Cari Artikel Tekstil

Popular Post

  • Recent Developments in Smart and Intelligent Textiles.
  • Deciding the Fabric Features with Weaving Patterns.
  • AMedical Textiles: Nanofiber-based Smart Dressings for Burn Wounds.
  • Penjelasan mengenai pertenunan handuk.
  • Plasma Treatment Technology for Textile Industry Plasma Treatment Technology for Textile Industry.

Thursday, November 8, 2018



Banyak serat alami, termasuk wol, kasmir dan sutra, adalah bahan berbasis protein; berat kering wol hampir seluruhnya berasal dari protein (Maclaren & Milligan 1981). Meskipun biasanya kurang heterogen daripada serat biologis, berbagai biomaterial berbasis protein yang tersedia juga mengandung berbagai gugus fungsi yang berasal dari struktur penyusun protein primernya dan sekundernya.

Respon serat terhadap proses seperti pencelupan dan penyempurnaan berkorelasi langsung dengan sifat struktural dan kimianya, dan ini terutama berlaku untuk penyempurnaan yang bersifat pada permukaan. Sebagian besar gugus fungsi pada serat berada pada permukaannya, sehingga modifikasi permukaan memiliki dampak besar pada proses dan kinerja serat itu sendiri. Serat keratin seperti wol dan kasmir memiliki lapisan lipid yang menghasilkan permukaan hidrofobik. Baru-baru ini berbagai teknologi rekayasa permukaan serat yang inovatif dan baru telah dikembangkan, banyak di antaranya melibatkan mengubah sifat permukaan dengan menghilangkan lapisan lipid, sehingga permukaan protein dengan berbagai gugus kimia reaktif akan berada pada lapisan terluar. Proses penyempurnaan dengan ikatan kovalen pada permukaan serat akan mengikat lebih baik daripada hanya secara fisik diterapkan ke permukaan. Hal tersebut menawarkan potensi daya tahan superior terhadap hasil rekayasa fungsi yang diharapkan.

Perkembangan teknologi dalam modifikasi permukaan serat protein memiliki sejarah yang cukup panjang. Termasuk penerapan teknologi plasma, yang dapat memunculkan gugus fungsi pada permukaan protein, dengan tujuan untuk meningkatkan sifat seperti keterbasahan permukaan (wet-ability), kemampuan pada saat proses pencelupan (dye-ability), ketahanan susut dan ketahanan terhadap terjadinya felting. Penggunaan treatment menggunakan ozon dengan tujuan mengoksidasi permukaan dan mengubah keseimbangan ion, dapat menghasilkan permukaan yang lebih reaktif dan dapat menanggulangi terjadinya susut pada serat protein. Klorinasi meningkatkan karakteristik penyerapan dan mengurangi penyusutan. Hidrogen peroksida dan asam anhidrida asetil pada serat sutra dan wol dapat meningkatkan dye ability, meningkatkan kemampuan ketahanan susut, dan meningkatkan kemampuan serat agar dapat di treatment. Treatment enzimatik telah digunakan untuk mendeputasi permukaan dan meningkatkan sifat seperti ketahanan susut. Perkembangan teknologi terbaru yaitu dengan menggunakan reaksi dari zat kimia atau molekul bercabang untuk memunculkan gugus reaktif pada permukaan serat, yang memungkinkan perlekatan pada reaksi smart treatment dengan ikatan kovalen, atau penguatan gugus reaktif untuk meningkatkan fungsionalitas bahan tekstil tertentu. Pada Gambar-1, dapat dilihat jenis-jenis dari modifikasi permukaan serat protein dengan berbagai aplikasi, mulai dari physical modification hingga chemical modification.

Metode Modifikasi Secara Fisika Pada Serat Protein (Physical Modification)
Dengan adanya gerakan ramah lingkungan telah memotivasi industri tekstil untuk beralih dari treatment berbasis cairan (memiliki limbah cairan) yang melibatkan bahan pencemar dan limbah kimia. Sehubungan dengan proses pencelupan, sifat modifikasi fisik pada permukaan serat protein adalah penting dan harus dipertimbangkan untuk dapat diterapkan. Melalui proses secara fisika (dalam hal ini mengacu pada proses plasma dan UV), polutan atau limbah berbahaya tersebut dapat dihindari.

Proses Modifikasi Dengan Menggunakan Plasma
Treatment menggunakan teknologi plasma menggunakan aliran listrik ditemukan dapat menimbulkan sifat permukaan spesifik untuk serat protein (Höcker 2002). Selain hal itu, plasma menawarkan potensi suatu proses treatment yang sederhana, bersih, bebas pelarut dan relatif murah. Treatment ini dapat digunakan untuk memodifikasi permukaan dengan pengendapan polimer atau dapat 'membersihkan' permukaan dengan pengikisan permukaan. Treatment plasma semakin menggantikan perawatan tekstil konvensional (berbasis kimia) untuk mencapai hasil seperti meningkatkan daya celup. Treatment plasma korona mengoksidasi permukaan tekstil berbasis protein, menghasilkan senyawa yang aktif secara kimia, menambah gugus fungsi, dan mengikis permukaan (Höcker 2002; Ceria et al. 2010). Höcker (2002) menggunakan gas tertentu pada proses plasma sehingga dapat menghasilkan pengendapan atom dari gas-gas tersebut, seperti gas fluor contohnya. Efek dari treatment plasma terbatas pada permukaan wol, sehingga tidak mungkin menghasilkan perubahan pada sifat massal yang dihasilkan dari kerusakan pada bagian serat tersebut.
Dalam konteks industri tekstil, plasma merupakan produk interaksi antara medan elektromagnetik dengan gas; yaitu, gas terionisasi sebagian yang mengandung ion, elektron dan partikel netral (Kan & Yuen 2007). Pada tekanan gas yang mirip dengan tekanan atmosfer dan tegangan tinggi, korona pada proses plasma dapat dihasilkan. Pada tekanan gas 0,1-10 MPa dan pada tegangan rendah, akan muncul berkas cahaya pada plasma tersebut (Rakowski 1997; Kan & Yuen 2007). Metode glow discharge paling sering digunakan pada proses plasma tekstil. Banyak treatment plasma menggunakan sistem tekanan rendah (vakum) digunakan untuk menjaga agar proses plasma berlangsung stabil, Menurunkan tekanan pada proses plasma juga membantu dengan efek penetrasi plasma terhadap material tekstil dengan ketebalan tertentu (Poll et al. 2001). Bagaimanapun sistem plasma tekanan atmosfer, memiliki keuntungan industri untuk aplikasi tekstil skala besar karena biaya, waktu dan ruang akan lebih mudah dilakukan(Sugiyama et al. 1998; Demir 2010). Proses plasma tersebut membutuhkan frekuensi sumber 1-20 kHz dan gas helium (Prat et al. 2000).
Pada serat wol, treatment plasma mengoksidasi dan menghilangkan sebagian (ablates) lapisan permukaan lipid yang bersifat hidrofobik (baik lipid yang melekat secara longgar dan yang terikat secara kovalen). Ikatan disulfida di lapisan protein permukaan wol (epicuticle) juga teroksidasi (Höcker 2002). Permukaan adalah satu-satunya bagian dari serat yang terpengaruh pada proses plasma, sementara kandungan protein seratnya hampir tidak terpengaruh oleh proses plasma tersebut (Höcker 2002). Radikal bebas yang tetap di permukaan wol setelah treatment plasma ablatif merangsang pembentukan gugus fungsi dan ikatan antara permukaan serat dengan lapisan coating (Kan & Yuen 2007).

Hidrofobisitas dapat menjadi atribut yang diinginkan untuk bahan tekstil tertentu, memungkinkan peningkatan pencelupan, dan meningkatkan kenyamanan dan sifat keausan. Permukaan hidrofobik alami pada serat wol membuatnya tidak memungkinkan untuk dicap treatment sebelumnya. Treatment plasma meningkatkan wet-ability, dan juga dapat mengurangi efek felting pada wol (Kan & Yuen 2007). Hal tersebut dapat dicapai dengan menghilangkan lipid permukaan (plasma oksigen) atau dengan pengendapan monomer hidrofilik, seperti pengendapan asam akrilat yang dibantu plasma (Kutlu et al. 2010). Selain dari sifat pewarna dan pengolahan, laju pencelupan wol ditentukan oleh morfologi serat dan oleh keadaan air yang terabsorpsi dalam serat (Ristic dkk. 2010). Sifat-sifat ini dapat dimodifikasi oleh berbagai treatment permukaan. Ketika lapisan lipid luar dapat dihilangkan dari serat wol, wet-ability dan dye-ability dapat meningkat. Treatment dengan menggunakan plasma dapat menghilangkan lapisan lipid dan menghasilkan gugus fungsi (seperti tiol) yang lebih reaktif terhadap zat warna tertentu. Corona discharge telah diteliti dan dapat memasukkan atom oksigen ke dalam serat dan meningkatkan wet-ability, yang meningkatkan intensitas pewarna asam dari kain yang dicap (Ryu et al. 1991). Penggabungan treatment plasma dengan chitosan telah ditemukan bahwa dapat menghasilkan peningkatan intensitas warna dan dye-ability pada serat protein (Ristić et al. 2010).

Proses Modifikasi Dengan Menggunakan UV/Ozone
Treatment UV / ozon (UVO) juga dapat menghasilkan efek penyempurnaan tekstil yang dapat bersaing dengan treatment dengan mengunakan treatment yang masih menggunakan water based treatment. Radiasi UV pada frekuensi tertentu dapat menghasilkan atom ozon dari molekul oksigen (pada 184,9 nm) dan atom oksigen dari ozon (pada 253,7 nm). Hidrokarbon organik juga dapat tertarik pada 253,7 nm.
Treatment permukaan ini menghasilkan wol yang lebih mudah dibasahi (wet-ability meningkat), serta meningkatkan kemampuan bahan dalam pencelupan dan pencapan bahkan pada suhu rendah (Xin et al. 2002). Wol tersebut juga dapat  menguning, meskipun ini dapat dikurangi ketika proses ini dikombinasikan dengan pemutihan dengan senyawa peroksida (Shao et al. 2001). Hal tersebut terjadi karena oksidasi lapisan permukaan (karena ikatan disulfida rusak). Lipid pada permukaan dapat dimodifikasi atau diubah-ubah. Hasil treatment UVO menghasilkan warna dan dyeability sebanding dengan hasil yang diperoleh setelah proses klorinasi, sehingga dapat dihasilkan wool yang dapat diproses pada produksi pencapan (Shao et al. 1997; 2001).

Metode Modifikasi Secara Kimia Pada Serat Protein (Chemical Modification)
Proses Modifikasi Dengan Pengelantangan (Bleaching)
Pemutihan (pengelantangan) wol hanya dapat mempengaruhi permukaan serat, tetapi tidak dilakukan secara khusus untuk menghasilkan permukaan dengan fungsional tertentu, sehingga Dyer (2011) tidak menyebutkan panjang lebar mengenai proses pengelantangan ini. Zat yang digunakan dalam pemutihan serat protein termasuk hidrogen peroksida, natrium borohidrida, natrium bisulfit, tiourea dan asam oksalat (Arifoglu et al. 1992; Millington 2005; Yilmazer & Kanik 2009). Pemutihan kadang-kadang dikombinasikan dengan teknik modifikasi permukaan tambahan seperti pelunturan warna (Chen et al. 2001).

Proses Modifikasi Woll Dengan Asetilasi
Asilasi memberikan sifat tahan air pada bahan seperti wol dan sutra. Sutra dan wol keduanya dapat meningkat sifat tolak airnya dan turun moisture regainnya setelah proses ini. Asetilasi menghasilkan permukaan wol atau sutera yang dapat direaksikan dengan chitosan sehingga memiliki sifat antibakteri dan anti-felting dan kemampuan pewarnaan (dye-ability) yang unggul dengan cara yang ramah lingkungan (Davarpanah dkk. 2009; Ranjbar-Mohammadi dkk. 2010).

Proses Modifikasi Woll Dengan Klorinase
Klorinasi dilakukan untuk memberikan sifattahan susut pada serat wol, kadang-kadang dalam kombinasi dengan aplikasi resin seperti Hercosett atau Nopcobond (Van Rensburg & Barkhuysen 1983; Roeper et al. 1984). Dalam proses industri, cara ini dinilai tidak ramah lingkungan karena AOX dapat mencemari atau menjadi polusi.
Larutan klorinasi dapat dihasilkan oleh kombinasi hipoklorit dengan asam sulfat, atau untuk treatment yang lebih ringan, gas klor dapat dilarutkan dalam air (Van Rensburg & Barkhuysen 1983). Klorinasi mempengaruhi lapisan lipid permukaan. Sifat pencelupan juga dipengaruhi karena peningkatan absorpsi permukaan dan perubahan lapisan lipid pada permukaan wol (Ottmer et al. 1985; Baba et al. 2001). Perubahan struktur kimia pada permukaan wol menyebabkan penetrasi pewarna da[at lebih mudah dilakukan (dye-ability meningkat) (Jocic et al. 1993).

Proses Modifikasi Woll Dengan Potasium Permanganat
Treatment kalium permanganat pada serat wol menghaluskan kutikula pada permukaan wol. Hal tersebut diukur dengan menggunakan menggunakan 3D-SEM. Hal tersebut bertujuan untuk penghilangan sifat felting dan untuk memberikan ketahanan susut. Treatment kalium permanganat memberikan efek yang lebih merata daripada treatment menggunakan enzim proteolitik yang sebanding (Bahi et al. 2007).

Proses Modifikasi Woll Dengan Metode Delipidase (Penghilangan Lipid)
Serat keratin seperti wol, rambut manusia dan kasmir ditutupi lapisan lipid pada permukaan luarnya dengan ikatan kovalen yang menghasilkan karakter hidrofobik. Komponen utama dari permukaan lipid pada serat wol adalah asam 18-methyleicosanoic (18-MEA). 18-MEA melekat pada protein yang mendasari terutama melalui ikatan tioester kovalen. Berbagai treatment telah dilakukan untuk membelah ikatan thioester untuk membentuk tiol pada permukaan wol (Meade et al. 2008b). Pembentukan gugus sulfhidril permukaan reaktif, dengan sulfur dapat bertindak sebagai nukleofil yang kuat, membuat tirosol ini menjadi lokasi potensial yang menarik untuk keterikatan kovalen berikutnya dari modifikasi permukaan baru (Meade et al. 2008a). Sebagian besar penelitian dan pengembangan di bidang ini telah dilakukan dengan wol, tetapi prinsip-prinsip tersebut memiliki potensi untuk diterapkan pada serat mamalia lain yang digunakan dalam tekstil.
Serabut-serabut wol terdiri dari inti sel-sel kortikal yang dikelilingi oleh selubung luar dari sel-sel kutikel yang tumpang tindih. Setiap kutikel sel tertutup oleh suatu membran resisten yang disebut epicuticle (Höcker 2000). Epicuticle wol meliputi kutikula, dan terdiri dari kedua protein dan lipid (asam lemak). Hidrofobisitas permukaan wol sebagian besar disebabkan lapisan lipid eksternal ini. Komponen asam lemak lipid dari epicuticle tersebut menyumbang sekitar seperempat massa epicuticle. Asam lemak tersebut terikat di permukaan serat dan membentuk permukaan lapisan yang bersifat hidrofobik (Meade et al. 2008b). Asam lemak rantai bercabang (18-MEA) telah diidentifikasi sebagai komponen lipid utama dari permukaan wol. Komposisi lipid pada permukaan wol terdiri dari sekitar 65-70% dari 18-MEA tersebut (Negri et al. 1991; Ward et al. 1993 ). 18-MEA ini secara kovalen terikat ke permukaan protein melalui hubungan tioester ke sistein, dengan perkiraan epicuticle berkandungan 35% sistin (Negri et al. 1993; Evans & Lanczki 1997). Protein yang terikat dengan lipit tersebut membentuk proteolipid, yang hingga sekarang masih belum dipahami dengan baik (Dauvermann-Gotsche et al. 1999). Thioesters adalah kelompok yang relatif reaktif yang dapat dibelah dengan mudah melalui reaksi substitusi nukleofilik.
Jika lapisan lipid terluar tersebut dilepaskan secara terkontrol, maka dapat diperoleh permukaan protein sehingga ada berbagai gugus fungsi reaktif pada serat wol tersebut (termasuk gugus hidroksil, karboksil dan amina) yang dapat berikatan kovalen yang potensial dari treatment permukaan. Ada berbagai reagen alkalin yang telah digunakan untuk melepaskan lipid permukaan dari wol, menghasilkan permukaan hidrofilik dan anionik dengan peningkatan koefisien gesekan (Dauvermann-Gotsche et al. 2000). Penggunaan alkohol atau kondisi alkali berair membelah ikatan thioester untuk membentuk lipid yang digantikan dan tiol pada permukaan epicuticle (Negri et al. 1991; 1993; Dauvermann- Gotsche et al. 2000) Mekanisme kimia untuk substitusi nukleofilik dari ikatan thioester ditunjukkan pada Gambar-2 [dimodifikasi dari Meade et al. 2008b].


Proses Modifikasi Dengan Menggunakan Penyematan Gugus Kovalen
Penerapan smart treatment dan fungsional yang spesifik di permukaan untuk memberikan sifat baru pada bahan protein membutuhkan permukaan yang teraktivasi secara tepat dengan gugus fungsi yang dapat dimodifikasi. Pengangkatan lapisan lemak pada permukaan serat mamalia sebelum pemasangan permukaan baru, seperti yang dijelaskan sebelumnya dalam bab ini, memungkinkan peningkatan aksesibilitas dan fungsionalitas. Penghapusan lipid, sebagai lawan oksidasi permukaan saja, telah terbukti sangat penting untuk pengikatan kovalen partikel polimer amina-reaktif (Pille et al. 1998). Perlekatan permukaan kovalen memberikan kemungkinan daya tahan wear-ability dan pencucian dibandingkan dengan teknologi konvensional berdasarkan kekuatan ionik atau non-kovalen lainnya.

Proses Modifikasi Dengan Menggunakan Deposits/Polymer
Polimer dan pelapisan permukaan diterapkan pada serat berbasis protein untuk berbagai alasan. Deposisi lapisan permukaan dapat diperiksa menggunakan XPS atau SEM. Polietilena glikol telah diterapkan ke berbagai bahan, termasuk wol, untuk meningkatkan penyimpanan termal, ketahanan terhadap minyak, pilling dan muatan statis (Vigo & Bruno 1989). Dalam proses pad-cure, glikol ini berikatan silang dengan dimetilol dihidroksietilena urea dengan adanya katalis asam. Sifat super-hidrofobik dapat diperoleh untuk campuran wol dan wol menggunakan pengikatan kimia in situ dari bahan silika dan polisiloksan (Zhang & Lamb 2009). Untuk menghasilkan biomaterial dari fibroin sutra, telah diterapkan poli cyanuric klorida-aktif (etilen glikol) untuk memberikan peningkatan hidrofilisitas, morfologi halus (SEM) pada permukaan serat.
Chitosan sering diterapkan pada serat berbasis protein, karena memiliki karakteristik dapat mengabsorpsi zat warna asam (Ristic dkk. 2010). Penambahan enzim pada peroksida alkali telah ditemukan dapat meningkatkan wet-ability wol dan efektivitas biopolimer kitosan yang digunakan. Hal tersebut juga secara signifikan meningkatkan derajat keputihan serat. Kombinasi perawatan ini menghasilkan kain wol yang bisa dicuci dengan mesin. Pembentukan ikatan ion antara gugus sulfonat baru yang dihasilkan pada permukaan serat wol dan kitosan diyakini berkontribusi terhadap ketahanan susut yang sangat baik. Namun, jika konsentrasi enzim dalam rendaman peroksida terlalu tinggi, efisiensi aplikasi chitosan dapat menurun (Jovanĉić et al. 2001). Chitosan juga lebih baik disimpan pada permukaan wol setelah dilakukan treatment plasma (Ristic dkk. 2010).
Pelapis polimer yang tahan lama dalam bentuk sol-gel dapat didepositkan pada permukaan serat. Gel sol anorganik berdasarkan pada oksida yang dimodifikasi dari silika, titanium, atau oksida anorganik lainnya dapat membentuk lapisan stabil dari ukuran partikel kecil (<50 nm) yang meningkatkan sifat tekstil berdasarkan kemampuannya sendiri, dan yang dapat diresapi dengan aditif fungsional yang disesuaikan seperti sifat peredam UV. Treatment ini dapat diterapkan pada suhu rendah, selain dari langkah pengawetan suhu tinggi yang singkat (Mahltig et al. 2005). Tung & Daoud (2009) menemukan bahwa lapisan serat wol dengan sol anatase titanium dioksida anorganik dibuat menggunakan asam nitrat (N-sol) atau asam hidroklorat (H-sol). Treatment sol-gel wol ditemukan dapat mengakibatkan wol menguning; Tung dan Daoud menemukan bahwa efek yang tidak diinginkan ini hanya dihasilkan setelah perawatan N-sol, kemungkinan karena sifat oksidatif asam nitrat. Sebaliknya, serat wol yang diperlakukan dengan H-sol tetap putih dan menunjukkan lapisan permukaan yang merata. Sifat titanium dioksida yang menyerap UV juga menghasilkan perlindungan UV yang lebih baik setelah perawatan sol-gel. Yang paling menarik, perawatan dengan sol ini memberikan sifat self-cleaning terhadap noda kopi dan anggur pada paparan sinar UV. Lapisan sol-gel pada wol memicu reaksi fotokatalitik dengan adanya oksigen dan air yang merusak kromofora dalam noda makanan (Tung & Daoud 2009).

Proses Modifikasi Dengan Menggunakan Enzim
Berbagai pendekatan enzimatik juga telah diuji coba untuk modifikasi spesifik serat protein. Perawatan enzim menawarkan prospek menggantikan proses yang tidak dapat diterima lingkungan dengan proses yang lebih ramah lingkungan untuk men-treatment serat protein. Penelitian dan pengembangan ekstensif telah dilakukan dengan teliti untuk pemanfaatan enzim sebagai bahan antifelting untuk wol, serta untuk meningkatkan warna permukaan serat (Das & Ramaswamy 2006).
Biopolishing, atau biofinishing, mengacu pada aplikasi enzim proteolitik pada permukaan serat untuk menghilangkan komponen serat yang menonjol dan dengan demikian meningkatkan sifat-sifat seperti pilling dan felting (Durán & Durán 2000). Protease adalah jenis enzim utama yang digunakan untuk memodifikasi permukaan serat protein. Protease adalah enzim proteolitik, yaitu mereka bertindak dengan membelah ikatan peptida. Pemanfaatan enzim protease dapat meningkatkan beberapa sifat fisik dan mekanik dari serat protein seperti drapeability, afinitas warna dan daya serap air. Perlakuan dengan enzim proteolitik atau lipolitik dapat digunakan untuk memperoleh efek pelunakan yang dirasakan dalam serat, dan pengurangan dalam kekerasan yang dirasakan dalam pegangan, yang dapat dikaitkan dengan penurunan kekakuan lentur serat melalui degradasi protein struktural. Keterbatasan perawatan berbasis protease adalah bahwa protease yang terabsorpsi dapat sulit dihilangkan dari serat yang diolah, dan enzim yang ditahan setelah pembilasan dan pengeringan telah terbukti menyebabkan degradasi lebih lanjut di bawah kondisi penyimpanan (Nolte et al. 1996; Durán & Durán 2000).

Potensi Pengembangan Modifikasi Permukaan Serat Protein Di Masa yang Akan Datang
Tren global menunjukkan bahwa akan ada permintaan yang berkelanjutan dan meningkat untuk tekstil cerdas dan fungsional. Selain itu, langkah menuju bahan alami dan berkelanjutan terus mendapatkan momentum dan secara luas diharapkan menjadi pendorong utama dalam keputusan konsumen selama beberapa dekade ke depan. Faktor-faktor ini berarti bahwa modifikasi permukaan yang ditargetkan dari kedua serat protein alami dan turunan biomaterial mereka untuk memberikan sifat fungsional dan tahan lama akan terus menjadi area yang berkembang dan menarik dalam industri serat, tekstil dan biomaterial di dunia.
Kemajuan terbaru dalam penyematan ikatan kovalen dari permukaan serat dapat memberikan teknologi platform untuk generasi baru dalam treatment permukaan serat. Untuk biomaterial berbasis protein, khususnya modifikasi permukaan yang tahan lama, modifikasi-modifikasi tersebut dapat memberikan potensi untuk mengatasi keterbatasan saat ini, seperti abrasi rendah dan tahan panas. Diperkirakan bahwa penelitian yang dilakukan pada modifikasi serat protein, seperti wol dan sutra, akan memiliki aplikasi ke arah biomaterial tersebut. Namun, penelitian dan pengembangan lebih lanjut diperlukan sebelum pendekatan ini menjadi layak secara komersial baik untuk serat protein alami, atau biomaterial protein berserat. Ada kemungkinan bahwa pengaplikasian teknologi berbasis plasma dan enzim dapat meningkatkan efektivitas biaya, pemrosesan dengan output yang tinggi, dan mengurangi dampak lingkungan akan terus mendapatkan popularitas tersendiri pada tren teknologi modifikasi serat protein.

References
[1] Arai, T., Freddi, Innocenti, R., Kaplan, D.L. & Tsukada, M. (2001), Acylation of silk and wool with acid anhydrides and preparation of water-repellent fibers, Journal of Applied Polymer Science, 82, 2832-2841. doi: 10.1002/app.2137.
[2] Arifoglu, M., Marmer, W.N. & Dudley, R. (1992), Reaction of thiourea with hydrogen peroxide:13C NMR studies of an oxidative/reductive bleaching process, Textile Research Journal, 62(2), 94-100.
[3] Baba, T., Nagasawa, N., Ito, H., Yaida, O. & Miyamoto, T. (2001), Changes in the covalently bound surface lipid layer of damaged wood fibers and their effects on surface properties, Textile Research Journal, 71(4), 308-312.
[4] Bahi, A., Jones, J.T., Carr, C.M., Ulijn, R.V. & Shao, J. (2007), Surface characterization of chemically modified wool, Textile Research Journal, 77(12), 937-945. doi: 10.1177/0040517507083520.
[5] Brack, N., Lamb, R., Pham, D. & Turner, P. (1996), XPS and SIMS investigation of covalently bound lipid on the wool fibre surface, Surface and Interface Analysis, 24(10), 704-710.
[6] Canal, C., Gaboriau, F., Villeger, S., Cvelbar, U. & Ricard, A. (2009), Studies on antibacterial dressings obtained by fluorinated post-discharge plasma, International Journal of Pharmaceutics, 367(1-2), 155-161.
[7] Ceria, A., Rovero, G., Sicardi, S. & Ferrero, F. (2010), Atmospheric continuous cold plasma treatment: Thermal and hydrodynamical diagnostics of a plasma jet pilot unit, Chemical Engineering and Processing: Process Intensification, 49(1), 65-69. doi: 10.1016/j.cep.2009.11.008.
[8] Chen, W., Chen, D. & Wang, X. (2001), Surface modification and bleaching of pigmented wool, Textile Research Journal, 71(5), 441-445. doi: 10.1177/004051750107100512
[9] Das, T. & Ramaswamy, G.N. (2006), Enzyme treatment of wool and specialty hair fibers, Textile Research Journal, 76(2), 126-133. doi: 10.1177/0040517506063387.
[10] Dauvermann-Gotsche, C., Korner, A. & Hocker, H. (1999), Characterization of 18- methyleicosanoic acid-containing proteolipids of wool, Journal of the Textile Institute, 90(3 SI Sp. Iss. SI), 19-29.
[11] Dauvermann-Gotsche, C., Evans, D.J., Corino, G.L. & Korner, A. Labelling of 18- methyleicosanoic acid cotianing proteolipids of wool with monomaleimido nanogold, Proceedings of the 10th International Wool Textile Research Conference, Aachen, Germany, 2000, 1-10.
[12] Davarpanah, S., Mahmoodi, N.M., Arami, M., Bahrami, H. & Mazaheri, F. (2009), Environmentally friendly surface modification of silk fiber: Chitosan grafting and dyeing, Applied Surface Science, 255(7), 4171-4176. doi: 10.1016/j.apsusc.2008.11.001.
[13] Demir, A. (2010), Atmospheric plasma advantages for mohair fibers in textile applications, Fibers and Polymers, 11(4), 580-585. doi: 10.1007/s12221-010-0580-2.
[14] Durán, N. & Durán, M. (2000), Enzyme applications in the textile industry, Review of Progress in Coloration and Related Topics, 30(1), 41-44. doi: 10.1111/j.1478-4408.2000.tb03779.x.
[15] Evans, D.J. & Lanczki, M. (1997), Cleavage of integral surface lipids of wool by aminolysis, Textile Research Journal, 67(6), 435-444.
[16] Höcker, H. (2000), Fibre morphology. In Crawshaw, G.H., Ed., Wool: science and technology, Cambridge, Woodhead Publishing Limited.
[17] Höcker, H. (2002), Plasma treatment of textile fibers, Pure and Applied Chemistry, 74(3), 423-427.
[18] Hossain, K.M.G., González, M.D., Juan, A.R. & Tzanov, T. (2010), Enzyme-mediated coupling of a bi-functional phenolic compound onto wool to enhance its physical, mechanical and functional properties, Enzyme and Microbial Technology, 46(3-4), 326- 330. doi: 10.1016/j.enzmictec.2009.12.008.
[19] Jocic, D., Jovancic, P., Trajkovic, R. & Seles, G. (1993), Influence of a chlorination treatment on wool dyeing, Textile Research Journal, 63(11), 619-626. doi: 10.1177/004051759306301101
[20] Jovanĉić, P., Jocić, D., Molina, R., Juliá, M.R. & Erra, P. (2001), Shrinkage properties of peroxide-enzyme-biopolymer treated wool, Textile Research Journal, 71(11), 948-953. doi: 10.1177/004051750107101103.
[21] Kan, C.W. & Yuen, C.W.M. (2007), Plasma technology in wool, Textile Progress, 39(3), 121-187. doi: 10.1080/00405160701628839.
[22] Kutlu, B., Aksit, A. & Mutlu, M. (2010), Surface modification of textiles by glow discharge technique: Part II: Low frequency plasma treatment of wool fabrics with acrylic acid, Journal of Applied Polymer Science, 116(3), 1545-1551. doi: 10.1002/app.31286.
[23] Leeder, J.D. & Rippon, J.A. (1983), Modifying the surface of keratin fibres, Research Disclosure, 230, 210-211.
[24] Leeder, J.D. & Rippon, J.A. (1985), Changes induced in the properties of wool by specific epicuticle modification, Journal of the Society of Dyers and Colourists, 101, 11-16.
[25] Leeder, J.D., Rippon, J.A. & Rivett, D.E. Modification of the surface properties of wool by treatment with anhydrous alkali, Proceedings of the 7th International Wool Textile Research Conference, Tokyo, Japan, 1985, 312-320.
[26] Maclaren, J.A. & Milligan, B. (1981), The structure and composition of wool. In, Wool science - The chemical reactivity of the wool fibre (pp 1-18), Marrickville, NSW 2204, Australia, Science Press.
[27] Mahltig, B., Haufe, H. & Böttcher, H. (2005), Functionalisation of textiles by inorganic sol-gel coatings, Journal of Materials Chemistry, 15, 4385-4398. doi: 10.1039/b505177k.
[28] Meade, S.J., Caldwell, J.P., Hancock, A.J., Coyle, K., Dyer, J.M. & Bryson, W.G. (2008a), Covalent modification of the wool fiber surface: The attachment and durability of model surface treatments, Textile Research Journal, 78(12), 1087-1097. doi: 10.1177/0040517507087852.
[29] Meade, S.J., Dyer, J.M., Caldwell, J.P. & Bryson, W.G. (2008b), Covalent modification of the wool fiber surface: Removal of the outer lipid layer, Textile Research Journal, 78(11), 943-957. doi: 10.1177/0040517507087859.
[30] Millington, K.R. Continuous photobleaching of wool, Byrne, K., Duffield, P.A., Myers, P., Scouller, S. and Swift, J.A., Eds., Proceedings of the 11th International Wool Research Conference, Department of Colour & Polymer Chemistry of the University of Leeds, University of Leeds, UK, 2005, 22CCF.
[31] Naebe, M., Cookson, P.G., Rippon, J., Brady, R.P., Wang, X., Brack, N. & van Riessen, G. (2010), Effects of plasma treatment of wool on the uptake of sulfonated dyes with different hydrophobic properties, Textile Research Journal, 80(4), 312-324. doi: 10.1177/0040517509338308.
[32] Negri, A.P., Cornell, H.J. & Rivett, D.E. (1991), The nature of covalently bound fatty acids in wool fibres, Australian Journal of Agricultural Research, 42(8), 1285-1292. doi: 10.1071/AR9911285
[33] Negri, A.P., Cornell, H.J. & Rivett, D.E. (1993), The modification of the surface diffusion barrier of wool, Journal of the Society of Dyers and Colourists, 109(9), 296-301. doi: 10.1111/j.1478-4408.1993.tb01579.x.
[34] Nolte, H., Bishop, D.P. & Höcker (1996), Effects of proteolytic and lipolytic enzymes on untreated and shrink-resist-treated wool, Journal of the Textile Institute, 87(1), 212 - 226.
[35] Ottmer, T.C., Baumann, H. & Fuchtenbusch, D. Physical dyeing parameters of milling dyes with systematically chlorinated and bleached wool, Proceedings of the 7th International wool Textile Research Conference., Tokyo, 1985, 131-140.
[36] Parvinzadeh, M. (2007), Effect of proteolytic enzyme on dyeing of wool with madder, Enzyme and Microbial Technology, 40(7), 1719-1722. doi: 10.1016/j.enzmictec.2006.10.026.
[37] Pille, L., Church, J.S. & Gilbert, R.G. (1998), Adsorption of amino-functional polymer particles onto keratin fibres, Journal of Colloid and Interface Science, 198, 368-377. doi: 10.1006/jcis.1997.5303.
[38] Poll, H.U., Schladitz, U. & Schreiter, S. (2001), Penetration of plasma effects into textile structures, Surface and Coatings Technology, 142-144, 489-493.
[39] Prat, R., Koh, Y.J., Babukutty, Y., Kogoma, M., Okazaki, S. & Kodama, M. (2000), Polymer deposition using atmospheric pressure plasma glow (APG) discharge, Polymer, 41, 7355-7360. doi: 10.1016/S0032-3861(00)00103-8.
[40] Rakowski, W. (1997), Plasma treatment of wool today. Part 1 - Fibre properties, spinning and shrinkproofing, Journal of the Society of Dyers and Colourists, 113, 250-255. doi: 10.1111/j.1478-4408.1997.tb01909.x.
[41] Ranjbar-Mohammadi, M., Arami, M., Bahrami, H., Mazaheri, F. & Mahmoodi, N.M. (2010), Grafting of chitosan as a biopolymer onto wool fabric using anhydride bridge and its antibacterial property, Colloids and Surfaces B: Biointerfaces, 76(2), 397-403. doi: 10.1016/j.colsurfb.2009.11.014.
[42] Rathinamoorthy, R., Sumothi, M. & Jagadesh, S. (2009), Plasma technology for textile surface enhancement, Textile Asia, 40(11), 21-23.
[43] Ristić, N., Jovančić, P., Canal, C. & Jocić, D. (2010), Influence of corona discharge and chitosan surface treatment on dyeing properties of wool, Journal of Applied Polymer Science, 117, 2487-2496. doi: 10.1002/app.32127.
[44] Roeper, K., Foehles, J., Peters, D. & Zahn, H. (1984), Morphological composition of the cuticle from chemically treated wool - part II: the role of the cuticle in industrial shrink proofing processes, Textile Research Journal, 54(4), 262-270. doi: 10.1177/004051758405400408
[45] Ryu, J., Wakida, T. & Takagishi, T. (1991), Effect of corona discharge on the surface of wool and its application to printing, Textile Research Journal, 61(10), 595-601. doi: 10.1177/004051759106101006
[46] Schumacher, K., Heine, E. & Höcker, H. (2001), Extremozymes for improving wool properties, Journal of Biotechnology, 89(2-3), 281-288. doi: 10.1016/s0168- 1656(01)00314-5.
[47] Shao, J., Hawkyard, C.J. & Carr, C.M. (1997), Investigation into the effect of UV/ozone treatments on the dyeability and printability of wool, Journal of the Society of Dyers and Colourists, 113(4), 126-130. doi: 10.1111/j.1478-4408.1997.tb01884.x.
[48] Shao, J., Liu, J. & Carr, C.M. (2001), Investigation into the synergistic effect between UV/ozone exposure and peroxide pad—batch bleaching on the printability of wool, Coloration Technology, 117(5), 270-275. doi: 10.1111/j.1478-4408.2001.tb00074.x.
[49] Sugiyama, K., Kiyokawa, K., Matsuoka, H., Itou, A., Hasegawa, K. & Tsutsumi, K. (1998), Generation of non-equilibrium plasma at atmospheric pressure and application for chemical process, Thin Solid Films, 316(1-2), 117-122.
[50] Taki, F. (1996), Surface treatments of wool by potassium hydroxide in dehydrated butanol, Sen'i Gakkaishi, 52(9), 500-503.
[51] Tung, W.S. & Daoud, W.A. (2009), Photocatalytic self-cleaning keratins: A feasibility study, Acta Biomaterialia, 5(1), 50-56. doi: 10.1016/j.actbio.2008.08.009.
[52] Van Rensburg, N.J.J. & Barkhuysen, F.A. (1983), Continuous shrink-resist treatment of wool tops using chlorine gas in a conventional suction-drum backwash, SAWTRI Technical Report, 539, 22p.
[53] Vepari, C., Matheson, D., Drummy, L., Naik, R. & Kaplan, D.L. (2010), Surface modification of silk fibroin with poly(ethylene glycol) for antiadhesion and antithrombotic applications, Journal of Biomedical Materials Research - Part A, 93(2), 595-606. doi: 10.1002/jbm.a.32565.
[54] Vigo, T.L. & Bruno, J.S. (1989), Improvement of various properties of fibre surfaces containing crosslinked polyethylene glycols, Journal of Applied Polymer Science, 37(2), 371-379. doi: 10.1002/app.1989.070370206.
[55] Ward, R.J., Willis, H.A., George, G.A., Guise, G.B., Denning, R.J., Evans, D.J. & Short, R.D. (1993), Surface analysis of wool by X-ray photoelectron spectroscopy and static secondary ion mass spectrometry, Textile Research Journal, 63(6), 362-368.
[56] Xin, J.H., Zhu, R.Y., Hua, J.K. & Shen, J. (2002), Surface modification and low temperature dyeing properties of wool treated by UV radiation, Coloration Technology, 118(4), 169-173. doi: 10.1111/j.1478-4408.2002.tb00095.x.
[57] Xu, B., Niu, M., Wei, L., Hou, W. & Liu, X. (2007), The structural analysis of biomacromolecule wool fiber with Ag-loading SiO2 nano-antibacterial agent by UV radiation, Journal of Photochemistry and Photobiology A: Chemistry, 188(1), 98-105. doi: 10.1016/j.jphotochem.2006.11.025.
[58] Yilmazer, D. & Kanik, M. (2009), Bleaching of wool with sodium borohydride, Journal of Engineered Fibers and Fabrics, 4(3), 45-50.
[59] Yoon, N.S., Lim, Y.J., Tahara, M. & Takagishi, T. (1996), Mechanical and dyeing properties of wool and cotton fabrics treated with low temperature plasma and enzymes, Textile Research Journal, 66(5), 329-336. doi: 10.1177/004051759606600507.


Lihat Juga

loading...

See Also

loading...

Ahli Desain Tekstil . 2018 Copyright. All rights reserved. Designed by Andrian Wijayono