Kain rangkap ini terdiri deri kain atas dan kain bawah yang diikat dengan lusi bawah atau pakan bawah seperti pada kain rangkap yang biasa, tetapi diberi benang tambahan baik lusi atau pakan yang sama sekali tidak teranyam pada kain atas maupun kain bawah.
Jadi kain rangkap dengan pakan pengisi memiliki 3 seri pakan yaitu pakan atas, pakan pengisi dan pakan bawah namun benang lusinya hanya atas dan bawah. Serta kain rangkap dengan lusi pengisi memiliki 3 seri lusi yaitu lusi atas, lusi pengisi dan lusi bawah namun benang pakannya hanya atas dan bawah.
Benang – benang pengisi tersebut terletak diantara dua lapisan kain dan tidak tampak dari luar, karena itu benang – benang pengikat bisa dipakai benang yang lebih besar dan murah harganya daripada benang – benang bawah tanpa terlihat dari muka kain.
Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar memperberat kain atau mempertebal kain dengan bawah yang lebih murah, namun memiliki struktur yang tetap lembut.
Pada dasarnya pada semua macam susunan kain rangkap dapat diberi benang pengisi, hal ini dapat dilakukan pada 1 atas 1 bawah, 2 atas 2 bawah, maupun 1 atas 2 bawah, dll.
Untuk dapat memahami uraian diatas, perhatikan contoh konstruksi anyaman berikut:
Pada anyaman diatas diberikan sebuah pakan pengisi, yang salah satunya adalah pakan nomor 5, dapat dilihat bahwa benang nomor 5 tersebut tidak menganyam pada kain atas maupun kain bawah, namun berada diantaranya. Sehingga benang tersebut tidak akan tampak baik dari sisi atas kain maupun dari sisi bawah kain. Sehingga benang tersebut dapat diisi posisinya oleh benang – benang yang kasar dan lebih murah.
Dengan adanya benang pengisi tersebut tidak akan mengurangi faktor ekstetika dari kain, kelembutan permukaan, namun hanya mempengaruhi berat dari kain tersebut. Sehingga akan didapatkan kain yang memiliki ketebalan tertentu dan berat tertentu tanpa menambah atau mengadakan biaya bahan baku dan proses yang terlalu banyak.
Pada struktur anyaman rangkap dengan benang pengisi ini tidak hanya terbatas pada pakan pengisi saja, namun ada pula lusi pengisi. Contoh dari anyaman rangkap dengan lusi pengisi dapat dilihat sebagai berikut:
Pada anyaman diatas diberikan sebuah pakan pengisi, yang salah satunya adalah lusi nomor 3, dapat dilihat bahwa benang nomor 3 tersebut tidak menganyam pada kain atas maupun kain bawah, namun berada diantaranya. Sehingga benang tersebut tidak akan tampak baik dari sisi atas kain maupun dari sisi bawah kain. Sehingga benang tersebut dapat diisi posisinya oleh benang – benang yang kasar dan lebih murah.
Pada anyaman diatas yang berperan sebagai lusi pengisi adalah lusi nomor 4, sama halnya dengan struktur anyaman yang sebelumnya.
Pada prinsipnya, kain rangkap ini sama saja dengan kain rangkap sebelumnya, namun terdapat benang tambahan yang mengikat kain atas dan bawah, baik sebagai pakan ataupun lusi.
Apabila digambarkan dalam tampak lintang kain maka benang tambahan akan seperti ini posisinya:
Sehingga ada dua kemungkinan pada kain dengan benang tambahan, yaitu kain yang memiliki 3 seri lusi dan 2 seri pakan, atau 2 seri lusi dan 3 seri pakan.
Kain rangkap dengan benang lusi tambahan
Karena ada tambahan benang lusi, maka kain ini akan memiliki 3 seri benang lusi dan 2 seri benang pakan.
Berikut ini adalah contoh dari kain rangkap tersebut
Dengan konstruksi anyaman 1 a 1 dan anyaman dasar pada kain atas dan bawah sebagai berikut:
Maka dihasilkan anyaman dengan konstruksi sebagai berikut:
Benang warna biru muda merupakan benang lusi tambahan yang dimaksud, dapat dilihat bahwa benang tersebut mengikat pakan atas maupun pakan bawah.
Kain rangkap dengan benang pakan tambahan
Karena ada tambahan benang lusi, maka kain ini akan memiliki 3 seri benang pakan dan 2 seri benang lusi.
Berikut ini adalah contoh dari kain rangkap tersebut
Dengan konstruksi anyaman 1 a 1 dan anyaman dasar pada kain atas satin lusi 5 gun dan kain bawah satin lusi 5 gun.
Benang warna merah merupakan benang pakan tambahan yang dimaksud, dapat dilihat bahwa benang tersebut mengikat lusi atas maupun lusi bawah.
Seperti yang telah diuraikan bahwa cara lain untuk menyatukan anyaman atas dan bawah adalah dengan cara mempertukarkan susunan benang-benang. Yang dimaksud dengan mempertukarkan benang ialah pada tempat-tempat tertentu benang lusi bawah dirubah menjadi benang lusi atas sedang benang pakan tetap, atau sebaliknya benang-benang lusi tetap tetapi benang pakan bawah pada tempat-tempat tertentu dirubah menjadi pakan atas.
Cara pertukaran benang tersebut dapat dilihat prinsipnya pada gambar-gambar berikut:
Dapat dilihat bahwa pada tempat-tempat tertentu benang berganti posisinya, yang semula adalah lusi atas lalu berpindah menjadi lusi bawah dan sebaliknya.
Dengan cara demikian diharapkan didapatkan kain dengan struktur yang lebih kuat dan mengikat tanpa cara pengikatan yang biasanya dilakukan.
Adapula pula perpindahan dari posisi ini yang disebut dengan cut double cloth effect. Jadi kain akan terlihat berubah pakan dan lusinya sekaligus pada daerah tertentu, berikut adalah contoh anyamannya:
Jadi seolah-olah kain tersebut memiliki pakan dan lusi yang berubah warnanya pada daerah tertentu, padahal efek tersebut dihasilkan karena perpindahan benang lusi dan pakan, bukan oleh warna benang yang berbeda pada daerah tersebut.
Sehingga apabila terlah ditenun menjadi sebuah kain, maka kenampakannya adalah sebagai berikut:
Kain rangkap dapat dibedakan atas : kain rangkap yang tidak terikat dan kain rangkap yang terikat.
Untuk kain rangkap yang tidak terikat penyatuannya hanya pada sisi kain; bisa dilakukan pada dua sisi dengan susunan pakan 1 a 1, atau bisa juga hanya pada satu sisi dengan susunan pakan 2 a 2. Penyatuan pada dua sisi menghasilan bentuk pipa dan digunakan misalnya bentuk pipa, kantong-kantong, Karung dan keperluan-keperluan lain yang memerlukan bentuk semacam itu. Sedang penyatuan pada satu sisi menghasilkan kain berbentuk lipatan yang kalau dibuka menjadi dua kali lebarnya .
Untuk menenun kain-kain semacam itu dapat dilakukan dengan satu teropong, asal benang pakan yang digunakan sama.
Untuk kain rangkap yang terikat penyatuannya tidak hanya pada sisi-sisinya, tetapi juga dengan pengikatan ditengah kain.
Ada beberapa cara pengikatan yang dapat dilakukan yaitu :
1. Pengikatan dengan lusi bawah (merupakan pengikatan dengan pakan atas).
2. Pengikatan dengan pakan bawah (merupakan pengikatan dengan lusi atas).
3. Pengikatan dengan lusi bawah dan pakan bawah (kombinasi 1 dan 2).
4. Pengikatan dengan lusi atau pakan tambahan.
5. Pengikatan dengan cara pertukaran susunan benang.
Pengikatan lusi bawah ke pakan atas
Berikut ini adalah contoh pengikatan yang dilakukan oleh lusi bawah terhadap pakan atas:
Dengan susunan 1 a 1, anyaman kain atas dan bawah sebagai berikut:
Maka akan terbentuk anyaman sebagai berikut:
Berikut ini adalah struktur dari desain anyaman rangkap tersebut:
Dapat terlihat pada area yang dilingkari bahwa lusi bawah mengikat pakan atas pada konstruksi anyaman rangkap diatas.
Pengikatan lusi atas ke pakan bawah
Berikut ini adalah contoh pengikatan yang dilakukan oleh lusi atas terhadap pakan bawah:
Dengan susunan 1 a 1, anyaman kain atas dan bawah sebagai berikut:
Maka akan terbentuk anyaman sebagai berikut:
Berikut ini adalah struktur dari desain anyaman rangkap tersebut:
Dapat terlihat pada area yang dilingkari bahwa lusi atas mengikat pakan bawah pada konstruksi anyaman rangkap diatas.
Pengikatan lusi bawah dan lusi atas terhadap pakan atas dan pakan bawah (kombinasi)
Berikut ini adalah contoh pengikatan yang dilakukan oleh lusi atas maupun lusi bawah terhadap pakan atas dan pakan bawah:
Dengan susunan 1 a 1, anyaman kain atas dan bawah sebagai berikut:
Maka akan terbentuk anyaman sebagai berikut:
Berikut ini adalah struktur dari desain anyaman rangkap tersebut:
Dapat terlihat pada area yang dilingkari bahwa lusi atas maupun lusi bawah sama-sama melakukan ikatan terhadap pakan atas maupun bawah
Pada lingkaran warna hijau, lusi bawah melakukan ikatan terhadap pakan atas.
Pada lingkaran warna kuning, lusi atas melakukan ikatan terhadap pakan bawah.
Pemilihan anyaman atas dan bawah Apabila benang-benang disusun dengan perbandingan-perbandingan yang sama, maka anyaman bawah biasanya sama dengan anyaman atas atau kira-kira sama jumlah silangannya misalnya anyaman keper 2/2 cocok sebeagi anyaman bawah dari keper 3/2,2/2, atau ½. Sebagai pedoman susunan anyaman bawah dibuat relatip lebih banyak silangannya daripada anyaman atas sebagai kompensasi karena benangnya lebih sedikit.
Jadipada susunan 2 a 1,maka untuk anyaman bawah lebih baik polos untuk anyaman atas keper 2/2 ; keper 2/1 sebagai anyaman bawah untuk keper 3/3, dan keper 2/2 sebagai anyaman bawah untuk keper 4/4.
Akan tetapi untuk membuat kain yang halus dengan kain atas yang indah dan kain bawah yang lembut (soft) bisa dipakai anyaman yang sama dalam susunan 2 a 1, dan jika susunan 1 a 1 maka bisa dibuat anyaman bawah lebih kendor daripada anyaman atas.
Efek yang teratur pada umumnya diperoleh dari besar raport anyaman atas dan bawah yang sama atau yang satu merupakan perkalian dari
yang lain. Sebagai contoh keper 1/3 tidak cocok untuk kain bawah dari keper 2/2 kecuali bila benang-benang tidak teratur susunannya misalnya untuk 1 raport atas 5 bawah 4 dan sebagainya.
Mengenai ukuran dan perbandingan jumlah benang untuk kain atas dan kain bawah terutama ditentukan oleh berapa syarat yangharus ditambahkan pada anyaman atas, akan tetapi mengenai susunan benang –benang atas dan bawah seperti 1 a1 atau 2 a 2 dan seterusnya dengan menggunakan benang atas yang berbeda dengan bawah ditentukan oleh jumlah bak teropong mesin tenun.
Paling umum kain rangkap bersusunan 1 a 1, dan pakan 1 a 1 seperti terlihat pada gambar 291A dan lusi 2 a 1, pakan 2 a 1 seperti pada gambar 291 B.
Kalau mesin tenun mempunyai bak-bak teropong hanya pada satu sisi saja, sedang pakan bawah harus berbeda dengan pakan atas, maka akan menghasilkan kain yang bersusunan pakan 2 a 2 atau 4 a 2 seperti terlihat pada gambar 291 C dan D.
Gambar 291
Jika diinginkan kain atas yang sangat halus kadang-kadang susunan benang 3 a 1 seperti terlihat pada gambar 291 E, Susunan benang bisa bervariasi lagi seperti misalnya lusi 1 a 1, pakan 2 a 1 atau sebaliknya masing-masing seperti terlihat pada gambar 291 F dan 291 G, lusi 2 a 1, pakan 2 a 2 seperti terlihat pada gambar 291 A. Susunan yang tidak teratur seperti atas 5 bawah 4 untuk satu raport (gambar 291 I) dan atas 5 bawah 5 (gambar 291 J) dan sebagainya, bisadibuat untuk mendapatkan perbandingan jumlah benang yang sukar dicapai dengan susunan yang teratur.
Mengenai susunan benang atas dan bawah tergantung dari bentuk kain yang akan dibuat.
Jika bentuk pipa yang dikehendaki , misalnya untuk keperluan seperti pipa, kantong, sumbu lampu dan sebagainya maka susunan yang biasa adalah 1 a 1, Untuk membuat kain yang terbuka pada salah satu pinggirnya misalnya untuk membuat lain 2 kali lebar, tetapi mesin yang ada untuk membuat kain 1 x lebar, maka susunan benang untuk kain semacam ini adalah 2 a 2.
Mengenai ukuran benang atas dan bawah yang digunakan sebaiknya memenuhi ketentuan, bahwa nomor benang sebanding dengan jumlah benang untuk masing-masing lapisan kain.
Jika kain rangkap yang susunannya 1 a 1, maka benang yang digunakan hendaknya bernomor sama, Jika susunan 2 a 1 maka benang bawah haruslah lebih tebal, umpama nomornya dua pertiga sampai setengah dari nomor benang atas. Benang bawah dibuat lebih tebal dari benang atas terutama kalau benang atas yang dipakai adalah benang wol halus (worsted) dan benang bawah adalah benang wol kasar (wollen).
Perbandingan nomor benang atas dan bawah tergantung dari kekuatan relatip yang dikehendaki dari kain atas dan bawah.
Susunan 2 a 1 dibuat karena dikehendaki kain bawah harus lebih kuat daripada kain atas. Apabila kedua kain, atas dan bawah sama anyamannya dengan susunan 2 a 1 seperti itu, maka dapat diharapkan serat kain bawah bisa tiga atau empat kali dari berat kain atas.
Kain rangkap merupakan salah satu jenis kain pada anyaman tekstil. Kain rangkap sebenarnya merupakan suatu jenis anyaman tenun yang memiliki dua seri benang lusi dan dua seri benang pakan, yang ditenun secara bersama-sama dengan anyaman tertentu sehingga terbentuk suatu lembaran dua lapis kain sekaligus, baik lapisan yang memiliki ikatan ataupun tanpa ikatan. Terdapat banyak sekali contoh penggunaan kain rangkap pada kehidupkan kita sehari-hari, contohnya untuk tenunan selimut yang membutuhkan ketebalan yang cukup tinggi, serta kain-kain lainnya.
Agar dapat memahami struktur Kain Rangkap (Double Cloth) anda harus mempelajari mengenai: 1. Susunan Benang pada kain rangkap Pelajari Lebih Lanjut (Click Here) 2. Pemilihan Anyaman atas dan Anyaman bawah Pelajari Lebih Lanjut (Click Here) 3. Pengikatan pada Kain Rangkap Pelajari Lebih Lanjut (Click Here) 4. Pertukaran Susunan benang pada Anyaman Rangkap Pelajari Lebih Lanjut (Click Here) 5. Kain Rangkap dengan Benang Tambahan Pelajari Lebih Lanjut (Click Here) 6. Kain Rangkap dengan Benang Pengisi Pelajari Lebih Lanjut (Click Here)
Tenunan keper dicirikan oleh garis diagonal di kain yang dibuat oleh floating benang atau picks. Tenunan keper termasuk anyaman sederhana yang pergerakan benangnya dua atas satu ke bawah (atau satu ke atas ke bawah) kemudian diulangi sepanjang repeat. Kain tenun keper diklasifikasikan sebagai berikut
Keper lusi: 2/1, 3/1, 3/2
Keper Pakan: 1/2, 1/3, 2/3
Keper Seimbang: 2/2, 3/3, 2/1 / 1/2
Pada kain keper lusi, floating benang lusi mendominasi lebih dari pakan. Sebaliknya, pada keper pakan, floating benang pakan mendominasi lebih dari benang lusinya. Dalam kasus kepar diimbangi, floating benang lusi dan benang pakan sama jumlahnya. Gambar 5.12 menunjukkan desain kertas titik untuk keper (2/1) dan keper seimbang (2/2). Gambar 5.13 dan 5.14 menggambarkan pola silangan masing-masing untuk keper 2/1 dan keper 3/1. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 5.14 bahwa ada floating benang lusi (warna oranye) di atas tiga pakan berturut-turut yang terlihat pada bagian muka kain.
Tenunan kepar memiliki silangan yang lebih sedikit daripada tenunan polos. Jadi kerutan pada benang untuk tenunan kepar akan lebih rendah daripada tenunan polos. Untuk kain yang setara, kepar 3/1 akan memberikan kekuatan robek yang lebih tinggi daripada keper 2/1 dan polos.
Gambar 5.12 Desain kertas anyaman keper
Gambar 5.13 Anyaman keper 2/1
Gambar 5.14 Anyaman keper 3/1
Sudut Kemiringan Diagonal Pada Efek Keper
Sudut yang dibuat oleh garis keper terhadap arah horizontal (arah pakan) dikenal sebagai sudut keper (Gambar 5.15). Dari desain kertas, tampaknya sudut akan selalu 45 °. Namun, itu tergantung pada kerapatan benang dan faktor lainnya.
Gambar 5.15 Desain Anyaman Keper 2/1 membentuk sudut 45 derajat
Pada Gambar 5.16, tenunan keper 3/1 telah ditunjukkan dengan memindahkan nomor 1 (satu langkah ke kanan dan satu langkah ke atas). Di sini sudut θ (CAB) adalah sudut keper.
Angka loncat menyiratkan pergerakan titik awal desain dalam arah horizontal dan vertikal. Umumnya, untuk konstruksi desain standar, memindahkan nomor 1 digunakan untuk kedua arah. Oleh karena itu, sudut keper tergantung pada rasio dan jarak benang (kerapatan benang) seperti yang ditunjukkan di atas. Namun, dengan menggunakan langkah yang lebih tinggi nomor 2 dalam arah vertikal, keping curam dapat diproduksi yang memiliki sudut kepar> 45 °. Di sisi lain, dengan menggunakan nomor gerakan yang lebih tinggi dalam arah horizontal, keper-keper dapat diproduksi yang memiliki sudut keper <45 °.
Jadi ekspresi umum untuk sudut keper adalah sebagai berikut.
Keper curam dan keper landai berdasarkan 3/1 kepar tenunan ditunjukkan pada Gambar 5.16. Sudut twill yang berbeda telah digambarkan pada Gambar 5.17.
Gambar 5.16 Anyaman Keper 3/3
Gambar 5.17 Kemiringan Sudut Keper Ditentukan Oleh Angka Loncatnya
Tags:
Anyaman ; Polos ; Keper ; Satin ; Turunan ; Desain Tekstil ; Tekstil ; Kuliah Tekstil ; Anyaman Tekstil ; Kertas Desain Tekstil ; Struktur ; Struktur Anyaman ; Benang Lusi ; Benang Pakan ; Warp ; Weft ; Picks ; Fabric ; Plain ; Twill ; Sateen ; Textile Design ; Ahli Desain ; Politeknik STTT Bandung ; Analisis Anyaman ; Penggolongan Anyaman ; Penggolongan Struktur Anyaman ; Jenis Anyaman ; Anyaman - Anyaman ; Anyaman-Anyaman ; Tekstil Sandang ; Gambar Anyaman ; Belajar Tekstil ; Tekstil Indonesia ; Benang Anyaman ; Anyaman Benang ; Struktur Benang Anyaman ; Berbagai Jenis Anyaman ; Kain Pakaian ; Pakaian Manusia ; Sejarah Pakaian ; Tenunan ; Struktur Tenunan ;
Studi tentang sejarah pakaian dan tekstil menelusuri ketersediaan dan penggunaan tekstil dan bahan lainnya. Pada saat yang sama, penelitian ini juga membantu dalam menelusuri perkembangan teknologi untuk pembuatan pakaian selama sejarah manusia. Penggunaan pakaian secara eksklusif merupakan karakteristik manusia dan merupakan ciri sebagian besar masyarakat manusia. Tidak diketahui kapan manusia mulai mengenakan pakaian tetapi antropolog percaya bahwa kulit binatang dan tumbuhan diadaptasi menjadi penutup sebagai pelindung dari dingin, panas dan hujan, terutama ketika manusia bermigrasi ke iklim baru. Pakaian dan tekstil sangat penting dalam sejarah manusia. Mereka mencerminkan materi yang tersedia di berbagai peradaban pada waktu yang berbeda. Mereka juga merefleksikan teknologi yang telah dikuasai pada waktunya. Signifikansi sosial dari produk jadi mencerminkan budaya mereka.
Wanita yang membuat sutra, lukisan awal abad ke-12 oleh Kaisar Huizong of Song (sebuah remake dari seniman asli abad ke-8 oleh seniman Zhang Xuan), menggambarkan pembuatan kain sutera di Tiongkok.
Tekstil dapat dirasakan atau serat pintal dibuat menjadi benang dan kemudian dijaring, dilingkarkan, dirajut atau ditenun untuk membuat kain, yang muncul di Timur Tengah selama zaman batu akhir. Sejak zaman dahulu hingga sekarang, metode produksi tekstil terus berevolusi, dan pilihan tekstil yang tersedia telah mempengaruhi bagaimana orang-orang membawa barang-barang mereka, mendandani diri mereka sendiri, dan mendekorasi sekelilingnya.
Sumber-sumber yang tersedia untuk studi pakaian dan tekstil termasuk sisa-sisa bahan yang ditemukan melalui arkeologi; representasi tekstil dan pembuatannya dalam seni; dan dokumen tentang pembuatan, perolehan, penggunaan, dan perdagangan kain, peralatan, dan pakaian jadi. Beasiswa sejarah tekstil, khususnya tahap-tahap awalnya, adalah bagian dari kajian budaya material.
Perkembangan Tekstil Pada Era Prasejarah
Perkembangan pembuatan tekstil dan pakaian dalam prasejarah telah menjadi subyek sejumlah studi ilmiah sejak akhir abad ke-20. Sumber-sumber ini telah membantu memberikan sejarah yang koheren dari perkembangan prasejarah ini. Bukti menunjukkan bahwa manusia mungkin telah mulai mengenakan pakaian sejauh 100.000 hingga 500.000 tahun yang lalu.
Penerapan Awal Pakaian
Analisis genetika menunjukkan bahwa kutu tubuh manusia, yang hidup dalam pakaian, mungkin hanya menyimpang dari kepala kutu sekitar 170.000 tahun yang lalu, yang mendukung bukti bahwa manusia mulai mengenakan pakaian di sekitar saat ini. Perkiraan ini mendahului eksodus manusia pertama yang diketahui dari Afrika, meskipun spesies hominid lain yang mungkin telah mengenakan pakaian - dan berbagi infestasi kutu ini - tampaknya telah bermigrasi lebih awal.
Jarum jahit telah diberi tanggal setidaknya 50.000 tahun yang lalu (Gua Denisova, Siberia) - dan secara unik dikaitkan dengan spesies manusia selain manusia modern, yaitu H. Denisova / H. Altai. Contoh tertua yang mungkin adalah 60.000 tahun yang lalu, sebuah titik jarum (batang dan mata yang hilang) ditemukan di Gua Sibudu, Afrika Selatan. Contoh awal jarum lainnya yang berasal dari 41.000-15.000 tahun yang lalu ditemukan di beberapa lokasi, mis. Slovenia, Rusia, China, Spanyol dan Prancis.
Serat rami dicelup paling awal telah ditemukan di gua prasejarah di Georgia dan tanggal kembali ke 36.000.
Venus Figurine "Venus of Lespugue" yang berusia 25.000 tahun, ditemukan di Prancis selatan di Pyrenees, menggambarkan kain atau rok serat bengkok. Patung-patung lain dari Eropa Barat dihiasi dengan topi atau topi keranjang, ikat pinggang yang dikenakan di pinggang, dan tali kain yang melilit tubuh tepat di atas payudara. Patung-patung Eropa Timur mengenakan ikat pinggang, tergantung rendah di pinggul dan kadang-kadang rok tali.
Para arkeolog telah menemukan artefak dari periode yang sama yang tampaknya telah digunakan dalam seni tekstil: (5.000 SM) alat pengukur bersih, jarum spindle dan tongkat tenun.
Tekstil dan Pakaian Zaman Kuno
Pengetahuan kita tentang tekstil dan pakaian kuno telah berkembang di masa lalu berkat perkembangan teknologi modern. Pengetahuan kita tentang budaya sangat bervariasi dengan kondisi iklim di mana deposit arkeologi terpapar; Timur Tengah dan pinggiran kering Cina telah memberikan banyak contoh yang sangat awal dalam kondisi yang baik, tetapi perkembangan awal tekstil di anak benua India, Afrika sub-Sahara dan bagian basah lainnya di dunia masih belum jelas. Di Eurasia utara, rawa gambut juga dapat melestarikan tekstil dengan sangat baik. Tekstil pertama yang diketahui di Amerika Selatan ditemukan di Gua Guitarrero di Peru, yang ditenun dari serat nabati dan tanggal kembali ke 8.000 B.C.E.
Dari pra-sejarah sampai awal Abad Pertengahan, untuk sebagian besar Eropa, Timur Dekat dan Afrika Utara, dua jenis utama tenun mendominasi produksi tekstil. Ini adalah alat tenun lungsin dan alat tenun dua-beam. Panjang kain itu menentukan lebar kain yang ditenun di atasnya, dan bisa selebar 2–3 meter. Jenis tenun kedua adalah alat tenun dua-beam. Pakaian tenunan awal sering dibuat dari lebar tenun lengkap yang dibungkus, diikat, atau disematkan pada tempatnya.
Di Daerah Timur Zaman Kuno
Tekstil tenunan yang paling awal dikenal dari Timur mungkin adalah kain yang digunakan untuk membungkus mayat, yang digali di situs Neolitik di Çatalhöyük di Anatolia, dikarbonisasi dalam api dan radiokarbon bertanggal c. 6000 SM. Ada bukti budidaya rami dari c. 8000 SM di Timur, tetapi perkembangbiakan domba dengan bulu wol daripada rambut terjadi jauh kemudian, c. 3000 SM.
Di Daerah India Zaman Kuno
Kami tidak tahu apa orang-orang yang membentuk Peradaban Lembah Indus, salah satu peradaban paling awal di dunia, benar-benar mengenakannya. Kain apa pun yang mungkin telah dipakai telah lama hancur dan kita belum dapat menguraikan naskah Indus. Namun, sejarawan dan arkeolog telah berhasil mengumpulkan beberapa bit informasi dari petunjuk yang ditemukan dalam patung dan patung-patung.
Patung-patung terakota yang ditemukan di Mehrgarh menunjukkan sosok laki-laki yang mengenakan apa yang biasanya ditafsirkan sebagai turban; Patung-patung perempuan menggambarkan wanita dengan hiasan kepala yang rumit dan gaya rambut yang rumit. Dalam kasus-kasus tertentu, hiasan kepala ini telah membuat para sejarawan melampirkan konotasi religius pada patung-patung dan menafsirkan hiasan kepala sebagai simbol seorang ibu dewi.
Salah satu patung yang paling penting ditemukan adalah "Raja Pendeta" dari situs Mohenjo-daro. Hal ini tidak hanya penting karena para ahli menyebutnya sebagai representasi dari otoritas yang diasumsikan atau kepala negara tetapi juga karena apa yang dipakainya, namun, baru-baru ini ditemukan menjadi interpretasi dari seorang pedagang kaya. The Priest-King yang duduk dengan tenang digambarkan mengenakan selendang bermotif bunga. Sejauh ini, ini adalah satu-satunya patung dari Lembah Indus untuk menunjukkan pakaian dalam detail eksplisit seperti itu. Namun, itu tidak memberikan bukti konkret untuk melegitimasi sejarah pakaian di zaman Harappan. Harappan bahkan mungkin telah menggunakan warna alami untuk mewarnai kain mereka. Penelitian menunjukkan bahwa budidaya tanaman nila (genus: Indigofera) adalah lazim.
Seorang wanita di Dhaka mengenakan kain halus di Bengali, abad ke-18.
Patung penting lainnya adalah seorang gadis menari, juga digali dari Mohenjo-daro. Dia digambarkan tanpa busana selain sejumlah gelang di lengannya. B. B. Lal telah berhasil menarik kesejajaran antara gadis dan wanita menari hari ini di beberapa bagian Rajasthan dan Gujarat. Dia memperhatikan bagaimana wanita kontemporer terus memakai gelang itu bahkan sampai hari ini. Harappan mungkin tidak meninggalkan bukti apa pakaian atau tekstil apa yang mereka miliki saat itu tetapi mereka memang meninggalkan sisa-sisa perhiasan dan manik-manik dalam jumlah besar. Misalnya, kuburan Harappan telah menghasilkan berbagai bentuk perhiasan seperti kalung, gelang, cincin, dan hiasan kepala. Beberapa manik-manik dengan berbagai bentuk dan ukuran juga telah ditemukan. Perhiasan ini menggabungkan berbagai bahan seperti emas, perunggu, terakota, fayans, dan kerang; bahan impor termasuk pirus dan lapis lazuli juga digunakan. Ini menunjukkan bahwa Harappan mungkin telah terlibat dalam perdagangan jarak jauh. Manik-manik carnelian yang panjang dan ramping sangat dihargai oleh Harappan. Harappan juga ahli dalam pembuatan microbeads, yang telah ditemukan di berbagai lokasi dari tungku dan kuburan. Manik-manik ini sangat sulit untuk bekerja dan membutuhkan ketelitian ekstra untuk menghasilkan. Latihan khusus telah ditemukan di Lothal dan Chanhudaro. Chanhudaro adalah pusat yang dikhususkan untuk produksi kerajinan.
Di Daerah Mesir Zaman Kuno
Ada bukti untuk produksi kain linen di Mesir Kuno pada periode Neolitik, c. 5500 SM. Budidaya rami liar peliharaan, mungkin impor dari Levant, didokumentasikan sedini c. 6000 SM. Serat kulit pohon lainnya termasuk daun, alang-alang, palem, dan papirus digunakan sendiri atau dengan linen untuk membuat tali dan tekstil lainnya. Bukti untuk produksi wol di Mesir sangat sedikit pada periode ini.
Ratu Nefertari dalam pakaian linen tipis, Mesir, c. 1298–1235 SM
Teknik berputar termasuk drop spindle, hand-to-hand spinning, dan rolling pada paha; benang juga disambung. Alat tenun tanah horisontal digunakan sebelum Kerajaan Baru, ketika alat tenun dua-balok vertikal diperkenalkan, mungkin dari Asia.
Perban linen digunakan dalam adat pemakaman mumifikasi, dan seni menggambarkan pria Mesir yang memakai kain linen dan wanita dengan gaun sempit dengan berbagai bentuk kemeja dan jaket.
Di Daerah Cina Zaman Kuno
Bukti paling awal dari produksi sutra di China ditemukan di situs budaya Yangshao di Xia, Shanxi, di mana kepompong mori bombyx, ulat sutera yang dibesarkan, dipotong setengah dengan pisau tajam bertanggal antara 5000 dan 3000 SM. Fragmen alat tenun primitif juga terlihat dari situs budaya Hemudu di Yuyao, Zhejiang, tertanggal sekitar 4000 SM. Potongan-potongan sutra ditemukan di situs budaya Liangzhu di Qianshanyang di Huzhou, Zhejiang, sejak tahun 2700 SM. Fragmen lain telah ditemukan dari makam kerajaan di [Dinasti Shang] (sekitar 1600 - sekitar 1046 SM).
Kain tekstil sutra dari Mawangdui di Changsha, provinsi Hunan, Cina, abad ke-2 SM
Di bawah Dinasti Shang, pakaian Han Cina atau Hanfu terdiri dari yi, tunik selutut sempit yang diikat dengan selempang, dan rok sempit, setinggi pergelangan kaki, yang disebut shang, dikenakan dengan bixi, selembar kain yang mencapai lutut. Pakaian para elit terbuat dari sutra dengan warna-warna primer yang hidup.
Di Daerah Thailand Zaman Kuno
Bukti awal pemintalan di Thailand dapat ditemukan di situs arkeologi Tha Kae yang terletak di Thailand Tengah. Tha Kae dihuni selama akhir milenium pertama SM hingga akhir milenium pertama Masehi. Di sini, para arkeolog menemukan 90 fragmen spindle whorl bertanggal dari abad ke-3 SM hingga abad ke-3. Dan bentuk temuan ini menunjukkan hubungan dengan Cina Selatan dan India. Lingkar spindel adalah objek cakram atau bola yang pas ke poros untuk meningkatkan serta mempertahankan kecepatan pemintalan.
Di Daerah Jepang Zaman Kuno
Bukti awal tenunan di Jepang terkait dengan periode Jōmon. Budaya ini didefinisikan oleh tembikar yang dihiasi dengan pola kabel. Di sebuah gundukan shell di Prefektur Miyagi, sekitar 5.500, beberapa serpihan kain ditemukan terbuat dari serat kulit. Serat rami juga ditemukan di gundukan shell Torihama, Prefektur Fukui, dating kembali ke periode Jōmon, menunjukkan bahwa tanaman ini juga bisa digunakan untuk pakaian. Beberapa pola jejak tembikar menggambarkan juga desain matras halus, yang membuktikan teknik tenun mereka. Pola-pola pada tembikar Jōmon memperlihatkan orang-orang mengenakan pakaian pendek atas, celana ketat, lengan corong, dan tali seperti sabuk. Penggambaran juga menunjukkan pakaian dengan pola yang disulam atau dicat dengan desain melengkung, meskipun tidak jelas apakah ini menunjukkan pakaian apa yang terlihat atau apakah itu hanya gaya representasi yang digunakan. Tembikar juga tidak menunjukkan perbedaan antara pakaian pria dan wanita. Ini mungkin benar karena pada masa itu pakaian lebih untuk dekorasi daripada perbedaan sosial, tetapi mungkin juga hanya karena representasi pada tembikar daripada bagaimana orang-orang berpakaian pada saat itu. Karena jarum tulang juga ditemukan, diasumsikan bahwa mereka mengenakan gaun yang dijahit bersama.
Selanjutnya adalah periode Yayoi, di mana budidaya padi dikembangkan. Hal ini menyebabkan pergeseran dari masyarakat pemburu-pengumpul ke masyarakat agraris yang memiliki dampak besar pada pakaian. Menurut literatur Cina dari periode waktu itu, pakaian yang lebih sesuai untuk pertanian mulai dipakai. Misalnya, pembungkus kain yang tidak diawetkan di sekitar tubuh dan pakaian jenis ponco dengan lubang kepala dipotong ke dalamnya. Literatur yang sama ini juga menunjukkan bahwa riasan merah muda atau merah tua dipakai tetapi juga bahwa perilaku antara orang-orang dari segala usia dan jenis kelamin tidak sangat berbeda. Namun, ini masih bisa diperdebatkan karena mungkin ada prasangka budaya dalam dokumen Cina. Ada kepercayaan umum Jepang bahwa periode waktu Yayoi cukup utopis sebelum pengaruh Cina mulai mempromosikan penggunaan pakaian untuk menunjukkan usia dan jenis kelamin.
Dari 300 hingga 550 AD adalah periode Yamato, dan di sini banyak gaya pakaian dapat berasal dari artefak waktu itu. Patung-patung makam (haniwa) terutama memberitahu kita bahwa gaya pakaian berubah dari yang menurut akun Cina dari zaman sebelumnya. Patung-patung biasanya mengenakan pakaian dua potong yang memiliki bagian atas dengan pembukaan depan dan potongan lengan pendek dengan celana longgar untuk pria dan rok lipit untuk wanita. Perkebunan sutra telah diperkenalkan oleh orang Cina pada periode ini, tetapi karena biaya sutra, itu hanya akan digunakan oleh orang-orang dari kelas atau jajaran tertentu.
Periode-periode berikutnya adalah Asuka (550 hingga 646 M) dan Nara (646 hingga 794 M) ketika Jepang mengembangkan pemerintahan yang lebih bersatu dan mulai menggunakan hukum dan peringkat sosial Tiongkok. Undang-undang baru ini mengharuskan orang untuk memakai gaya dan warna yang berbeda untuk menunjukkan status sosial. Pakaian menjadi lebih panjang dan lebih lebar secara umum dan metode jahit lebih maju.
Tags:
Anyaman ; Polos ; Keper ; Satin ; Turunan ; Desain Tekstil ; Tekstil ; Kuliah Tekstil ; Anyaman Tekstil ; Kertas Desain Tekstil ; Struktur ; Struktur Anyaman ; Benang Lusi ; Benang Pakan ; Warp ; Weft ; Picks ; Fabric ; Plain ; Twill ; Sateen ; Textile Design ; Ahli Desain ; Politeknik STTT Bandung ; Analisis Anyaman ; Penggolongan Anyaman ; Penggolongan Struktur Anyaman ; Jenis Anyaman ; Anyaman - Anyaman ; Anyaman-Anyaman ; Tekstil Sandang ; Gambar Anyaman ; Belajar Tekstil ; Tekstil Indonesia ; Benang Anyaman ; Anyaman Benang ; Struktur Benang Anyaman ; Berbagai Jenis Anyaman ; Kain Pakaian ; Pakaian Manusia ; Sejarah Pakaian ; Tenunan ; Struktur Tenunan ;
Tenunan adalah cara pembuatan kain yang paling populer. Hal ini terutama dilakukan dengan menjalin dua set ortogonal benang (benang lusi dan benang pakan) dari benang-benang dalam pola yang teratur dan berulang. Proses penenunan yang sebenarnya didahului oleh proses penyiapan benang yaitu winding, warping, sizing, drawing and denting.
Winding mengubah gulungan benang dari bentuk cops ring frame kedalam bentuk gulungan cheese atau cones serta menghilangkan cacat benang. Pada alat tenun shuttle, proses winding juga dapat dilakukan dengan tujuan untuk menggulung pada bentuk palet pada proses pertenunan kain. Gambar 1.2 menunjukkan berbagai gulungan benang yang digunakan dalam operasi tekstil (dari kiri ke kanan: cops ringframe , cones, cheese dan palet). Warping dilakukan dengan tujuan untuk menyiapkan beam warper yang berisi sejumlah besar ujung paralel dalam balok flens ganda. Sizing adalah proses penerapan lapisan pelindung pada benang lusi sehingga mereka dapat menahan tekanan berulang, strain dan meregangkan selama proses penenunan. Akhirnya kain dibuat di alat tenun yang melakukan beberapa operasi pada urutan yang tepat sehingga ada persilangan antara benang lusidan benang pakan dan produksi kain berkelanjutan.
Jenis Mesin Tenun
Hand Loom: Ini terutama digunakan dalam sektor yang tidak terorganisir (skala UMKM). Operasi seperti penumpahan dan pengambilan dilakukan dengan menggunakan kekuatan manual. Ini adalah salah satu sumber utama penciptaan lapangan kerja di daerah pedesaan.
Power Loom: Ini dirancang oleh Edmund Cartwright pada 1780-an (selama revolusi industri). Semua operasi alat tenun otomatis kecuali perubahan pirn.
Automatic Loom: Dalam kekuatan alat tenun ini, pirn habis diisi ulang oleh yang penuh tanpa penghentian. Sistem under-pick adalah persyaratan untuk alat tenun ini.
Multiphase Loom: Beberapa gudang dapat dibentuk secara bersamaan dalam alat tenun ini dan dengan demikian produktivitas dapat ditingkatkan sebagian besar. Gagal meraih kesuksesan komersial.
Shuttle-less Loom: Pakan dilakukan proyektil, rapier atau cairan dalam kasus alat tenun shuttle-less. Tingkat produksi jauh lebih tinggi untuk alat tenun ini. Selain itu, kualitas produk juga lebih baik dan rentang produknya jauh lebih luas dibandingkan dengan Power of looms. Sebagian besar pabrik modern dilengkapi dengan berbagai jenis alat tenun ulang-alik yang didasarkan pada berbagai produk.
Alat tenun circullar: Kain tubular seperti pipa selang dan karung diproduksi oleh alat tenun melingkar.
Narrow Loom: Alat tenun ini juga dikenal sebagai jarum tenun dan digunakan untuk memproduksi kain lebar sempit seperti kaset, pita web, pita dan kaset ritsleting.
Berikut ini merupakan Salah satu mesin hand loom:
Proses Pertenunan
Gerakan Pokok Mesin Tenun
Gambar 1.3 menunjukkan beberapa komponen dasar alat tenun. Untuk pembuatan kain melalui pertenunan, diperlukan tiga gerakan utama yaitu shedding, picking dan beat up.
Gambar-1.3 Mekanisme Pertenunan
Shedding Motion (Gerakan Pembukaan Mulut Lusi)
Shedding adalah proses benang benang lusi dibagi menjadi dua kelompok sehingga terbentuk suatu rongga (disebut juga mulut lusi) yang dibuat untuk melewatkan benang pakan atau alat pengangkut pakan. Satu kelompok benang (benang merah) baik bergerak ke arah atas atau tetap di posisi atas (jika mereka sudah dalam posisi naik) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.4. Jadi mereka membentuk garis batas atas. Kelompok benang lain (benang hijau) bergerak ke arah bawah atau tetap di posisi bawah (jika mereka sudah dalam posisi turun).
Kecuali untuk jacquard shedding, benang lusi tidak dikontrol secara individual selama operasi shedding. Healds (Gambar 1.5) digunakan untuk mengendalikan sejumlah besar benang lusi. Gerakan ke atas dan ke bawah dari penyembuhan dikendalikan baik oleh mekanisme cam atau dobby shedding. Pergerakan para healds tidak berlanjut. Setelah mencapai posisi atas atau bawah, para healds, secara umum, tetap diam selama beberapa waktu. Ini dikenal sebagai ‘diam’. Secara umum, gudang berubah setelah setiap pengambilan yaitu penyisipan pakan.
Gambar-1.5 Gun/Kamran
Picking Motion (Gerakan Peluncuran Pakan)
Penyisipan pakan atau peluncuran pakan (shuttle, projectile or rapier) melalui mulut lusi dikenal sebagai Picking (Peluncuran Pakan). Berdasarkan sistem picking, alat tenun dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Shuttle loom: benang pakan dibawa oleh suatu perangkat shuttle kayu
Projectile loom: benang pakan dibawa dengan menggunakan suatu logam yang berbentuk proyektil
Airjet loom: benang pakan dibawa oleh suatu mekanisme peluncuran udara bertekanan tinggi
Waterjet loom: benang pakan dibawa oleh suatu mekanisme peluncuran menggunakan media air bertekanan tinggi
Rapier loom: benang pakan disisipkan dengan menggunakan batang rapier, bisa berupa rapier rigid atau rapier flexible
Gambar 1.6 menunjukkan beberapa contoh alat pembawa pakan
Gambar-1.6 Contoh alat pembawa pakan
Dengan pengecualian pada pertenunan shuttle, pakan akan selalu disisipkan hanya dari satu sisi alat tenun. Pemilihan waktu (timming) sangat penting terutama dalam hal alat tenun shuttle. Shuttle harus masuk ke mulut lusi dan meninggalkan mulut lusi ketika mulut lusi cukup terbuka (Gambar 1.7). Jika tidak, pergerakan mulut lusi akan terhambat oleh benang lusi. Akibatnya, benang lusi dapat putus karena abrasi karena bergesekan dengan shuttle atau shuttle dapat terjebak di dalam mulut lusi yang dapat menyebabkan kerusakan pada sisir tenun, kain dan benang lusi.
Gambar-1.7 Penyisipan Benang Pakan Dengan Menggunakan Shutlle
Beat-Up Motion (Gerakan Pengetekan Benang Pakan)
Beat-up adalah tindakan dimana benang pakan yang baru disisipkan didorong ke arah ujung kain (Gambar 1.8). Ujung kain adalah batas kain yang telah ditenun. Komponen alat tenun yang bertanggung jawab untuk memukul disebut 'sisir'. Sisir, yang seperti sisir logam, dibawa oleh sley yang bergoyang ke depan dan ke belakang dengan mekanisme batang engkol. Dalam alat tenun modern, beat up dilakukan dengan mekanisme cam yang dikenal sebagai cam beat up. Umumnya, satu Beat up dilakukan setelah memasukkan satu benang pakan.
Gambar-1.8 Pengetekan benang pakan
Gerakan Sekunder (Auxiliary Motion)
Untuk pembuatan kain tanpa terputus (kontinyu), diperlukan dua gerakan sekunder tambahan. Ini adalah take-up dan let-off. Gerakan take-up menerbangkan kain yang baru terbentuk pada rol kain baik secara terus menerus atau sebentar-sebentar setelah pukulan. Kecepatan take-up juga menentukan nilai picks / cm dalam fabric pada kondisi loom. Saat gerakan take-up menerbangkan kain yang baru terbentuk, ketegangan pada lembaran lungsin meningkat. Untuk mengimbangi ini, balok penenun diputar oleh mekanisme let-off sehingga beberapa lembar lilitan baru dilepaskan.
Gerakan Bantu
Gerakan bantu terutama terkait dengan aktivasi gerakan berhenti jika ada gangguan fungsi seperti kerusakan lusi, kerusakan pakan atau jebakan antar-jemput di dalam gudang. Gerakan bantu utama adalah sebagai berikut:
Warp stop motion (dalam kasus kerusakan lusi)
Gerak berhenti gerak (dalam hal kerusakan pakan)
Tags:
Anyaman ; Polos ; Keper ; Satin ; Turunan ; Desain Tekstil ; Tekstil ; Kuliah Tekstil ; Anyaman Tekstil ; Kertas Desain Tekstil ; Struktur ; Struktur Anyaman ; Benang Lusi ; Benang Pakan ; Warp ; Weft ; Picks ; Fabric ; Plain ; Twill ; Sateen ; Textile Design ; Ahli Desain ; Politeknik STTT Bandung ; Analisis Anyaman ; Penggolongan Anyaman ; Penggolongan Struktur Anyaman ; Jenis Anyaman ; Anyaman - Anyaman ; Anyaman-Anyaman ; Tekstil Sandang ; Gambar Anyaman ; Belajar Tekstil ; Tekstil Indonesia ; Benang Anyaman ; Anyaman Benang ; Struktur Benang Anyaman ; Berbagai Jenis Anyaman ; Kain Pakaian ; Pakaian Manusia ; Sejarah Pakaian ; Tenunan ; Struktur Tenunan ;