Kain rangkap ini terdiri deri kain atas dan kain bawah yang diikat dengan lusi bawah atau pakan bawah seperti pada kain rangkap yang biasa, tetapi diberi benang tambahan baik lusi atau pakan yang sama sekali tidak teranyam pada kain atas maupun kain bawah.
Jadi kain rangkap dengan pakan pengisi memiliki 3 seri pakan yaitu pakan atas, pakan pengisi dan pakan bawah namun benang lusinya hanya atas dan bawah. Serta kain rangkap dengan lusi pengisi memiliki 3 seri lusi yaitu lusi atas, lusi pengisi dan lusi bawah namun benang pakannya hanya atas dan bawah.
Benang – benang pengisi tersebut terletak diantara dua lapisan kain dan tidak tampak dari luar, karena itu benang – benang pengikat bisa dipakai benang yang lebih besar dan murah harganya daripada benang – benang bawah tanpa terlihat dari muka kain.
Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar memperberat kain atau mempertebal kain dengan bawah yang lebih murah, namun memiliki struktur yang tetap lembut.
Pada dasarnya pada semua macam susunan kain rangkap dapat diberi benang pengisi, hal ini dapat dilakukan pada 1 atas 1 bawah, 2 atas 2 bawah, maupun 1 atas 2 bawah, dll.
Untuk dapat memahami uraian diatas, perhatikan contoh konstruksi anyaman berikut:
Pada anyaman diatas diberikan sebuah pakan pengisi, yang salah satunya adalah pakan nomor 5, dapat dilihat bahwa benang nomor 5 tersebut tidak menganyam pada kain atas maupun kain bawah, namun berada diantaranya. Sehingga benang tersebut tidak akan tampak baik dari sisi atas kain maupun dari sisi bawah kain. Sehingga benang tersebut dapat diisi posisinya oleh benang – benang yang kasar dan lebih murah.
Dengan adanya benang pengisi tersebut tidak akan mengurangi faktor ekstetika dari kain, kelembutan permukaan, namun hanya mempengaruhi berat dari kain tersebut. Sehingga akan didapatkan kain yang memiliki ketebalan tertentu dan berat tertentu tanpa menambah atau mengadakan biaya bahan baku dan proses yang terlalu banyak.
Pada struktur anyaman rangkap dengan benang pengisi ini tidak hanya terbatas pada pakan pengisi saja, namun ada pula lusi pengisi. Contoh dari anyaman rangkap dengan lusi pengisi dapat dilihat sebagai berikut:
Pada anyaman diatas diberikan sebuah pakan pengisi, yang salah satunya adalah lusi nomor 3, dapat dilihat bahwa benang nomor 3 tersebut tidak menganyam pada kain atas maupun kain bawah, namun berada diantaranya. Sehingga benang tersebut tidak akan tampak baik dari sisi atas kain maupun dari sisi bawah kain. Sehingga benang tersebut dapat diisi posisinya oleh benang – benang yang kasar dan lebih murah.
Pada anyaman diatas yang berperan sebagai lusi pengisi adalah lusi nomor 4, sama halnya dengan struktur anyaman yang sebelumnya.
Pada prinsipnya, kain rangkap ini sama saja dengan kain rangkap sebelumnya, namun terdapat benang tambahan yang mengikat kain atas dan bawah, baik sebagai pakan ataupun lusi.
Apabila digambarkan dalam tampak lintang kain maka benang tambahan akan seperti ini posisinya:
Sehingga ada dua kemungkinan pada kain dengan benang tambahan, yaitu kain yang memiliki 3 seri lusi dan 2 seri pakan, atau 2 seri lusi dan 3 seri pakan.
Kain rangkap dengan benang lusi tambahan
Karena ada tambahan benang lusi, maka kain ini akan memiliki 3 seri benang lusi dan 2 seri benang pakan.
Berikut ini adalah contoh dari kain rangkap tersebut
Dengan konstruksi anyaman 1 a 1 dan anyaman dasar pada kain atas dan bawah sebagai berikut:
Maka dihasilkan anyaman dengan konstruksi sebagai berikut:
Benang warna biru muda merupakan benang lusi tambahan yang dimaksud, dapat dilihat bahwa benang tersebut mengikat pakan atas maupun pakan bawah.
Kain rangkap dengan benang pakan tambahan
Karena ada tambahan benang lusi, maka kain ini akan memiliki 3 seri benang pakan dan 2 seri benang lusi.
Berikut ini adalah contoh dari kain rangkap tersebut
Dengan konstruksi anyaman 1 a 1 dan anyaman dasar pada kain atas satin lusi 5 gun dan kain bawah satin lusi 5 gun.
Benang warna merah merupakan benang pakan tambahan yang dimaksud, dapat dilihat bahwa benang tersebut mengikat lusi atas maupun lusi bawah.
Seperti yang telah diuraikan bahwa cara lain untuk menyatukan anyaman atas dan bawah adalah dengan cara mempertukarkan susunan benang-benang. Yang dimaksud dengan mempertukarkan benang ialah pada tempat-tempat tertentu benang lusi bawah dirubah menjadi benang lusi atas sedang benang pakan tetap, atau sebaliknya benang-benang lusi tetap tetapi benang pakan bawah pada tempat-tempat tertentu dirubah menjadi pakan atas.
Cara pertukaran benang tersebut dapat dilihat prinsipnya pada gambar-gambar berikut:
Dapat dilihat bahwa pada tempat-tempat tertentu benang berganti posisinya, yang semula adalah lusi atas lalu berpindah menjadi lusi bawah dan sebaliknya.
Dengan cara demikian diharapkan didapatkan kain dengan struktur yang lebih kuat dan mengikat tanpa cara pengikatan yang biasanya dilakukan.
Adapula pula perpindahan dari posisi ini yang disebut dengan cut double cloth effect. Jadi kain akan terlihat berubah pakan dan lusinya sekaligus pada daerah tertentu, berikut adalah contoh anyamannya:
Jadi seolah-olah kain tersebut memiliki pakan dan lusi yang berubah warnanya pada daerah tertentu, padahal efek tersebut dihasilkan karena perpindahan benang lusi dan pakan, bukan oleh warna benang yang berbeda pada daerah tersebut.
Sehingga apabila terlah ditenun menjadi sebuah kain, maka kenampakannya adalah sebagai berikut:
Kain rangkap dapat dibedakan atas : kain rangkap yang tidak terikat dan kain rangkap yang terikat.
Untuk kain rangkap yang tidak terikat penyatuannya hanya pada sisi kain; bisa dilakukan pada dua sisi dengan susunan pakan 1 a 1, atau bisa juga hanya pada satu sisi dengan susunan pakan 2 a 2. Penyatuan pada dua sisi menghasilan bentuk pipa dan digunakan misalnya bentuk pipa, kantong-kantong, Karung dan keperluan-keperluan lain yang memerlukan bentuk semacam itu. Sedang penyatuan pada satu sisi menghasilkan kain berbentuk lipatan yang kalau dibuka menjadi dua kali lebarnya .
Untuk menenun kain-kain semacam itu dapat dilakukan dengan satu teropong, asal benang pakan yang digunakan sama.
Untuk kain rangkap yang terikat penyatuannya tidak hanya pada sisi-sisinya, tetapi juga dengan pengikatan ditengah kain.
Ada beberapa cara pengikatan yang dapat dilakukan yaitu :
1. Pengikatan dengan lusi bawah (merupakan pengikatan dengan pakan atas).
2. Pengikatan dengan pakan bawah (merupakan pengikatan dengan lusi atas).
3. Pengikatan dengan lusi bawah dan pakan bawah (kombinasi 1 dan 2).
4. Pengikatan dengan lusi atau pakan tambahan.
5. Pengikatan dengan cara pertukaran susunan benang.
Pengikatan lusi bawah ke pakan atas
Berikut ini adalah contoh pengikatan yang dilakukan oleh lusi bawah terhadap pakan atas:
Dengan susunan 1 a 1, anyaman kain atas dan bawah sebagai berikut:
Maka akan terbentuk anyaman sebagai berikut:
Berikut ini adalah struktur dari desain anyaman rangkap tersebut:
Dapat terlihat pada area yang dilingkari bahwa lusi bawah mengikat pakan atas pada konstruksi anyaman rangkap diatas.
Pengikatan lusi atas ke pakan bawah
Berikut ini adalah contoh pengikatan yang dilakukan oleh lusi atas terhadap pakan bawah:
Dengan susunan 1 a 1, anyaman kain atas dan bawah sebagai berikut:
Maka akan terbentuk anyaman sebagai berikut:
Berikut ini adalah struktur dari desain anyaman rangkap tersebut:
Dapat terlihat pada area yang dilingkari bahwa lusi atas mengikat pakan bawah pada konstruksi anyaman rangkap diatas.
Pengikatan lusi bawah dan lusi atas terhadap pakan atas dan pakan bawah (kombinasi)
Berikut ini adalah contoh pengikatan yang dilakukan oleh lusi atas maupun lusi bawah terhadap pakan atas dan pakan bawah:
Dengan susunan 1 a 1, anyaman kain atas dan bawah sebagai berikut:
Maka akan terbentuk anyaman sebagai berikut:
Berikut ini adalah struktur dari desain anyaman rangkap tersebut:
Dapat terlihat pada area yang dilingkari bahwa lusi atas maupun lusi bawah sama-sama melakukan ikatan terhadap pakan atas maupun bawah
Pada lingkaran warna hijau, lusi bawah melakukan ikatan terhadap pakan atas.
Pada lingkaran warna kuning, lusi atas melakukan ikatan terhadap pakan bawah.
Pemilihan anyaman atas dan bawah Apabila benang-benang disusun dengan perbandingan-perbandingan yang sama, maka anyaman bawah biasanya sama dengan anyaman atas atau kira-kira sama jumlah silangannya misalnya anyaman keper 2/2 cocok sebeagi anyaman bawah dari keper 3/2,2/2, atau ½. Sebagai pedoman susunan anyaman bawah dibuat relatip lebih banyak silangannya daripada anyaman atas sebagai kompensasi karena benangnya lebih sedikit.
Jadipada susunan 2 a 1,maka untuk anyaman bawah lebih baik polos untuk anyaman atas keper 2/2 ; keper 2/1 sebagai anyaman bawah untuk keper 3/3, dan keper 2/2 sebagai anyaman bawah untuk keper 4/4.
Akan tetapi untuk membuat kain yang halus dengan kain atas yang indah dan kain bawah yang lembut (soft) bisa dipakai anyaman yang sama dalam susunan 2 a 1, dan jika susunan 1 a 1 maka bisa dibuat anyaman bawah lebih kendor daripada anyaman atas.
Efek yang teratur pada umumnya diperoleh dari besar raport anyaman atas dan bawah yang sama atau yang satu merupakan perkalian dari
yang lain. Sebagai contoh keper 1/3 tidak cocok untuk kain bawah dari keper 2/2 kecuali bila benang-benang tidak teratur susunannya misalnya untuk 1 raport atas 5 bawah 4 dan sebagainya.
Mengenai ukuran dan perbandingan jumlah benang untuk kain atas dan kain bawah terutama ditentukan oleh berapa syarat yangharus ditambahkan pada anyaman atas, akan tetapi mengenai susunan benang –benang atas dan bawah seperti 1 a1 atau 2 a 2 dan seterusnya dengan menggunakan benang atas yang berbeda dengan bawah ditentukan oleh jumlah bak teropong mesin tenun.
Paling umum kain rangkap bersusunan 1 a 1, dan pakan 1 a 1 seperti terlihat pada gambar 291A dan lusi 2 a 1, pakan 2 a 1 seperti pada gambar 291 B.
Kalau mesin tenun mempunyai bak-bak teropong hanya pada satu sisi saja, sedang pakan bawah harus berbeda dengan pakan atas, maka akan menghasilkan kain yang bersusunan pakan 2 a 2 atau 4 a 2 seperti terlihat pada gambar 291 C dan D.
Gambar 291
Jika diinginkan kain atas yang sangat halus kadang-kadang susunan benang 3 a 1 seperti terlihat pada gambar 291 E, Susunan benang bisa bervariasi lagi seperti misalnya lusi 1 a 1, pakan 2 a 1 atau sebaliknya masing-masing seperti terlihat pada gambar 291 F dan 291 G, lusi 2 a 1, pakan 2 a 2 seperti terlihat pada gambar 291 A. Susunan yang tidak teratur seperti atas 5 bawah 4 untuk satu raport (gambar 291 I) dan atas 5 bawah 5 (gambar 291 J) dan sebagainya, bisadibuat untuk mendapatkan perbandingan jumlah benang yang sukar dicapai dengan susunan yang teratur.
Mengenai susunan benang atas dan bawah tergantung dari bentuk kain yang akan dibuat.
Jika bentuk pipa yang dikehendaki , misalnya untuk keperluan seperti pipa, kantong, sumbu lampu dan sebagainya maka susunan yang biasa adalah 1 a 1, Untuk membuat kain yang terbuka pada salah satu pinggirnya misalnya untuk membuat lain 2 kali lebar, tetapi mesin yang ada untuk membuat kain 1 x lebar, maka susunan benang untuk kain semacam ini adalah 2 a 2.
Mengenai ukuran benang atas dan bawah yang digunakan sebaiknya memenuhi ketentuan, bahwa nomor benang sebanding dengan jumlah benang untuk masing-masing lapisan kain.
Jika kain rangkap yang susunannya 1 a 1, maka benang yang digunakan hendaknya bernomor sama, Jika susunan 2 a 1 maka benang bawah haruslah lebih tebal, umpama nomornya dua pertiga sampai setengah dari nomor benang atas. Benang bawah dibuat lebih tebal dari benang atas terutama kalau benang atas yang dipakai adalah benang wol halus (worsted) dan benang bawah adalah benang wol kasar (wollen).
Perbandingan nomor benang atas dan bawah tergantung dari kekuatan relatip yang dikehendaki dari kain atas dan bawah.
Susunan 2 a 1 dibuat karena dikehendaki kain bawah harus lebih kuat daripada kain atas. Apabila kedua kain, atas dan bawah sama anyamannya dengan susunan 2 a 1 seperti itu, maka dapat diharapkan serat kain bawah bisa tiga atau empat kali dari berat kain atas.
Kain rangkap merupakan salah satu jenis kain pada anyaman tekstil. Kain rangkap sebenarnya merupakan suatu jenis anyaman tenun yang memiliki dua seri benang lusi dan dua seri benang pakan, yang ditenun secara bersama-sama dengan anyaman tertentu sehingga terbentuk suatu lembaran dua lapis kain sekaligus, baik lapisan yang memiliki ikatan ataupun tanpa ikatan. Terdapat banyak sekali contoh penggunaan kain rangkap pada kehidupkan kita sehari-hari, contohnya untuk tenunan selimut yang membutuhkan ketebalan yang cukup tinggi, serta kain-kain lainnya.
Agar dapat memahami struktur Kain Rangkap (Double Cloth) anda harus mempelajari mengenai: 1. Susunan Benang pada kain rangkap Pelajari Lebih Lanjut (Click Here) 2. Pemilihan Anyaman atas dan Anyaman bawah Pelajari Lebih Lanjut (Click Here) 3. Pengikatan pada Kain Rangkap Pelajari Lebih Lanjut (Click Here) 4. Pertukaran Susunan benang pada Anyaman Rangkap Pelajari Lebih Lanjut (Click Here) 5. Kain Rangkap dengan Benang Tambahan Pelajari Lebih Lanjut (Click Here) 6. Kain Rangkap dengan Benang Pengisi Pelajari Lebih Lanjut (Click Here)
Tenunan keper dicirikan oleh garis diagonal di kain yang dibuat oleh floating benang atau picks. Tenunan keper termasuk anyaman sederhana yang pergerakan benangnya dua atas satu ke bawah (atau satu ke atas ke bawah) kemudian diulangi sepanjang repeat. Kain tenun keper diklasifikasikan sebagai berikut
Keper lusi: 2/1, 3/1, 3/2
Keper Pakan: 1/2, 1/3, 2/3
Keper Seimbang: 2/2, 3/3, 2/1 / 1/2
Pada kain keper lusi, floating benang lusi mendominasi lebih dari pakan. Sebaliknya, pada keper pakan, floating benang pakan mendominasi lebih dari benang lusinya. Dalam kasus kepar diimbangi, floating benang lusi dan benang pakan sama jumlahnya. Gambar 5.12 menunjukkan desain kertas titik untuk keper (2/1) dan keper seimbang (2/2). Gambar 5.13 dan 5.14 menggambarkan pola silangan masing-masing untuk keper 2/1 dan keper 3/1. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 5.14 bahwa ada floating benang lusi (warna oranye) di atas tiga pakan berturut-turut yang terlihat pada bagian muka kain.
Tenunan kepar memiliki silangan yang lebih sedikit daripada tenunan polos. Jadi kerutan pada benang untuk tenunan kepar akan lebih rendah daripada tenunan polos. Untuk kain yang setara, kepar 3/1 akan memberikan kekuatan robek yang lebih tinggi daripada keper 2/1 dan polos.
Gambar 5.12 Desain kertas anyaman keper
Gambar 5.13 Anyaman keper 2/1
Gambar 5.14 Anyaman keper 3/1
Sudut Kemiringan Diagonal Pada Efek Keper
Sudut yang dibuat oleh garis keper terhadap arah horizontal (arah pakan) dikenal sebagai sudut keper (Gambar 5.15). Dari desain kertas, tampaknya sudut akan selalu 45 °. Namun, itu tergantung pada kerapatan benang dan faktor lainnya.
Gambar 5.15 Desain Anyaman Keper 2/1 membentuk sudut 45 derajat
Pada Gambar 5.16, tenunan keper 3/1 telah ditunjukkan dengan memindahkan nomor 1 (satu langkah ke kanan dan satu langkah ke atas). Di sini sudut θ (CAB) adalah sudut keper.
Angka loncat menyiratkan pergerakan titik awal desain dalam arah horizontal dan vertikal. Umumnya, untuk konstruksi desain standar, memindahkan nomor 1 digunakan untuk kedua arah. Oleh karena itu, sudut keper tergantung pada rasio dan jarak benang (kerapatan benang) seperti yang ditunjukkan di atas. Namun, dengan menggunakan langkah yang lebih tinggi nomor 2 dalam arah vertikal, keping curam dapat diproduksi yang memiliki sudut kepar> 45 °. Di sisi lain, dengan menggunakan nomor gerakan yang lebih tinggi dalam arah horizontal, keper-keper dapat diproduksi yang memiliki sudut keper <45 °.
Jadi ekspresi umum untuk sudut keper adalah sebagai berikut.
Keper curam dan keper landai berdasarkan 3/1 kepar tenunan ditunjukkan pada Gambar 5.16. Sudut twill yang berbeda telah digambarkan pada Gambar 5.17.
Gambar 5.16 Anyaman Keper 3/3
Gambar 5.17 Kemiringan Sudut Keper Ditentukan Oleh Angka Loncatnya
Tags:
Anyaman ; Polos ; Keper ; Satin ; Turunan ; Desain Tekstil ; Tekstil ; Kuliah Tekstil ; Anyaman Tekstil ; Kertas Desain Tekstil ; Struktur ; Struktur Anyaman ; Benang Lusi ; Benang Pakan ; Warp ; Weft ; Picks ; Fabric ; Plain ; Twill ; Sateen ; Textile Design ; Ahli Desain ; Politeknik STTT Bandung ; Analisis Anyaman ; Penggolongan Anyaman ; Penggolongan Struktur Anyaman ; Jenis Anyaman ; Anyaman - Anyaman ; Anyaman-Anyaman ; Tekstil Sandang ; Gambar Anyaman ; Belajar Tekstil ; Tekstil Indonesia ; Benang Anyaman ; Anyaman Benang ; Struktur Benang Anyaman ; Berbagai Jenis Anyaman ; Kain Pakaian ; Pakaian Manusia ; Sejarah Pakaian ; Tenunan ; Struktur Tenunan ;
Download Software DB Bead (Aplikasi Perancang Anyaman Braiding)
DB-BEAD adalah perangkat lunak untuk membantu Anda mendesain tali rajutan manik. Teknik ini dijelaskan dalam buku 'Bead Crochet Ropes' oleh Judith Bertoglio-Giffin.
Versi baru dan terbaru dari DB-BEAD sekarang tersedia dengan nama jbead. Program jbead ini kompatibel ke belakang, itu berarti, Anda dapat membaca file DB-BEAD lama Anda dengannya, tetapi berisi banyak fitur baru. Ini juga akan mendapat pembaruan dari waktu ke waktu, sementara DB-BEAD tidak lagi digunakan dan tidak berubah lagi.
Cari tahu semua tentang jbead di www.jbead.ch.
Untuk mendownload DB-Bead dapat dilakukan pada link berikut: Download DB-Bead
Tags:
Anyaman ; Polos ; Keper ; Satin ; Turunan ; Desain Tekstil ; Tekstil ; Kuliah Tekstil ; Anyaman Tekstil ; Kertas Desain Tekstil ; Struktur ; Struktur Anyaman ; Benang Lusi ; Benang Pakan ; Warp ; Weft ; Picks ; Fabric ; Plain ; Twill ; Sateen ; Textile Design ; Ahli Desain ; Politeknik STTT Bandung ; Analisis Anyaman ; Penggolongan Anyaman ; Penggolongan Struktur Anyaman ; Jenis Anyaman ; Anyaman - Anyaman ; Anyaman-Anyaman ; Tekstil Sandang ; Gambar Anyaman ; Belajar Tekstil ; Tekstil Indonesia ; Benang Anyaman ; Anyaman Benang ; Struktur Benang Anyaman ; Berbagai Jenis Anyaman ; Kain Pakaian ; Pakaian Manusia ; Sejarah Pakaian ; Tenunan ; Struktur Tenunan ; Software ; Software Anyaman Tekstil ; Software Anyaman
Software DB Weave (Aplikasi Perancang Anyaman Tekstil)
DB-WEAVE adalah perangkat lunak untuk membantu Anda mendesain pola dobby tenun. Mendukung pola tenun pada berbagai jenis tenun yang didukung (misalnya ARM Patronic). Hampir tidak ada batasan ukuran dan kompleksitas pola. DB-WEAVE sangat kuat namun secara intuitif dapat digunakan.
Ini berjalan secara native di Microsoft Windows dan dapat dijalankan di Linux menggunakan Wine atau di Mac menggunakan perangkat lunak Windows VM (misalnya Parallels Desktop).
DB-WEAVE gratis untuk diunduh dan digunakan (freeware).
Pernahkan kalian pake handuk? tahukah kalian bagaimana handuk tersebut dapat dibuat sedemikian rupa? Ternyata itu juga ada ilmunya lho! Kain handuk
(Turkish Towelling Fabrics) adalah struktur kain yang bisa dimasukan dalam
kelas kain bulu lusi yang disebut dengan istilah “terry” pile. Download artikel Anyaman Handuk Pada link berikut: Anyaman Handuk - Academia - Andrian Wijayono (Download)
Berikut ini merupakan salah satu video cara pembuatan anyaman Handuk:
Pada kain ini
sebagian benang-benang lusi tertentu membentuk jeratan (loop) atau lengkungan
yang menonjol pada permukaan kain. Struktur kain ini tersusun oleh satu macam
pakan dan dua macam benang lusi yang lalatan tenunnya terpisah. Satu macam lusi
bersama pakan membentuk kain dasar, sedang satu macam lusi lainnya membentuk
bulu-bulu loop tersebut.
Perbedaan jenis
kain ini dibandingkan dengan kain berbulu lusi yang biasa adalah bahwa
pembentukan bulu disisni tidak menggunakan bantuan kawat melainkan menggunakan
gerakan sisir tenun dan alat pengulur lusi yang memungkinkan jeratan-jeratan
benang (loop) terbentuk. Jeratan-jeratan bisa terbentuk pada sebelah muka kain
maupun pada kedua muka kain.
Kain ini biasa
dibuat dari benang-benang linen atau kapas dipakai untuk keperluan lap mandi,
lap tangan, pakaian olah raga, dan sebagainya, tetapi masih mungkin dibuat dari
benang-benang lainnya.
Tidak seperti
menenun kain yang tiap kali peluncuran teropong disusul dengan pengetekan pakan
pada ujung kain. Pada pembuatan kain ini pengetekan untuk merapatkan benang
pakan pada kain dilakukan setelah beberapa kali peluncuran benang pakan
terjadi. Untuk lebih jelasnya perhatikan penampang kain handuk pada gambar 339
yang bulunya terbentuk pada kedua permukaan kain.
Pembentukan Bulu Pada Permukaan Kain Handuk
Garis tegak
putus-putus RR, SS dan TT membagi pakan 1 , 2 dan 3 kedalam grup yang terdiri
dari 3 pakan, garis TT adalah posisi tepi kain. Sebelah kanannya adalah gambar
anyaman atau grup yang terdiri 3 pakan, yang merupakan satu ulangan dari setiap
pengetekan merapat pada kain.
G dan G’adalah
lusi – lusi dasar, F dan B masing – masing bulu lusi bawah dan atas yang masing
– masing tergambar pada desain anyaman P. Dalam pertenunan lalatan lusi dasar
untuk G dan G’ dengan tegangan yang besar sedang lalatan untuk lusi bulu F dan
B yang memiliki tegangan kendor.
Mula – mula
pakan 1 dan 2 ditenun, tetapi tidak diketek merapat pada kain, tetapi begitu
pakan 3 dimasukan, pengetekan dilakukan sehingga 3 pakan bergeser bersama-sama
pada ujung kain. Dengan grup tiga pakan ini menjepit benang – benang lusi bulu
sehingga dengan bergesernya grup pakan ini benang lusi F dan B lebih cepat
tertarik dan terbentuk kain.
Struktur terry dengan grup 3 pakan banyak dipakai,
tetapi bisa juga 4, 5 dan 6 pakan untuk membuat garis baris bulu arah melintang
kain.
Gambar - 1 Anyaman Kain Handuk
Berikut ini merupakan model struktur dari anyaman handuk :
Tenunan Handuk
Sejumlah desain standar
untuk kain handuk terlihat pada gambar 340. Desain – desain tersebut
dikelompokan sehingga mudah untuk membandingannya satu dengan yang lain.
Tanda titik
menujukan efek lusi dasar, tanda kotak penuh menunjukan efek benang-benang bulu
atas, sedang tanda silang menunjukan efek benang – benang bulu bawah.
Desain A, B, C,
D dan E susunan benang lusi adalah satu lusi dasar, satu lusi bulu. Pada desain
F,G,H,I,J dan K susunan benang lusi adalah 1 dasar, 1 bulu atas, 1 dasar, 1
bulu bawah.
Desain L,M,O,P da
Q menghasilkan efek yang masin-masing sama dengan desaing F – K, tetapi
desain-desain terdahulu tersusun 1 dasar, 1 bulu atas, 1 bulu bawah dan 1
dasar.
Pada tiap desain
A sampai desain E ada satu lusi bulu atas setiap lusi dasar, sedangkan mulai
desain F sampai Q,susunannya adalah 1 lusi bulu setiap 2 lusi dasar.
A,F dan L adalah
rencana untuk menghasilkan efek bulu pada 3 pakan, B,G dan M pada 4 pakan,
C,H,N,D,I,O,J dan P pada 5 pakan dan E,K,Q pada 6 pakan.
Efek 5 pakan
(C,H dan N) masing-masing sama dengan D,I dan O kecuali bahwa benang-benang
bulu lebih banyak silangannya sedang J dan P menunjukan modifikasi lebih lanjut
dimana lusi bulu atas lebih banyak menyilang lagi dari pada lusi bulu bawah.
Meskipun jumlah benang pakan kurang tetapi desain ini mesin menghasilkan
anyaman yang kokoh dan kadang – kadang menghasilkan struktur yang kuat dan
awet.
Pada efek 6
pakan E,K dan Q lusi-lusi menyilang dengan pakan sama betul dengan A,F dan L
mesing-masing, tetapi bulu dihasilkan pada tiap 6 pakan.
Struktur ini masih jauh lebih kokoh dari pada efek 4
pakan, dengan alasan makin besar silangan yang berada pada tiap baris bulu yang
melintang, dan dengan makin halus benangnya dan makin besar tetal per inch,
maka kain akan sangat kuat dan awet.
Gambar - 2 Jenis - Jenis Anyaman Handuk
Cara Pencucukan Pada Pertenunan Handuk
Dalam pencucukan
benang lusi, lusi bulu dicucuk pada dua gun muka sedang lusi dasar (apabila
sepanjang kain membentuk bulu terus) pada dua gun belakang seperti terlihat
pada gambar R 340, untuk susunan 1 dasar, 1 bulu dan pada S untuk susunan 2
dasar, 2 bulu.
Biasanya dua
benang terpisah tiap lubang sisir dan untuk susunan 1 dasar, 1 bulu, maka satu
dari tiap macam dimasukan dalam lubang yang sama seperti terlihat pada gambar
yang terletak diatas R gambar 340.
Tetapi pada
susunan 2 dasar, 2 bulu, maka dua benang dari seri yang sama dimasukan dalam
satu lubang seperti pada gambar diatas S. Kedua susunan tersebut praktis
menghasilkan kain yang sama, tetapi susunan 2 a 2 ada keuntungannya dengan
pencucukan tersebut diatas, naik turunnya benang tiap lubang berlawanan satu
sama lain dan pada waktu yang sama benang lusi bulu dan benang lusi dasar
berada pada pakan yang sama dipisahkan oleh kawat sisir, sehingga mulut lusi
akan lebih bersih.
Contoh
konstruksi handuk kapas yang bermutu baik sebagai berikut:
Lusi – lusi bulu : 20/S’ rangkap dua
Lusi dasar : 18/2’S
Pakan : 16/2’S
Tetal lusi : 50 helai per inch
Tetal pakan : 58 helai per inch
Untuk memproduksi kain 100
yard kain diperlukan 500 yard benang lusi bulu dan 102 yard benang lusi dasar.
Mengkeret kain sekitar 12%.
Untuk kain yang lebih murah pakan bisa 20’S, tetapi tetal 36 per inch atau
lebih, lusi bulu 16’S dan lusi dasar 14’S
Tiap 100 yard kain dibutuhkan
300 yard untuk lusi bulu. Untuk kain yang lembut (soft) benang bulu harus dipintal
dengan twist yang rendah. Rasa pegangan yang juga bergantung dari pada panjang
pendeknya bulu, makin panjang pegangan makin lembut. Panjang bulu-bulu tersebut
ditentukan oleh jarak antara tepi kain (TT) gambar 339 dengan dua pakan yang kemudian (sebelah kanan, pakan 1 ,
2) yang besarnya sekitar ½ inch.
Gerakan – gerakan dalam pembentukan bulu
Macam – macam
sistem telah dibuat orang untuk memungkinkan dua pakan berturut-turut tidak
diketekan terlebih dahulu pada kain. Salah satu sistem yang dapat diikuti
penjelasan gambar 341 (seperti dibuat oleh Messr, Butterworth & Dickinson,
Ltd) dimana mekanisnya dikendalikan oleh alat dobby atau jacquard.
Kedudukan sisir
S selama waktu penyetelan dikendalikan oleh mekanis pembukaan mulut lusi
melalui tali A yang diikatkan pada tangan B dengan titik tumpu C.
·Pada
waktu diperlukan penyetelan untuk merapatkan benang pada kain, maka sisir S
harus dipegang kokoh oleh M. Dalam keadaan demikian tali A tidak naik, ujung
sebelah kiri B naik, tali E menarik ujung G, sedang ujung F yang lain akan
naik.
Gerakan penyetelan lade U
kekiri dimana anti friksi bowl H berada, tidak akan mengenai cam G yang sudah
naik diluar daerah kerja H. Dengan demikian juga pal H tetap berkedudukan
dibawah, sehingga waktu bergerak kekiri berada dibawah dan tidak mengenai pal
O.
Karena itu lever M menekan
ujung bawah sisir, dan akibatnya waktu penyetelan terjadi, sisir mampu
menggeser pakan merapat pada kain seperti biasa.
·Pada
waktu sisir harus tinggal dibelakang pada waktu pemasukan dua benang pakan 1
dan 2, tali A dinaikan (oleh gerakan mekanisme pembukaan mulut, tepat pakan 1
dan 2 dimasukan), maka ujung kiri lever B turun dan tali E mengendor melepas
ujung G untuk naik sedang ujung kanan G turun.
Pada saat U bergerak kekiri
bowl H mengenai ujung G, sehingga G bergerak keatas mendorong pal N naik
melalui batang J. Pada waktu lade U bergerak kekiri pal N akan naik keatas O
dan lever M jatuh kebelakang pakan tidak terketek atau tetap tinggal dengan
jarak tertentu dari kain.
Gerakan pada 1 dan 2
bergantian selama proses pertenunan berlangsung. Hanya pada waktu membuat tepi
handuk dimana bulu tidak terbentuk, maka tali A harus diturunkan sehingga
pengetekan bisa berjalan biasa.
Jauh dekatnya gerakan sisir
dapat diatur dengan menyetel ujung batang J pada celah – celah I dan K.
Pal P dan Q untuk membatasi
gerakan cam G. Per R diperlukan untuk mengabsorpsi setiap akses gerakan dari
mekanisme pembukaan mulut lusi.
Karena benang lusi bulu
relatif cepat habis biasanya gulungan lusi bulu dilalatkan pada lalatan yang
lebih besar.
Lalatan ditunjang dengan oleh
penyangga yang agak lebih tinggi dari pada mulut. Pada waktu berjalan,
ketegangan lusi sedikit diperlukan dengan beban pengantar 1, dan tengangan bisa
ditambah pada saat pembentukan bulu dihentikan.
Pada waktu tali-tali naik oleh
gerakan mekanisme pembukaan mulut, ujung lever 3 turun, dan batang 5 juga turun
dan beban bertambah pada lalatan.
Sebaliknya kalau tali-tali
turun, oleh tarikan per 6 ujung lever 3naik, dan lever 5 naik pula maka beban
berkurang.
Pada waktu menenun tepi handuk
dimana bulu tidak terbentuk maka tali 2 dinaikan dan lever 5 turun sehingga
selama itu menghasilkan tegangan lusi yang lebih besar.
Tenunan Handuk Hias
Pernah ga kalian lihat handuk merek Gucci? atau handuk handuk lainnya yang memiliki corak pada kainnya? salah satu cara pembuatannya yaitu dengan menggunakan teknik tenunan handuk Hias.
Kemungkinan yang
bisa dibuat dari desain pada gambar 340 hanyalah hiasan dengan benang bulu
berwarna untuk menghasilkan hiasan bentuk strip.
Untuk membuat
motif-motif dapat dilakukan dengan pertukaran benang – benang bulu, yang pada
daerah tertentu benang-benang lusi bulu merupakan bulu atas dapat diubah menjadi
bulu bawah pada tempat-tampat yanglain dan sebaliknya seperti jelas terlihat
pada gambar 342.
Kalau
diperhatikan pada gambar 342 itu dalam tiap grup tiga pakan, bulu-bulu atas
selalu berada diatas pakan pertama dan pakan terakhir, dan sebaliknya bulu-bulu
bawah berada dibawah pakan pertama dan pakan terakhir.
Dengan
berpedoman pada ketentuan tersebut, dapat dengan mudah mendesain
perubahan-perubahan dari bulu atas menjadi bulu bawah dan sebaliknya.
Sebagai contoh
diperlihatkan pada gambar 344.Susunan benang lusi 2 lusi dasan dan 2 lusi bulu.
Anyaman dasar rib 2/1, lusi bulu terbentuk hanya pada sebelah muka anyaman
dibagi dalam 4 bagian.
Bagian G
membentuk bulu atas. Bagian H membentuk bulu bawah, yang gambar penampangnya
terlihat pada gambar 342 A.
Cucukan dalam
gun terlihat pada gambar I. Lusi – lusi bulu dicucuk pada gun-dun muka sedang
lusi – lusi dasar dicucuk pada gun-gun belakang, I adalah gambar rencana kartu
dobby yang dipakai.
Desain anyaman tersebut akan membentuk kain bermotif
kotak-kotak yang terlihat pada gambar 343.
Gambar 345
menunjukan contoh desain anyaman yang susunan benang 1 dasar 1 bulu atas 1
dasar dan 1 bulu bawah, anyaman dsaar rib 2/1. Desain tersebut juga dibagi
dalam beberapa bagian seperti gambar 346. Pada L lusi bulu atas bertanda kotak
penuh, pada M lusi bulu atas ini dirubah menjadi bulu bawah dan luci bulu bawah
yang bertanda silang, pada M dirubah menjadi lusi bulu atas.
Demikian pula
pada N bulu atas dan bulu bawah masing – masing dirubah pada O menjadi bulu
bawah dan bulu atas.
Agar lebih jelas
dapat dilihat prinsipnya sesuai dengan gambar 342 D. Bagian K gambar desain
tersebut membentuk strip yang kontinu. Untuk jelasnya lihat gamber 345.
Bagian bawah
dari gambar 345 tersebut menunjukan bagian yang tidak terbentuk bulu yang
diberi pula garis dengan pakan tebal yang berefek agak panjang.
Desain tenunnya
tampak pada gambar 346 R. Cucukan dalam gun terlihat pada gambar P, sedang
waktu dobby terlihat pada gambar S.
Kain Handuk Bergambar Atau Bermotif
Pada prinsipnya
kain handuk ini juga sama prinsipnya dengan handuk yang lainnya, namun terdapat
gambar atau motif yang dibuat dengan bantuan jacquard.
Pada gambar 347
dilakukan pergantian antara lusi berwarna putih dan berwarna biru. Dimana
ketika tampak daerah berwarna putih yang artinya lusi putih sedang membentuk
loop pada permukaan kain, sedangkan benang biru membentuk loop dibaliknya.
Apabila diingat
kembali, maka prinsip pembuatannya sama saja dengan kain dua muka yang telah
dipelajari sebelumnya, hanya kain ini memiliki bulu-bulu dipermukaanya yang
disebabkan oleh gerakan sisir tenun.
Untuk
memperjelas penjelasan ini, perhatikan gambar 347 yaitu gambar dari contoh kain handuk
bergambar dibawah ini:
Seperti yang
dapat dilihat, kain diatas adalah salah satu kain handuk yang memilii corak
gambar, namun bukan dengan cara di sablon atau diprint, namun dengan cara
teknik anyamannya.
Kain handuk
diatas memiliki susunan lusi yaitu satu benang dasar, satu benang bulu berwarna
putih, 1 buah benang ground dan 1 buah benang bulu berwarna biru dan
terbentuknya bulu untuk setiap tiga peluncuran pakan.
Tags:
Anyaman ; Polos ; Keper ; Satin ; Turunan ; Desain Tekstil ; Tekstil ; Kuliah Tekstil ; Anyaman Tekstil ; Kertas Desain Tekstil ; Struktur ; Struktur Anyaman ; Benang Lusi ; Benang Pakan ; Warp ; Weft ; Picks ; Fabric ; Plain ; Twill ; Sateen ; Textile Design ; Ahli Desain ; Politeknik STTT Bandung ; Analisis Anyaman ; Penggolongan Anyaman ; Penggolongan Struktur Anyaman ; Jenis Anyaman ; Anyaman - Anyaman ; Anyaman-Anyaman ; Tekstil Sandang ; Gambar Anyaman ; Belajar Tekstil ; Tekstil Indonesia ; Benang Anyaman ; Anyaman Benang ; Struktur Benang Anyaman ; Berbagai Jenis Anyaman ; Kain Pakaian ; Pakaian Manusia ; Sejarah Pakaian ; Tenunan ; Struktur Tenunan ;