KAIN RAJUT KAPAS DENGAN SISIPAN BENANG KARBON UNTUK KEPERLUAN TEKSTIL TEKNIK TAHAN API
KAIN RAJUT KAPAS DENGAN SISIPAN BENANG KARBON UNTUK KEPERLUAN TEKSTIL TEKNIK TAHAN API
Oleh : Yusniar Siregar, Rifaida Eriningsih
Balai Besar Tekstil
Jalan Jenderal A. Yani 390 Bandung, phone 62-22-7206214
E-mail : texirdti@bdg.centrin.net.id, yusniar@kemenperin.go.id
ABSTRAK
Serat karbon pada umumnya banyak digunakan untuk keperluan tekstil teknik dibandingkan untuk bahan
sandang. Dalam penelitian ini, pemanfaatan serat karbon untuk tekstil proteksi tahan api dilakukan melalui proses
perajutan dengan anyaman rib dengan metoda baru yaitu metode sisipan yang menggunakan bahan dasar benang
kapas dan benang karbon sebagai sisipannya.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat bahan pelindung
tahan api menggunakan serat alami dan serat karbon untuk menghasilkan kain yang memiliki sifat tahan api dan
nyaman digunakan. Proses perajutan dilakukan dengan variasi skala stitch cam yaitu skala 15, 16, dan 17, agar
mendapatkan konstruksi kain yang optimal.
Hasil uji tahan api kain rajut khusus pada bagian serat kapas yang telah diproses tahan api menggunakan
400 g/l senyawa organoposfat, menunjukkan sifat tidak terbakar dan permanen yang dibuktikan dari proses
pencucian berulang sampai 15 kali pencucian rumah tangga, serta memenuhi persyaratan CFR Part 1610, Standard
for The Flammability of Clothing and Industrial Protection Textiles. Hasil uji perubahan warna kain rajut pada
komposisi serat kapas yang dicelup dengan zat warna reaktif, menunjukkan hasil yang baik (nilai 4 dan 3-4 sesuai
skala perubahan warna). Kondisi optimum untuk tekstil proteksi tahan api dari hasil percobaan adalah kain rajut rib
dengan skala stitch cam 17 yang memiliki komposisi serat kapas paling besar (41,64%) dibandingkan dengan hasil
kain rajut skala 15 atau 16, serta tinggi jeratan tertinggi 10,77 mm menghasilkan penampakan kain dengan sifat
permukaan lebih lembut, nyaman dipakai, fleksibel (tidak kaku) serta menunjukkan ketahanan jebol yang masih
memenuhi syarat sesuai SNI 2367:2008 dan bersifat tahan api.
Kata kunci : serat karbon, kain rajut, metoda sisipan, tekstil proteksi, tahan api
PENDAHULUAN
Tekstil teknik adalah tekstil yang dibuat
untuk fungsi tertentu, dengan lebih mengutamakan
sifat-sifat teknik maupun unjuk-kerjanya daripada
menampilkan karakteristik estetika dan dekoratif.
Bahan baku tekstil teknik pada umumnya adalah
logam, mineral (asbes, serat gelas, serat karbon),
serat sintetik, serat selulosa regenerasi ataupun serat
alam. Penggunaan tekstil teknik sangat
beragam dan dapat dikelompokkan seperti disajikan
pada Tabel 1.
Serat karbon merupakan serat yang
mengandung paling sedikit 90% karbon yang
diperoleh dari filament organik yang dikarbonkan.
Bahan bakunya biasanya poliakrilonitril, Fortisan
(selulosa dengan derajat orientasi tinggi) atau minyak
/ pitch batubara yang dioksidasi pada suhu (200–
300)oC, kemudian dikarbonkan pada suhu 1.000oC,
dan diubah menjadi grafit dengan pemanasan pada
suhu (1.500–3.000) oC, sesuai dengan kekuatan yang
diperlukan. Pada umumnya serat karbon lebih
banyak digunakan untuk keperluan teknik
dibandingkan untuk bahan tekstil. Sifatnya biasanya
dinyatakan dalam kekuatan per satuan luas dan
modulus young (tarikan per satuan luas dibagi
dengan mulur) serta modulus spesifik. Klasifikasikan
serat karbon menurut kekuatan dan modulus
elastisitasnya adalah sebagai berikut :
- UHM (ultra high modulus) dengan modulus elastisitas > 450GPa (4.588.722,95 kg/cm2 )
- HM (high modulus) dengan modulus elastisitas (350-450)GPa atau (3.569.006,75-4.588.722,95) kg/cm2
- IM (intermediate modulus) dengan modulus elastisitas (200-350) GPa atau (2.039.432,43 - 3.569.006,75) kg/cm2
- HT (high tensile, low modulus) dengan kekuatan tarik >3 GPa (>30.591,49 kg/cm2 ), modulus elastisitas 100 GPa (1.019.716,21 kg/cm2 )
- SHT (super high tensile) dengan kekuatan tarik >4,5GPa (45.887,23 kg/cm2 ).
Makin tinggi modulus spesifik serat maka
akan diperoleh struktur yang makin ringan dan kaku.
Sifat fisika serat karbon berdasarkan modulus,
kekuatan, dan suhu pengerjaan akhir seperti disajikan
pada Tabel 2.
3
Sebagai pembanding disajikan pula
sifat fisika serat gelas, dan serat kapas.
Serat karbon yang ada di pasaran dapat
dibentuk dari lembaran kain berupa kain tenun (twill,
satin atau polos), kain rajut, dan kain non woven.
Penggunaannya antara lain untuk selimut pada
pengelasan, penyekat panas, kain aluminium dan
pakaian pelindung / keamanan. Adapun sifat termal
serat karbon dibanding serat kapas (selulosa) seperti
disajikan pada Tabel 3.
Pembakaran adalah suatu reaksi antara
bahan bakar dan suatu oksidan dengan produksi
panas yang dapat disertai cahaya dalam bentuk
pendar atau api. Untuk mencapai proses pembakaran
yang sempurna diperlukan oksigen dari udara yang
berlebih dan temperatur yang cukup tinggi untuk
membakar gas polutan - bahan bakar, agar reaksi
oksidasi berjalan sempurna dan tingkat turbulensi
yang cukup tinggi untuk memperoleh campuran yang
sempurna antara udara (oksigen) dengan gas polutan
bahan bakar.
Selulosa seperti serat kapas memiliki sifat
mudah terbakar. Hal ini disebabkan sifat termal serat
kapas seperti panas pembakaran, suhu pengapian,
LOI, dan titik bakarnya relatif rendah seperti
ditunjukkan pada Tabel 3. Titik bakar serat kapas
200 C, pada suhu tersebut akan mengeluarkan gasgas
yang mudah terbakar. Bila suhu sudah mencapai
pada suhu pengapian (ignition temperature) yaitu
untuk serat kapas 255 C, maka kapas akan
mengalami dehidratasi, depolimerisasi dan oksidasi,
selanjutnya pada suhu 300 C akan menghasilkan
komponen utama levoglukosan yang mudah terbakar.
Dengan reaksi eksoterm yang kuat disertai timbulnya
gas-gas yang mudah terbakar, maka mulai terjadi
pembakaran dengan timbulnya api.
Skema proses pembakaran selulosa seperti disajikan
pada Gambar 1.
Reaksi yang terjadi pada proses pembakaran adalah
sebagai berikut.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menahan
proses pembakaran adalah dengan melakukan proses
penyempurnan tahan api menggunakan senyawa
organoposfat, yang memiliki kemampuan untuk
melepaskan gas yang tidak mudah terbakar sehingga
dapat mengurangi konsentrasi oksigen pada proses
pembakaran.
Pada proses penyempurnaan tahan api akan
terjadi proses kimia pada fasa padat dan gas yang
dapat menahan proses pembakaran, yaitu :
1. Pada fasa gas, senyawa garam organoposfat akan
menghalangi mekanisme radikal bebas dari
proses pembakaran yang terjadi. Ini akan
menghentikan proses eksoterm , mendinginkan
sistem serta mengurangi suplai gas-gas yang
mudah terbakar.
2. Pada fasa padat, garam organoposfat tersebut
dapat membentuk ikatan silang yang menutupi
polimer yang dapat bertindak sebagai pelindung
panas dan penghalang oksigen. Ikatan silang
tersebut dapat meningkatkan stabilitas struktur
polimer dengan adanya penambahan atau
pembentukan ikatan yang lebih kuat dari ikatan
hidrogen dan yang dapat putus sebelum terjadi
degradasi rantai selulosa. Namun demikian
dengan derajat ikatan silang yang rendah dapat
menurunkan stabilitas termal.
Full Article: