (compresive) dalam bahan secara simultan, karena itu menurunkan juga sifat – sifat yang berhubungan dengan tarikan dan tekanan.
      Puntiran atau twisting menghasilkan gaya shearing dalam bahan dan karena itu menurunkan pula sifat shearing. Informasi secara kuantitas tentang kelima sifat – sifat mekanik yang penting ini diperoleh dengan cara memberikan pada contoh bahan suatu gaya (stress) yaitu tarikan (tensile), tekanan (compressive) atau shearing dan diamati perubahannya pada tiap jumlah stress.
Cara yang paling umum ialah dengan menambah gaya sedikit demi sedikit sampai putus.
      Kebanyakan pengujian mekanik dikerjakan pada skala pemberatan (rate of loading) yang konstan dengan pengamatan atau pencatatan secara otomatis terhadap beban dan mulur sekaligus darimana kurva stress – strain dapat dibuat.
      Pada pengujian kekuatan benang secara rutin biasanya orang hanya mencatat kekuatan dan mulur. Tetapi sebenarnya masih terdapat sifat – sifat yang penting untuk dapat dianalisa dari kurva stress – strain dan sifat – sifat lainnya seperi diuraikan diatas. Bentuk umum kurva stress – strain seperti terlihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 49
Bentuk umum kurva Stress – Strain
Kekuatan
      Apabila suatu gaya luar (gaya tarik atau tensile) beraksi pada satu ujung beban sedang ujung yang lain tetap, gaya dalam (tegangan) sesuai dengan gaya luar akan terjadi untuk melawan atau menahan gaya luar itu. Jumlah gaya – gaya itu setiap bagian sama dengan jumlah gaya – gaya luar.
Kekuatan dari bahan (dalam tegangan) sama dengan jumlah gaya – gaya dalam penambang bahan pada saat putus pada penampang itu.

Breaking Stress P
      Ada yang menyebutnya Tensile Strength, adalah kekuatan yang dinyatakan dalam unit stress yaitu gaya per unit luas penampang. Jika gaya atau beban Fu dibutuhkan untuk memutuskan bahan, dan luas penampang adalah A, maka:
 



      Dalam term engineering, jika Fu dinyatakan dalam kg dan A dalam mm2, maka satuan Breaking Stress adalah dalam kg/mm2.
Dalam term textile, unit stress lebih sering dinyatakan dalam stress per unit kehalusan dan unit stress yang didasarkan pada kehalusan yang disebut tenacity.


Jika Fu dinyatakan dalam gram dan f dalam denier atau tex, maka breaking tenacity dalam g/den atau g/tex.

Stress (Tenacity) pada tiap Strain 1
      Sering diperlukan untuk membandingkan dua benang atau lebih dalam hal tenacity-nya pada suatu mulur (strain) tertentu.
Hal ini diperlukan terutama untuk mengetahui berapa beban yang diperlukan untuk menghasilkan mulur tertentu.
      Unit stress Pe pada tiap Strain e dinyatakan dalam rumus seperti breaking stress (breaking tenacity) P, hanya gaya atau beban Fu diganti dengan Fe untuk menghasilkan mulur (strain) e.


Mulur
      Kalau suatu benda dipegang ujung yang satu sedang ujung yang lain mendapat gaya tarik luar maka akan terbentuk gaya dalam yang melawan dan sama dengan gaya luar, dan benda itu mengalami perubahan bentuk karena gaya luar itu. Perubahan bentuk yang paling biasanya adalah mulur yaitu perubahan panjang yang diikuti oleh pengurangan sedikit penampangnya.



Mulur pada waktu putus (breaking strain)
      Ada yang menyebutkan ultimate elongation, adalah mulur pada waktu putus dan dinyatakan dalam unit strain atau persentase strain. Unit strain adalah mulur per unit panjang bahan. Persentase strain adalah unit strain x 100.
      Dalam literatur – literatur pertekstilan strain kadang – kadang dinyatakan dalam unit strain atau persentase strain. Jika mulur bahan yang panjangnya L pada waktu putus karena diberi gaya tarik sebesar Fu adalah lu, maka:
 



Strain pada tiap stress P
      Strain ini diperlukan untuk mengetahui mulur yang dihasilkan pada suatu pembebanan pada suatu tekstil yang direncanakan untuk keperluan tertentu misalnya saja dalam pembuatan V. belt, tali (cord) yang akan dipakai harus memiliki mulur yang relatif rendah pada waktu bekerja. Karena itu kebanyakan cord ini diuji dengan mesin yang secara otomatis mencatat kurva stress – strainnya. Kurva ini dianalisa jumlah strain atau mulur pada suatu beban tertentu.
      Jika strain ep pada setiap stress p, maka rumus strain sama dengan diatas. Umumnya lu diganti dengan lp, jadi:
 

















KEKAKUAN (STIFFNESS)
      Stiffness adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan perubahan bentuk. Dalam hal benda mendapat gaya tarik maka stiffness adalah kemampuan menahan mulur yang disebabkan bekerjanya suatu gaya. Pada evaluasi tekstil, pada dasarnya ada tiga kriteria kekakuan dalam evaluasi tekstil sebagai berikut:
Kekakuan rata – rata  (Average Stiffness)
      Kekakuan rata – rata adalah kekakuan bahan dari keadaan asal sampai putus. Kekakukan ini merupakan perbandungan antara unit breaking stress P dengan unit breaking strain E, jadi:
 



      Kekakuan rata – rata merupakan suatu petunjuk karakter umum bahan dalam hal mutu kekakuan. Karena E tidak berdimensi, maka dimensi Sa secara matematik sama dengan dimensi P yaitu kg/mm2 dalam engineering dan g/denier atau g/tex dalam bidang tekstil.
      Pada kurva stress-strain (gambar 51) ditunjukan oleh slope garis O-U yang menghubungkan titik asal dengan titik putus.
      Kekakuan rata – rata dapat juga merupakan rata – rata stress setiap persentase mutu x 100.

Kekakuan elastis (Elastic stiffness)
      Kekakuan elastis adalah kekakuan bahan dengan elastis limit atau yield point y. Kekakuan ini ditunjukan dengan slope dari kurva stress – strain (gambar 51) antara titik asal 0 dan tiitk yield y (atau garis lurus yang menghubungkan 0 dan y apabila kurvanya tidak lurus antara 0 dan y).


Dimensinya adalah kg/mm2 atau g/denier atau g/tex. Seperti halnya kekakuan rata – rata. Dalam istilah – istilah engineering atau ilmiah, elastic stiffness ini disebut modulus of elaticity atau modulus young.
Dalam tekstil ada juga yang menyebutnya initial young’s modulus. Dalam pemakaian – pemakaian tertentu, suatu serat atau bahan perlu diketahui elastic limit atau elastic stiffnessnya. Kalau serat mempunyai kemampuan yang kecil untuk kembali kebentuk semula, maka sekali elastic limit terjadi bahan tersebut tidak bernilai baik. Sebagai misal, dalam pembuatan diafragma apabila tekstil yang dipakai tidak memiliki stiffness atau elastic limit yang mampu untuk menahan tekanan yang dikenakan pada diagfragma itu, maka tidak bernilai baik lagi setelah pengembangan pertama dari diagfragma. Akan sama halnya dalam penggunaan untuk pakaian dan juga untuk keperluan industri.
      Untuk bahan – bahan logam atau lainnya yang mempunyai elastis limit yang jelas ditandai dengan yield point pada kurva stress – strain, maka elastic stiffness bisa ditentukan dari kurva itu. Akan tetapi untuk bahan – bahan tekstil yang kebanyakan merupakan bahan berpolimer tinggi menunjukan kombinasi sifat plastis dan elastis bila diberi stress, maka tidak jelas letak elastis limitnya. Letak dan bahkan adanya yield point pada kurva stress – strain tergantung pada keadaan pengujian.
      Karena itu dalam mempelajari kekakuan bahan tekstil dengan stress atau strain yang kecil yaitu dalam skala beban dan mulur kecil yang dikenakan pada bahan maka sangat baik membandingkan kekakuan macam – macam bahan dengan setiap stress atau strain yang ditetapkan misalnya pada tiap 1 g/tex atau 5 g/tex dan sebagainya atau pada tiap 1 persen mulur (0,01 strain) atau 2 persen mulur (0,02 strain) dan sebagainya.

Kekakuan pada setiap stress P
      Kekakuan Sp dengan stress p ditentukan sebagai berikut:


Kekakuan setiap strain c
      Kekakuan Sc dengan strain c ditentukan sebagai berikut:


Kalau p dinyatakan dalam kg/mm2 atau g/denier atau g/tex, maka Sc juga dinyatakan dalam kg/mm2 atau g/denier atau g/tex.
      Karena nilai kekakuan kebanyakan dipakai untuk tujuan perbandingan, maka dianjurkan menggunakan kekakuan rata – rata atau kekakuan elastis. Karena kekakuan rata – rata menunjukan gambaran yang menyeluruh bahan dari asal ke putus, maka kekakuan tersebut memberikan dasar yang cukup untuk perbandingan – perbandingan pada umumnya.
      Seperti diterangkan dimuka bahwa kekakuan elastis adalah kekakuan bahwa dan elastis limitnya, dan kekakuan ini dapat dipergunakan sebagai index yang amat baik untuk pembanding kemampuan serat atau benang untuk mengabsorbsi strain tanpa perubahan bentuk yang permanen.

Toughness
      Toughness adalah ukuran kemampuan untuk mengabsorbsi kerja dan memberikan petunjuk keawetan bahan. Ukuran secara kwantitas kerja ini adalah hasil kali gaya dengan jarak dimana gaya itu bekerja.
      Jadi , Kerja  = F . I .
Kalau suatu benda mendapat gaya tarik, maka perubahan yang paling besar adalah kearah panjang menurut arah dimana tarikan itu diberikan.
      Setiap nilai pertambahan gaya F menghasilkan pertambahan mulur yang kecil ▲l, dan pertambahan kerja yang diabsorbsi sama dengan F . ▲l. Jumlah dari semua pertambahan kerja yang diabsorbsi antara l = 0 dan l = ln (mulur pada waktu putus) sama dengan jumlah kerja yang diperlukan untuk memutus bahan yang dirumuskan sebagai berikut:
      Jumlah toughness       ( kerja untuk memutus)


Jika F dinyatakan dalam kg dan l dalam mm, maka dimensi kerja untuk memutus dalam kg mm.
Kalau mulur dalam satuan panjang (seperti mm) diplot pada panjang masing – masing beban dalam satuan gaya (seperti gram) pada suatu kertas grafik hingga menghasilkan kurva (lihat gambar 51) maka luad daerah dibawah kurva merupakan ukuran kerja yang diabsorbsi untuk memutuskan bahan.
      Disarankan bahwa modifikasi term toughness dipakai kriteria kwantitas toughness dengan ketentuan kerja yang diabsorbsi per unit volume V, atau jika dalam bahan tekstil dengan ketentuan kerja per satuan kehalusan f per satuan panjang (yaitu per satuan masa) sebagai berikut:




Toughness Index Wi
      Toughness index adalah toughness bahan dari keadaan asal sampai putus dimana kurva beban mulur dari titik mula – mula 0 ketitik putus U merupakan garis lurus. Index ini berguna untuk membandingkan Toughness bahan satu dengan lainnya menggunakan beban dan mulur pada waktu putus yang pengujiannya sangat sering dilakukan dalam pengujian kekuatan. Hanya saja terdapat error karena menganggap kurva O – U merupakan garis lurus, sedang nyatanya belum tentu garis lurus.
      Jika  dalam engineering F dinyatakan dalam kg, l dalam milimeter dan V dalam mm3, maka luas dibawah kurva garis lurus adalah ½ Fu lu dan penyebarannya sebagai berikut:


      Karena V = AL
      Maka :

 


      Karena

     
Maka:
 


Karena
 


Maka

Meskipun satuan toughness sering dinyatakan dalam satuan stress, tetapi harus dibayangkan bahwa Toughness adalah kerja yang diabsorpsi per satuan volume (massa).
Dalam bisand tekstil, Toughness index dapat dinyatakan sebagai kerja per satuan kehalusan per satuan panjang. Hal ini sesuai dengan kerja per satuan volume. Jika Fu dinyatakan dalam gram, lu dalam cm dan f dalam denier atau tex, sehingga:
 


                                                      ......................
 


                                                      ......................
 


......................
 


                                                      .......................

Breaking Toughness Wn
      Breaking toughness atau ada yang menyebut Average Toughness adalah kerja yang sesungguhnya per satuan volume (atau satuan massa) bahan yang diperlukan untuk memutus bahan tersebut dan diukur dengan luas dibawah kurva stress – strain dari titik asal 0 ke titik putus U.
Penyebarannya sesuai dengan pada Toughness index diatas dan hasil dari integral. Jadi dalam term engineering dan term tekstil sebagai berikut:


      Dengan satuan                (engineering)
 


                                          Atau             (tekstil)

Elastisitas (Elasticity)
      Elastisitas adalah kemampuan benda untuk kembali ke bentuk asal atau dimensi asal secara penuh atau sebagian. Dalam hal benda mendapatkan tarikan yang mengakibatkan mulur, maka elastisitas adalah kemampuan benda untuk memendek lagi ke panjang semula apabila tenaga dilepaskan.
Dalam bidang engineering, biasanya ukuran elastisitas yang berhubungan dengan tensile (beban) adalah beban yang diberikan dimana bahan tidak mengalami perubahan bentuk yang permanen.

Limit elastis (elastic limit)
      Limit elastis suatu bahan adalah limit stress dimana intensitas stress tersebut sebanding dengan strain. Limit elastis biasanya dinyatakan dalam term yield stress (py) yang merupakan stress pada yield point y.
     
Dalam term engineering,
 



      Dalam term tekstil,


Kalau kembalinya mulur lebih dipertimbangkan dari pada kembalinya beban maka limit elastis dinyatakan dengan term yield strain (ey) yang merupakan strain pada yield point y.
                                            ................. (tanpa satuan)

Derajat Elastisitas
      Untuk bahan – bahan tekstil sukar ditentukan untuk limit elastis dengan tepat. Karena itu agar perkiraan untuk limit elastis cukup baik biasanya untuk bahan tekstil dipilih stress dibawah yield point itu.
      Selain dari itu benang atau serat tekstil yang ditarik bukan pada limit elastis maka dipakai derajat elastisitas (ada yang menyebutnya elastic recovery) yaitu perbandingan antara kembalinya strain dengan strain seluruhnya. Bisa juga dinyatakan dalam persen. Jadi apabila suatu benda dikenakan stress p yang menghasilkan strain e, dan setelah stress dihilangkan strain menjadi er, maka derajat elastisitas adalah:
                                                        ....................... (tanpa satuan)

Untuk jelasnya lihatlah gambar berikut:
      AB       = panjang semula
      BD       = jumlah pertambahan panjang
      CD       = kembalinya strain
      BC       = keadaan permanen
Derajat elatisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantara lain waktu kembalinya strain, kandungan air pada bahan, dan jumlah strain yang terjadi. Karena itu dalam membandingkan bahan perlu dikhususkan kondisi dimana derajat elastisitas ditentukan.

Resilience
      Resilience adalah kemampuan untuk mengabsorbsi kerja tanpa menyebabkan perubahan bentuk yang permanen atau dengan perkataan lain, kemampuan untuk kembali. Resilience bisa dibayangkan sebagai luas daerah dibawa kurva stress – strain sampai limit elastis.

Yield resilience Ry
      Ada yang menyebutnya resilience modulus adalah kerja per unit volume (atau per unit kehalusan) benda yang dibutuhkan untuk merubah benda ke yield point (limit elastis) dan yang dapat kembali penuh. Karena kurva stress – strain merupakan garis lurus dari asal ke yield point, maka:

 




Kalau bagian yang kembali tidak merupakan garis lurus, maka pernyataan yang tepat adalah



Dimana p’ adalah stress pada kurva yang kembali.
Kalau resilience pada tiap stress p adalah Rp, maka:



dan resilience pada tiap strain e, Re, maka:





Derajat resilience D.R.
      Derajat resilience adalah perbandingan antara kerja yang dapat dikembalikan dan jumlah kerja pada tiap stress p atau tiap strain e, jadi:




      dan,




Karena perbandingan, maka D.R. tidak mempunyai dimensi.
Untuk memperjelas uraian mengenai derajat elastisitas dan derajat resilience perkalian juga kurva stress – strain berikut:
Gambar 51
Kurva Stress – Strain
 







Ringkasan dari uraian analisa kurva stress – strain tersebut dapat dilihat pada tabel 18. Untuk
      Untuk memperoleh gambaran sifat – sifat mekanik yang hubungannya dengan gaya tarik dari beberapa bahan tekstil dapat dilihat pada tabel 18. Kekuatan tenacity disusun dari kuat ke lemah, Kekakuan dari kaku ke lembek. Toughness dari liat ke rapuh. Dari tabel tersebut dapat kita lihat misalnya sutera beberapa kali lebih kaku dari pada wol dan kapas beberapa kali lebih kaku daripada sutera, sedangkan gelas merupakan bahanyang paling kaku. Asetat rayon kira – kira sama lembeknya dengan wol dan viskosa rayon kira – kira sama dengan sutera.
      Serat – serat yang paling kuat (seperti gelas, flax dan rami) sangat kaku, tetapi sangat tidak liat atau sangat rapuh. Kombinasi daripadanya adalah getas. Kombinasi antara toughness yang rendah dan kekuatan yang rendah, adalah terlalu lembut atau menyebabkan seratnya jelek.

Pengaruh sesaat dan waktu pembebanan
      Untuk mempelajari sifat bahan karena pengaruh sesaat dan aktu pembebanan, perhatikan gambar berikut ini:
Gambar 52
Pengaruh Sesaat dan waktu pembebanan

      Jika suatu beban yang tetap dikenakan pada bahan selama waktu pada saat titik O ke T pada grafik, maka bahan tersebut mula – mula memanjang dengan cepat karena pengaruh sesaat dan kemudian memanjang perlahan karena pengaruh waktu. Jumlah perpanjangan tersebut disebut “creep”. Kalau beban dilepas maka mula – mula bahan kembali kearah bentuk semula dengan cepat, kemudian lambat dan mungkin masih ada sisa perpanjangan yang disebut dengan “perpanjangan permanen”.
      Perpanjangan bahan pada dasarnya ada dua macam yaitu “perpanjangan elastis” yang masih bisa kembali ke bentuk asal dan “plastis” atau “perpanjangan permanen” yang tidak dapat kembali ke bentuk awal.  Sama halnya dengan “creep”, bisa dikatakan ada dua bagian yaitu “primary creep” yang kembali dan “secondary creep” yang tidak kembali.

Derajat elastisitas dan kestabilan dimensi
      Satu aspek kestabilan dimensi, terutama pada kain, adalah kemampuan pakaian untuk bertahan pada bentuknya. Seperti misalnya, pada celana yang dibuat dari bahan yang rendah derajat elastisitasnya akan segera menunjukan cembung bekas lutut.
















Tabel 18
Petunjuk Umum Sifat – Sifat Mekanik
Beberapa Serat
(Tenacity – Average Stiffness – Toughness Index)
Tenacity
Average Stiffness
Toughness Index
Jenis Serat
P (g/tex)
Jenis Serat
Sa (g/tex)
Jenis Serat
Wi (g/tex)
Gelas
58
Gelas
2900
Nylon (reg)
4.5
Nylon (strong)
58
Flax
2700
Nylon (Strong)
4.1
Flax
55
Henep
2000
Sutera (Boiled)
4
Rami
50
Jute
1850
Sutera (Tussah)
3
Abaca (manila)
46
Abaca
1750
Viskosa (HT)
2.1
Nylon (reg)
45
Rami
1670
Wool
2
Henep
40
Sisal
1270
Viskosa (MT)
1.9
Kapas
40
Kapas
570
Viskosa (RT)
1.7
Sutera (Tussah)
38
Nylon (Strong)
410
Asetat (RT)
1.6
Sisal
37
Sutera (Tussah)
240
Kapas
1.4
Sutera (Boiled)
35
Nylon (Reg)
220
Casein
1.4
Viskosa (HT)
33
Sutera (Boiled)
150
Cupro (RT)
1.3
Jute
28
Viskosa (MT)
150
Rami
0.8
Viskosa (MT)
24
Cupro (RT)
140
Abaca
0.7
Cupro (RT
19
Viskosa (RT)
100
Gelas
0.6
Viskosa (RT)
18
Asetat (RT)
50
Flax
0.6
Asetat (RT)
13
Wool
40
Sisal
0.5
Wool
13
Casein
20
Henep
0.4
Casein
7


Jute
0.2

* Pada tabel tersebut sudah tersusun Kekuatan tenacity dari serat yang disusun dari kuat ke lemah, Kekakuan serat dari kaku ke lembek dan Toughness serat dari liat ke rapuh.









KENAMPAKAN DAN GRADE BENANG
      Didalam perdagangan agaknya kenampakan dari benang merupakan faktor yang penting dalam penentuan mutu maupun harga dari benang. Pemeriksaan kenampakan benang meliputi satu atau beberapa hal antara lain:
·         Kebersihan, yaitu mengenai banyak sedikitnya kotoran (kulit biji, sisa – sisa daun dan kotoran – kotoran lainnya)
·         Kerataan benang, yaitu meliputi juga banyak sedikitnya nep dan slub, rata tidaknya twist dan sebagainya.
·         Jumlah Hairiness (bulu)
·         Warna
·         Kilat
·         Pegangan
·         Cacat
Memang sukar menilai kenampakan benang begitu saja karena sifat penilaian yang subjektif. Bisa saja terjadi penilaian yang bagus oleh seseorang tetapi mendapatkan penilaian yang buruk oleh orang yang lainnya untuk benang yang sama.
      Untuk menyeragamkan penilaian itu, maka orang menggunakan alat pembanding. Dalam hal kenampakan tertentu misalnya nep atau cacat dapat dengan cara menghitung jumlah nep atau cacat tersebut setiap panjang benang tertentu.

Benang Kapas
      Grade benang kapas ditentukan dengan cara membandingkan secara visual dengan foto grade standard. Standar grade bennag ini pada mulanya dibuat oleh USDA (United Stated Departement of Agriculture) yang kemudian dipakai dan disebar luaskan oleh American Society fot Testing Material atau ASTM.
      Lengkapnya standard ini terdiri dari lima papan yang dibalut dan masing – masing berskala nomor benang dengan jumlah benang untuk masing – masing skala nomor seperti tampak pada tabel 20. Masing – masing papan tersebut juga berisi empat macam foto grade standard yaitu A, B, C dan D seperti terlihat pada gambar 53.



Nomor Benang (Ne1)
Benang per inch
3.0 - 7.0
16
7.0 - 16.5
20
16.5 - 32.0
26
32.0 - 65.0
38
65.0 - 125.0
48
Tabel 20
Jumlah benang per inch pada grading benang







Lalu, berikut ini adalah gambar dari standar grade benang untuk kapas:
Gambar 53
Standar Grade untuk benang kapas

      Untuk menentukan grade suatu benang, mula – mula benang tersebut digulung pada papan hitam yang berukuran 5 x 9 inch dengan alat yang biasa disebut Yarn Inspector atau Seriplane. Gambaran alat ini dapat dilihat pada gambar 54.




Gambar 54
Alat Penggulung Benang (Yarn Inspector)
      Benang digulung dengan alat ini pada papan hitam dengan tegangan benang yang cukup dan jumlah benang per inch sesuai dengan tabel 20. Sebagai misal, kalau benang yang diperiksa adalah Ne1 20/1 maka benang itu harus digulung dengan jumlah 26 per inch. Kemudian hasil penggulungan itu dibandingkan dengan Standar Grade secara visual dan gradenya dicatat sebagai grade A, B, C atau grade pertengahannya plus atau minus. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh belih dari seorang dan hasilnya dirata – ratakan.
Grade
Penilaian
Index
A dan diatasnya
Excelent
130
B+
Very good
120
B
Good
110
C+
Average
100
C
Fair
90
D+
Poor
80
D
Very poor
70
BG
Bilon grade
60
      Untuk keperluan analisa data misalnya saja dalam evaluasi beberapa macam benang dari hasil beberapa macam proses penilaian grade diatas diberi penilaian angka. Angka – angka index yang disarankan untuk masing – masing grade tampak dalam tabel 21.
Tabel 21
Grade benang dan Indexnya






      Pemeriksaan grade tersebut yang karena dilakukan secara visual maka mengandung banyak kemungkinan variasi hasilnya. Karena itu agar sejauh mungkin variasi itu dapat diperkecil, maka sebaiknya diciptakan kondisi yang tetap dalam membandingkan misalnya sinar yang dipakai, sudut jatuhnya sinar ke papan dan sebagainya.

Benang filament
      Penilaian grade benang – benang filament biasanya sebagai berikut: mutu pertama, mutu kedua dan mutu jelek. Perbedaan penilaian grade itu disebabkan karena adanya karakteristik mutu seperti misalnya jumlah filament yang putus, loop, knot, benang kotor, penggulungan yang jelek, shade dan sebagainya.
      Benang masuk mutu jelek meliputi cacar mutu lain selain cacat yang dapat dilihat mata seperti jelek afinitasnya, denier yang tidak sesuai, jumlah filament yang tidak sesuai, benang yang lemah, dan cacat – cacat lainnya.




















PENGUJIAN TWIST
      Bagaimana pentingnya peranan twist pada benang sebagian banyak orang telah mengetahui. Demikian pula pengujian atau pengukuran jumlah twist per inch pada benang, apakah benang tunggal, gintir, cable atau benang dengan konstruksi lain yang dibuat dari serat staple atau filament adalah penting, bukan saja baik seorang teknisi, tetapi juga bagi pengawas produksi dan pimpinan perusahaan.
      Bagi teknisi penting karena jumlah twist pada benang dapat mempengaruhi sifat – sifat fisik benang, pemakaian benang (apakah untuk lusi, pakan atau rajut) dan juga kenampakan (appereance) hasil akhirnya.
      Bagi pengawas produksi penting dalam pengecekan mesin apakah sudah sesuai pembuatan jumlah twistnya. Bagi pimpinan penting karena jumlah twist mempengaruhi jumlah produksi. Dalam pemintalan umumnya, perubahan twist akan merubah kecepatan rol depan. Makin tinggi twist yang ingin didapatkan, maka akan makin lambat pula kecepatan rol depan yang harus diatur, yang berarti produksi semakin kecil. Begitu pula sebaliknya, makin rendah twist yang ingin didapatkan, maka akan makin cepat pula kecepatan rol depan yang harus diatur, yang berarti produksi semakin besar.

Arah twist
      Arah twist pada benang dibedakan atas arah puntiran Z dan arah puntiran S seperti terlihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 55
Arah twist

      Cara untuk menentukan arah twist adalah dengan cara memegang contoh benang yang berukuran pendek (berukuran antara panjang ibu jari dan telunjuk dari tangan), kemudian putarlah dengan tangan kanan ke arah kanan (arah jarum jam), apabila twist pada benang terbuka berarti arah twistnya adalah Z, namun apabila diputar dengan tangan kanan ke arah kiri (berlawanan arah jarum jam) dan twist pada benang terbuka berarti arah twistnya adalah S. Biasanya benang – benang tunggal arah twistnya Z sedang benang – benang gintir arahnya S agar diperoleh benang yang balance.

Jumlah twist
      Jumlah twist pada benang adalah jumlah puntiran atau antihan pada benang tersebut per unit panjang dari benang dalam keadaan ada twistnya. Bagi pengawas produksi mesin pintal memang cukup menggunakan jumlah twist per inch untuk menyetel mesinnya, tanpa diperhatikan nomor benangnya. Cara lain menyatakan jumlah twist adalah dengan besarnya “twist faktor” atau “twist multiplier” yang mungkin telah menggambarkan karakter benang karena twist, meskipun tanpa menyebutkan nomor benangnya.
Gambar 56 menggambarkan unsur benang yang ideal, menunjukan sehelai serat dipermukaan benang melingkar mengitari poros benang.
Gambar 56
Sudut Twist

Sudut twist adalah sudut diantara garis singgung pada arah serat dengan poros benang. Kalau twist dibuka akan tampak seperti gambar sebelah kanan. Misalkan diameter d dan tinggi benang satu putaran twist penuh adalah l, maka :

 


Dan
 


Sehingga
Pada penomoran sistem tak langsung, diameter benang sebanding dengan kebalikan akar nomor benang, jadi:


Selanjutnya dengan mensubstitusikan hubungan antara diameter benang dan sudut twist, maka akan didapatkan persamaan:

                 
                              atau,
Konstanta K disebut “twist faktor” atau “twist multiplier” yang harganya sebanding langsung dengan tangen sudut twist. Dengan perkataan lain untuk benang kapas yang berbeda nomornya tetapi sama twist faktornya akan sama pula tingkat kekerasan dan karakter twistnya.
      Benang kapas dengan twist faktor 3.0 adalah lemas (soft) sedang twist faktor 6.0 akan keras. Pemilihan twist faktor tergantung pada pemakaian benang apakah akan dipakai untuk benang lusi, benang pakan, benang rajut atau lainnya. Sebagai pedoman, untuk benang kapas dapat dipakai ketentuan sebagai berikut:
                  Benang lusi                 ........................................... K = 4,75
                  Benang pakan             ........................................... K = 3,50
                  Benang rajut                ........................................... K = 3,00
Twist faktor K yang dimaksud, merupakan twist faktor rata – rata untuk benang yang dibuat dari serat kapas yang panjangnya 1 inch.  



Twist faktor berkurang 0,05 tiap 1/16 inch untuk serat kapas yang lebih panjang dari 1 inch dan twist faktor bertambah 0,05 tiap 1/16 inch untuk serat kapas yang lebih pendek dari 1 inch. Sumber lain menyebutkan ketentuan sebagai berikut:
                  Benang rajut    .................................................. K = 2,25 – 3
                  Benang pakan .................................................. K = 3 – 4
                  Benang lusi     .................................................. K = 4 – 4,7
                  Benang crepe .................................................. K = 5,5 – 6
      Kalau penomoran sistem tex yang dipakai, maka bentuk hubungan twist faktor adalah sebagai berikut:
Tex twist faktor = twist per meter x
Twist faktor 2000 menghasilkan benang yang lemas (soft) dan twist faktor 10.000 akan menghasilkan benang yang keras. Kalau twist per meter diganti dengan twist per cm, maka angka – angka tersebut berubah menjadi 20 dan 100.

Pengaruh twist pada benang
      Kekuatan
      Penambahan twist menambah kekuatan benang sampai suatu titik tertentu, setelah itu penambahan twist akan mengurangi kekuatan. Dalam literatur banyak dikemukakan hubungan – hubungan antara twist faktor dan kekuatan benang yang bentuknya hanpir sama. Contoh untuk hubungan itu tampak seperti pada gambar 57.
Gambar 57
Hubungan antara kekuatan dengan jumlah twist pada benang
Pada serat yang panjang akan dicapai kekuatan maximum dengan twist faktor yang lebih rendah daripada serat – serat pendek.
Mulur
Twist yang tinggi menambah mulur benang sebelum putus pada waktu penarikan.
Pegangan
Twist yang rendah memberikan pegangan yang lembut, sedang twist yang tinggi memberikan pegangan yang kaku
Elastisitas
Twist yang rendah memberikan elastisitas yang kurang terhadap benang
Kilat
Twist yang tinggi mengurangi kilat benang
Absorpsi
Twist benang yang terlalu tinggi mengurangi daya absorbsi benang terhadap obat – obatan, dan mempersukar dalam pencelupan.
Arah Twist
Dalam konstruksi kain arah twist dapat mempengaruhi kenampakan (appearance) kain. Twist pada lusi dan pakan searah akan memberikan garis twist yang bersilangan. Hal ini akan mengurangi kilat bahan disamping memberikan pegangan yang kurang lembut.

Benang Gintir
      Jika dua benang tunggal atau lebih, ditwist bersama akan menghasilkan benang gintir. Banyak cara orang membuat benang gintir yang berdasar jumlah twist, arah twist benang tunggalnya dan arah gintiran.Biasanya benang gintir yang baik diperoleh dari benang tunggal yang arah twistnya sama digintir dengan arah yang berbeda dengan arah twist benang tunggalnya.

Pengukuran Twist
      Ada beberapa cara yang dikenal orang untuk mengukur jumlah twist pada benang. Diantaranya adalah:
1.    Cara kontraksi twist (untwist – twist method)
2.    Cara pelurusan serat (untwist method)
3.    Cara memutus benang
Alat yang dipakai mempunyai prinsip yang sama. Adapun bagian – bagian yang penting dari alat pengukur twist tersebut adalah sebagai berikut:
·         Penjepit yang dapat berputar pada arah mana saja, tetapi diam pada tempatnya. Diputar dengan tangan atau motor.
·         Penjepit yang tidak dapat berputar tetapi dapat digerakan kekanan kekiri dan dapat diatur pada kedudukan tertentu sesuai dengan jarak antara satu klem dengan klem lainnya.
·         Skala pengatur jarak antara klem satu dengan klem lainnya
·         Peralatan pengatur tegangan contoh pengujian benang dengan sistem pendulum atau sistem pemberat.
·         Dial atau tempat lain yang dapat menunjukan jumlah putaran penjepit.
·         Loupe dipakai pada cara pelurusan serat.
Gambaran umum alat pengukur twist tampak seperti gambar 58.
Gambar 52
Alat pengukur twist
Cara kontraksi twist
      Cara ini yang biasa juga disebut untwist – twist method dipakai untuk mengukur twist benang – benang tunggal hasil pintalan serat – serat staple dan bukannya untuk benang – benang gintir atau filament. Pengukuran dengan cara ini berdasar pada anggapan bahwa suatu benang akan mengalami kontraksi dan mencapai panjang yang sama apabila diberikan jumlah twist yang sama baik arah Z atau S.
Prinsip pengukurannya sendiri dilakukan sebagai berikut: Suatu contoh benang yang panjangnya tertentu (biasanya 10 inch) dijepit diantara dua penjepit yang arahnya berlawanan dengan arah twist aslinya. Karena peristiwa terbukanya twist itu benang akan memanjang. Teoritis panjang maksimum akan dicapai apabila putaran tersebut telah sama jumlahnya dengan jumlah twist aslinya.
      Selanjutnya putaran diteruskan maka terjadinya twist lagi yang jumlahnya dianggap akan sama dengan jumlah twist aslinya apabila panjang contoh uji kembali seperti semula. Dengan demikian jumlah twist pada contoh benang akan sama dengan jumlah putaran penjepit yang diperlukan dibagi dua. Kalau panjang contoh diantara titik jepit 10 inch, maka:


Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kesalahan pengukuran dengan cara ini antara lain:
  1. Besarnya tegangan benang terlalu besar atau terlalu rendah.
Dalam beberapa standard disebutkan ketentuan bahwa untuk benang tunggal tegangan mula sebesar berat benang yang bersangkutan yang panjangnya 100 yard atau 100 meter. Sedangkan untuk benang gintir harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:


            156      = angka konstanta
N         = nomor benang sistem inggris untuk kapas sesuai dengan benang tunggal
ASTM menyarankan besar tegangan yang diperlukan untuk pengukuran twist sebesar (0,25 + 0,05) gram per tex.
  1. Terlambatnya menghilangkan tegangan pada saat – saat twistnya akan habis terbuka menyebabkan serat akan slip, sehingga jumlah putaran yang diperlukan untuk mencapai panjang benang semula akan lebih besar daripada jumlah twist aslinya.
  2. Selain dari pada itu kesalahan akan menjadi besar,apabila benang – benang yang mengalami penyempurnaan dengan malam, kanji atau resin – resin atau obat – obatan kimia lainnya. Karena itu benang itu tidak baik untuk diperiksa twistnya dengan cara untwist – twist method.
Meskipun bisa saja terjadi kesalahan – kesalahan perngukuran dengan cara ini, akan tetapi dengan latihan dan pengalaman yang baik, pengukuran dengan cara ini dapat dipercaya, mudah dan cepat.
Dianjurkan agar hasil pengukuran dengan cara ini sewaktu – waktu harus dicek dengan hasil pengukuran dengan cara untwist.
Cara – cara pengukuran selengkapnya sebagai berikut:
a.    Kondisi ruang pengujian adalah sesuai dengan standar
(RH 65% + 2%, temperatur 21oC)
b.    Pelaksanaan pengujian dilakukan sebagai berikut:
1.    Jarak antara kedua penjepit diatur tepat 50 cm sedang jarum penunjuk jumlah putaran diatur agar tepat pada angka nol.
2.    Ujung benang dijepit pada penjepit yang tak berputar,kemudian beban dipasang sesuai dengan standard tegangan awal. Kemudian benang ditarik sampai ke penjepit yang dapat berputar dan penjepit dikeraskan.
3.    Beban dipasang dan penjepit yang dapat berputar diputar kearah yang yang berlawanan dengan arah putaran twist aslinya.
4.    Setelah jumlah twist kira – kira cukup untuk menahan terjadinya slip, beban dipasang dan mulur dijaga agar tidak lebih dari 4 mm.
5.    Putaran diteruskan hingga penunjuk putaran menunjukan titik semula. Besarnya antihan benang (TPM) ialah angka yang ditunjukan oleh counter dibagi dua (karena jumlah untwist dan twist ulang) dan dikali dua (karena jarak jepitnya 50 cm).
c.    Jumlah pengujian
15 kali untuk pengujian twist benang tunggal.
10 kali untuk pengujian gintiran benang gintir.